Isu Radikalisme seperti menjadi konsen utama pemerintahan Joko
Widodo-Ma'ruf Amin. Sejumlah menteri bahkan dengan tegas menyebut bakal fokus
bekerja untuk menangkal Radikalisme. Salah satunya Menteri Agama Fachrul Razi.
Mantan wakil panglima TNI itu dengan tegas mengakui diberi tugas Presiden
Jokowi untuk mencari terobosan dalam menangkal Radikalisme.
Menurut KBBI, Radikalisme memiliki arti; paham atau aliran yang
radikal dalam politik; paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau
pembaruan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; sikap ekstrem
dalam aliran politk. Menurut Wikipedia, Radikalisme adalah suatu paham yang
dibuat-buat oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan
sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan.
Jika dilihat dari sudut pandang keagaman, radikalisme dapat
diartikan sebagai paham keagamaan yang mengacu pada pondasi agama yang sangat
mendasar dengan Fanatisme keagamaan yang sangat tinggi. Tidak jarang penganut
dari paham atau aliran tersebut menggunakan kekerasan kepada orang yang berbeda
paham atau aliran untuk megaktualisasikan paham keagaman yang dianut dan
dipercaya untuk diterima secara paksa.
Radikalisme dengan arti paham dalam politik yang ekstrem dan
dengan meggunakan cara kekerasan, atau paham keagamaan yang fanatik hingga
memaksa orang lain, jelas ini bertolak belakang dengan islam. Didalam Al- Quran
disebutkan: لآ إِكْرَاهَ فِى الدِّين (Tidak ada paksaan untuk (memasuki)
agama (Islam)) Yakni janganlah kalian memaksa seorang pun untuk memeluk Islam
Islam._ (QS al-Baqarah [2]: 256). Memaksakan agama Islam kepada orang lain
adalah larangan keras didalam Islam. Apalagi mengganggu, menteror, dan
memfitnah sesama manusia. Itu jelas dilarang keras dalam Islam.
Jadi, meski secara bahasa, Islam adalah radikal, Islam menolak
radikalisme. Islam menolak cara-cara kekerasan dalam perubahan sosial-politik
dan juga dalam pemaksaan agama seseorang. Mungkin terkesan tidak konsisten:
radikal tetapi menolak radikalisme. Hal ini sebetulnya sama seperti: Islam
mengakui manusia sebagai makhluk sosial, tetapi Islam menolak sosialisme: Islam
mengakui bahwa berbisnis butuh kapital (modal), tetapi Islam menolak
kapitalisme. Tambahan kata isme itulah yang membuat arti sebuah kata berubah
secara fundamental.
Tak ada istilah yang bebas nilai, apalagi di dunia politk. Setiap
istilah dipilih dengan seksama dan dengan pertimbangan matang untuk meraih
tujuan-tujuan tertentu. Penggunaan istilah Radikal dan Radikalisme, bukan tanpa
maksud. Ada tujuan tersembunyi yang hendak dicapai dibalik penggunaan istilah
itu. Karena isu Radikalisme ini terus menerus digaungkan dan bahkan menjadi
momok tersendiri bagi masyarakat. Diduga, istilah ini dimaksudkan untuk menyasar
orang atau kelompok tertentu, yang dianggap mengancam. Bahkan segelintir orang
yang tidak tau istilah Radikal ini pun menjadikan ketakutan tersendiri,
terkhususnya Kaum Muslim.
Dari sini kita bisa merasakan bahwa ada maksud lain dari
pemerintah dengan terus mendengungkan isu Radikalisme tersebut. Di antaranya,
Pertama: melahirkan sikap saling curiga di tengah-tengah umat, bahkan bisa
memunculkan sikap saling memfitnah. Sikap ini jelas-jelas sangat tidak terpuji
dan diharamkan oleh Islam. Kedua: melahirkan tindakan melawan hukum (main hakim
sendiri) terhadap pihak lain hanya karena curiga atau rasa khawatir yang
berlebihan. Ketiga: Radikalisme telah melahirkan rasa takut di kalangan umat
Islam terhadap agamanya sendiri. Cap “Radikal”, “Fundamentalis”, “Ekstremis”
dan lain-lain. Seolah menjadi virus yang mematikan dan harus dihindari oleh
kaum Muslim. Akibatnya, sadar atau tidak, kepribadian umat bergeser menjadi
kepribadian yang tidak lagi berpegang teguh pada Islam, karena khawatir
mendapatkan label-label negatif tersebut. Dalam jangka panjang, kepribadian
umat yang cenderung tidak mau terlalu terikat dengan Islam ini akan melahirkan
potret umat Islam yang suram karena makin jauh dari Islam.
Kadang kita heran dan bertanya-tanya tentang fungsi negara.
Bukankah negara itu dibuat dalam rangka memberi rasa aman bagi rakyat, juga
mewujudkan kesejahteraan dan keadilan kepada mereka? Bukankah negara dibuat
untuk melindungi rakyat dari berbagai ancaman dari luar? Namun realitasnya,
dengan sistem politik Demokrasi, ternyata negara hanya menjadi lembaga tempat
para pemuja nafsu memuaskan semua ambisinya. Mereka tak segan merancang
berbagai aturan untuk menguras kekayaan milik rakyat. Sebagai antisipasi mereka
juga menyusun berbagai aturan untuk menghabisi siapa saja yang berani protes
atau bersikap kritis. Berbagai badan dan lembaga dibuat sekedar untuk
melindungi keserakahan mereka.
Berbagai istilah mereka ciptakan untuk monsterisasi pihak-pihak
yang melakukan perubahan. Istilah Terorisme pun digunakan sebagai dalih untuk
membunuh secara legal siapa saja yang dianggap mengganggu mereka. Siapa saja
yang sudah dicap teroris, tak ada lagi ampun apalagi argumentasi. Mereka akan
di-dor tanpa babibu. Jika Terorisme masih tak cukup, digunakan monster baru
yang tak kalah mengerikan, yaitu Radikalisme.
Jika dibandingkan dengan zaman Rasulullah saw., tindakan mereka
persis seperti tokoh-tokoh Jahiliyah. Pada saat itu, mereka berkumpul dirumah
Walid bin Mughirah untuk mendiskusikan sebuah istilah untuk membungkam dakwah
Rasulullah saw. Pada saat itu ada yang usul agar Rusulullah dituduh dukun,
orang gila, tukang syair, dan tukang sihir. Semua tuduhan tidak ada
justifikasinya, kecuali tukang sihir. Al- Walid berkata, "Tuduhan yang
paling tepat untuk dia adalah bahwa dia adalah penyihir. Dia datang membawa
suatu perkataan seperti sihir. Sebab, perkatan itu bisa memisahkan seseorang
dengan istrinya, seseorang dengan kerabatnya, sehingga kalian berpecah-belah
karenanya". Diambil dari Syafiyyur Rahman Al- Mubarokfury, Sirah
Nabawiyah, Pustaka Al Kautsar, 1999.
Apakah semua usaha mereka berhasil? Tida sama sekali. Sistem
Jahiliyah itu pun akhirnya tumbang dan berganti dengan sistem Islam yang
menebarkan rahmat ke seluruh alam. Insya Allah sejarah akan terulang untuk yang
ke sekian kalinya.
Wallahu a'lam bishshawab.
Oleh. Aliyataul Jannah
0 Komentar