Devide Et Impera, Ciri Khas Politik Penjajah, Bukan Islam


Kabar mengejutkan datang dari Menko Polhukam terpilih Mahfud MD. Menko Polhukam Mahfud Md meminta bangunan-bangunan masjid milik Pemerintah dikelola dengan baik dan menyiarkan pesan-pesan damai. Mahfud tak ingin masjid menjadi sarana untuk menyiarkan ceramah-ceramah adu domba dan permusuhan.

"Pesan saya ke masjid, agar masjid-masjid Pemerintah itu dikelola secara baik sebagai pembawa pesan agama. Apa pesan agama paling pokok? Membangun kedamaian di hati, membangun persaudaraan sesama umat manusia," kata Mahfud di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (25/10/2019 detikcom).

Seperti yang dijelaskan laman wikipedia.org,  "Politik pecah belah, politik adu domba, atau devide et impera adalah kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukkan."

Berbicara adu domba atau 'devide et impera' telah mengingatkan kita pada penjajah VOC yang melakukan strategi politik tersebut di negeri ini. Ya, inilah ciri khas politik penjajah, bukan politik Islam.

Mewanti-wanti masjid agar tidak berceramah tentang permusuhan dan adu domba, telah melukai hati umat Islam. Bagaimana tidak? Narasi yang dibangun telah menuduh secara tidak langsung, bahwa ceramah-ceramah di masjid ada yang membawa pesan permusuhan dan adu domba.

Sekali lagi penulis menyampaikan, tidak ada satu pun ajaran Islam yang mengajarkan adu domba dan permusuhan. Islam adalah agama yang agung nan mulia. Islam hanya mengajarkan untuk memusuhi kemunkaran dan kezaliman. Salahkah jika Islam mengajarkan hal demikian? Bukankah fitrah manusia membenci kemunkaran dan kezaliman, serta mencintai keadilan?

Salahkah Islam menyeru kema'rufan dan mencegah kemunkaran dalam ceramah-ceramahnya? Tentu saja tidak salah bukan? Oleh karenanya, menghimbau ceramah di masjid agar tidak ceramah tentang adu domba ini telah merendahkan ajaran Islam yang agung.

Karena Islam lah yang justru mengajarkan persatuan hakiki, bukan perpecahan. Hal itu terbukti pada sejarah zaman dulu saat Khilafah Islamyyah masih tegak. Sejarah mencatat, bahwa Islam mampu menyatukan 2/3 wilayah dunia dalam naungan Khilafah. Secara di sana hidup dari berbagai bangsa, suku, dna agama. Inilah pukulan telak bahwa Islam bukan ajaran permusuhan atau adu domba.

Jika menelisik lebih dalam, malah umat Islam sekarang telah menjadi obyek adu domba barat penjajah melalui propaganda busuk radikalisme dan fanatisme golongan (ashobiyah). Umat Islam yang seharusnya bersatu berusaha dipecah belah melalui propaganda tersebut. Umat Islam menjadi susah bersatu dan saling bermusuhan. Inilah yang menjadi impian barat penjajah melihat umat Islam yang begitu banyak tercerai berai bagai buih di lautan.

Mereka takut umat Islam bangkit dan bersatu. Karena jika umat Islam bangkit dan bersatu, tidak akan ada yang mampu mengalahkan mereka. Lebih-lebih persatuan mereka dalam satu institusi yaitu Khilafah Islamyyah, justru umat Islam akan berada di puncak peradaban emas nan gemilang.

Dari paparan di atas, masihkah kita akan menuduh bahwa ceramah di masjid membawa permusuhan dan adu domba? Tentu tidak. Sungguh hanya dengan Islam umat mampu bersatu dan tidak mudah dicerai beraikan. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam ayat di bawah ini.

Allah Ta’ala berfirman,

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang  yang bersaudara. (QS Ali Imran:103)

oleh: Ika Mawarningtyas
Analis Muslimah Voice

Posting Komentar

0 Komentar