Momen Maulid : Cintai Rasulullah, Terapkan Syariah


Peristiwa Maulid selalu dikaitkan dengan peristiwa kelahiran Rasulullah SAW.

Namun, tahukah Sobat muslim, bahwa di bulan Maulid terdapat 3 peristiwa besar?

Bulan Maulid bukan sekedar mengenang peristiwa Kelahiran Nabi SAW, namun di bulan ini juga sekaligus sebagai awal berdirinya Daulah Islamiyah pertama dan Tegaknya Khilafah Rasyidah yang pertama.

1. Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad SAW dilahirkan hari Senin 12 Rabiul Awal tahun Gajah di Makkah (Ibnul Qayyim, Zadul Maad, I/28).

Kelahiran manusia pilihan bernama Muhammad yang kelak diangkat oleh Allah SWT
menjadi Nabi dan Rasul utusan-Nya. Kepadanya, Allah turunkan wahyu dan risalah agar disampaikan kepada seluruh umat manusia.

Peringatan maulid Nabi SAW tidak bisa dilepaskan dari kedudukan beliau sebagai rasul Allah dan tidak boleh dilepaskan dari risalah yang beliau bawa dan dakwah kan. Peringatan maulid Nabi SAW haruslah menuntun sikap kita terhadap Nabi SAW, dakwah beliau dan risalah yang beliau bawa, dan bagaimana kita menerjemahkan semua itu dalam kehidupan?

Hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa beliau bukan hanya memiliki satu
kedudukan sebagai Nabi saja. Tetapi, beliau mempunyai dua kedudukan sekaligus yaitu pertama, sebagai nabi dan rasul, dan kedua, sebagai penguasa yakni kepala negara.

Sebagai Nabi dan Rasul, tugas beliau hanyalah menyampaikan risalah.

Allah SWT berfirman:

وَاَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ ۚ  فَاِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاِنَّمَا عَلٰى رَسُوْلِنَا الْبَلٰغُ الْمُبِيْنُ

"Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul. Jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanah Allah) dengan terang."
(QS. At-Taghabun 64: Ayat 12)

Di samping itu, Nabi SAW juga diperintahkan Allah untuk memutuskan perkara di antara manusia.

Allah SWT berfirman:

وَاَنْزَلْنَاۤ اِلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَـقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتٰبِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَاۤ اَنْزَلَ اللّٰهُ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَآءَهُمْ عَمَّا جَآءَكَ مِنَ الْحَـقِّ ۗ  لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَّمِنْهَاجًا  ۗ  وَلَوْ شَآءَ اللّٰهُ لَجَـعَلَـكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلٰـكِنْ لِّيَبْلُوَكُمْ فِيْ مَاۤ اٰتٰٮكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَـيْـرٰتِ ۗ  اِلَى اللّٰهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيْعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَ

"Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan,"
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 48)

Perintah yang sama juga dinyatakan oleh Allah dalam ayat-ayat lainnya. Itu juga merupakan perintah kepada umat Islam untuk memutuskan perkara di tengah manusia, apa saja perkara itu, menurut apa yang telah diturunkan oleh Allah, yaitu menurut syariah Islam. Sekaligus merupakan perintah untuk menerapkan hukum-hukum syariah secara total dalam seluruh perkara di tengah masyarakat.
Perintah kepada Nabi SAW tersebut merupakan perintah kepada umatnya selama tidak ada dalil yang mengkhususkan hanya untuk beliau. Dalam hal ini tidak ada dalil yang mengkhususkannya. Maka, hal itu juga menjadi perintah bagi seluruh kaum Muslim untuk memutuskan segala perkara yang terjadi, hanya dengan syariah Islam.

2. Daulah Islamiyah Pertama

Bulan Rabiul Awal adalah bulan Nabi SAW berhijrah dari Mekkah ke Madinah.

Beliau mulai berhijrah meninggalkan Gua Tsur  pada malam Senin tanggal 1 Rabi’ul Awal 1 H (16 September 622 M). Nabi saw. sampai di Quba’ hari Senin, 8 Rabiul Awal 1 H (23 September 622 M), lalu berdiam di sana empat hari (Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis). Lalu Nabi saw. memasuki Madinah hari Jumat 12 Rabiul Awal 1 H (27 September 622 M). (Shafiyurrahman Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah (terj.), hal. 232-233; Ahmad Ratib Armusy, Qiyadatur Rasul, hal. 40).

Hijrah beliau lakukan setelah beliau dibaiat oleh 75 orang perwakilan kaum Anshar dari suku Aus dan Khazraj dalam peristiwa Baiat Aqabah II. Baiat Aqabah II ini merupakan akad penyerahan kekuasaan dari suku Aus dan Khazraj kepada Nabi saw. Itu merupakan akad pengangkatan Nabi SAW sebagai kepala
negara dan akad pendirian Daulah Islamiyah. (Al-Marakbi, Al-Khilafah Al-Islamiyah Bayna Nuzhum AlHukm Al-Muashirah, hal. 16).

Maka secara hukum (de jure) Daulah Islamiyah pertama terbentuk pada saat itu. Namun kepemimpinan Nabi SAW sebagai penguasa dan kepala negara itu secara riil (de facto) baru terwujud ketika beliau tiba di Madinah pada tanggal 12 Rabiul Awal 1 H. Maka tanggal itu bisa dinyatakan sebagai maulid Daulah Islamiyah pertama.

Begitu tiba di Madinah, Nabi SAW langsung melengkapi pilar negara, dengan melebur kaum Muhajirin dengan Anshar dengan jalan mempersaudarakan mereka atas dasar akidah Islamiyah.

Berikutnya beliau membangun masjid Nabawi sebagai sentral kehidupan masyarakat sekaligus tempat beliau menjalankan berbagai aktivitas termasuk pemerintahan.

Lalu beliau menyusun Piagam Madinah yang oleh para ahli sejarah dinilai sebagai konstitusi modern pertama. Hal yang menonjol di dalamnya adalah akidah Islam dijadikan sebagai dasar penyelenggaraan negara, dan syariah Islam sebagai hukum untuk mengatur segala urusan dan interaksi di masyarakat yang majemuk dari sisi etnis, dan agama, yang juga mencakup orang-orang non muslim baik orang musyrik, Nasrani dan Yahudi.

Berikutnya, Beliau mengangkat para pejabat negara, wali, ‘amil, para panglima dan komandan, para qadhi dan aparatur lainnya. Nabi SAW mengirimkan berbagai ekspedisi militer dan memimpin langsung sejumlah perang di antaranya, beliau mengirimkan utusan kepada para raja, pemimpin dan kaisar,  di samping juga menerima delegasi dari mereka.

Nabi SAW memutuskan perkara dan perselisihan yang diadukan kepada beliau. Beliau menjalankan hukum-hukum perekonomian, membagi zakat, menentukan kharaj, mengatur kepemilikan umum dan sebagainya.

Ringkasnya, di samping menyampaikan risalah, Nabi SAW. juga memimpin negara dan mengimplementasikan hukum-hukum syariah Islam dalam segala aspek kehidupan. Hal itu terus beliau lakukan hingga beliau wafat.

Semua itu merupakan teladan yang harus kita teladani dan bagian dari risalah Islam yang harus kita jalankan dan lanjutkan.

Tugas kenabian sudah berakhir dengan wafatnya Nabi SAW. Namun tugas kepemimpinan negara dan menerapkan syariah Islamiyah tidak berakhir, tetapi dilanjutkan oleh khalifah-khalifah sebagai kepala negara Khilafah sepeninggal Nabi SAW.

Rasulullah SAW bersabda :

“Dahulu Bani Israil diatur urusannya oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi wafat, dia digantikan nabi lainnya. Dan sesungguhnya tak ada lagi nabi sesudahku, yang ada adalah para khalifah dan jumlah mereka akan banyak…” (HR Muslim).

3. Khilafah Rasyidah Pertama

Nabi SAW. wafat pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H. (Ibnu Katsir, As-Sirah An-Nabawiyah, IV/507).

Rasulullah SAW wafat pada waktu Dhuha pada hari Senin itu.

Lalu sebagian sahabat menyibukkan diri untuk memilih pengganti Nabi sebagai kepala negara. Pemakaman jenazah Nabi SAW  pun ditunda dan para sahabat semuanya menyetujui hal itu dan tidak ada seorang pun yang mengingkarinya.

Pada hari Senin itu pula, Abu Bakar Ash-Shiddiq dipilih lalu dibaiat dengan baiat in’iqad sebagai khalifah. Esoknya pada hari Selasa, Abu Bakar Ash-Shiddiq dibaiat oleh kaum muslimin di masjid dengan baiat tha’at.

Setelah sempurna semua itu, Abu Bakar Ash-Shiddiq memimpin prosesi pemakaman jenazah Rasulullah SAW yang mulia pada pertengahan malam pada malam Rabu.

Jadi tanggal 12 Rabiul Awal menjadi tanggal wafatnya Nabi saw. Sekaligus menjadi tanggal maulid Khilafah Rasyidah dengan pimpinan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk melanjutkan penerapan Syariah Islam dan menyebarkan dakwah Islam ke seluruh dunia yang sebelumnya dilakukan dan dipimpin oleh Nabi saw.

Khilafah Rasyidah itu pada hakikatnya adalah kelanjutan dan untuk melanjutkan Daulah Islamiyah dan segala aktivitasnya yang dirintis dan didirikan oleh Nabi saw. Eksistensi Khilafah Rasyidah itu dijaga betul oleh para sahabat.

Khilafah Rasyidah itu adalah bagian dari Sunnah Khulafaur Rasyidin yang diperintahkan Nabi agar kita genggam erat.

Nabi SAW berpesan kepada kita :

“…Maka kalian wajib berpegang kepada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah itu erat-erat dengan gigi geraham. …” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibn Majah dan Tirmidzi )

Ketiga peristiwa itu (Kelahiran Nabi SAW, Daulah Islamiyah pertama dan Khilafah Rasyidah pertama) tidak bisa dipisahkan dan merupakan satu kesatuan dari rangkaian perjalanan kehidupan Nabi SAW, risalah dan dakwah beliau.

Ketiganya harus dipahami, direnungkan dan diambil pelajaran dan dijadikan teladan dalam aktivitas saat ini.

Meneladani sikap Rasulullah meliputi banyak aspek antara lain menjaga dan memelihara serta melanjutkan sunnah beliau, menerapkan Islam dan syariahnya yang beliau bawa, melanjutkan dakwah beliau dan mengemban risalah beliau yaitu risalah Islam ke seluruh dunia.

Hal itu harus diwujudkan dalam bentuk terlibat aktif dalam perjuangan untuk mewujudkan penerapan syariah Islam secara total dan menyeluruh dan perjuangan untuk mengembalikan institusi Islam yaitu Khilafah Rasyidah kedua yang mengikuti manhaj kenabian. Dan itulah sesungguhnya yang diperintahkan Rasul kepada kita umat Islam.

Allah SWT berfirman :

لَا تَجْعَلُوْا دُعَآءَ الرَّسُوْلِ بَيْنَكُمْ كَدُعَآءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا   ۗ  قَدْ يَعْلَمُ اللّٰهُ الَّذِيْنَ يَتَسَلَّلُوْنَ مِنْكُمْ لِوَاذًا   ۚ  فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ اَمْرِهٖۤ اَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ اَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ اَ لِيْمٌ

"Janganlah kamu jadikan panggilan rasul (Muhammad) di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). Sungguh, Allah mengetahui orang-orang yang keluar (secara) sembunyi-sembunyi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih."
(QS. An-Nur 24: Ayat 63)

Wallahu A’lam

Achmad Mu’it
Analis Politik Islam

Posting Komentar

0 Komentar