Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah pada Kementerian Agama (Kemenag), Umar, menjelaskan yang dihilangkan sebenarnya bukan hanya materi khilafah dan perang. Setiap materi yang berbau ke kanan-kananan atau ke kiri-kirian dihilangkan.
Dia mengatakan, setiap materi ajaran yang berbau tidak mengedepankan kedamaian, keutuhan dan toleransi juga dihilangkan. "Karena kita mengedepankan pada Islam wasathiyah," kata Umar kepada Republika.co.id, Sabtu (7/12).
Dia menerangkan, dulu Rasulullah mengajarkan semangat perjuangan. Tapi semangat perjuangan dalam konteks saat ini tidak lagi model perjuangan perang. Nanti dalam sejarah kebudayaan Islam tetap membahas Rasul pernah berperang.
Menurut Umar, perang memang bagian dari sejarah kehidupan Rasul, tapi Rasul tidak hanya berperang saja. "Tetapi justru yang kita ungkap banyak nanti aspek kehidupan Rasul yang menjaga perdamaian yang madani," ujarnya.
Umar mengatakan, perjuangan Rasul membangun masyarakat madani yang dikembangkan. Pokoknya tetap ada tentang perang tapi tidak dominan. Sehingga tidak mengesankan Rasul hanya melakukan perang saja.
Dia menegaskan, memang Rasul pernah berperang tapi bukan hanya perang saja yang dilakukan Rasulullah semasa hidupnya. "Rasul pernah berperang iya, tetapi Rasul bukan hanya berperang saja, dan kalau Rasul berperang bukan berarti Islam didakwahkan dengan cara keras," jelasnya.
Umar menyampaikan bahwa yang ingin dikedepankan oleh Kemenag adalah Rasul yang membangun masyarakat madani. Supaya dapat dipahami pentingnya menjaga perdamaian dan toleransi. Sebab Rasul dengan umat-umat agama lain juga toleransi.
Dia menambahkan, semua buku-buku ajar di MI, MTs, dan MA berorientasi pada penguatan karakter, ideologi Pancasila, dan anti korupsi. Paling utama mengajarkan Islam wasathiyah.
"Jadi kita ini menyiapkan generasi yang akan datang generasi yang betul-betul bisa menjaga perdamaian, persatuan dan toleransi demi keutuhan NKRI dan kejayaan Islam di Indonesia," jelasnya.
Umar mengingatkan, di Indonesia khilafah ditolak, maka tidak mungkin mengajarkan materi yang konteksnya membangun khilafah yang bertentangan dengan Indonesia.
"Apakah kemudian pemerintahan Islam (khilafah) enggak diajarkan? Ya tentu nanti ada porsi (pelajaran tentang) membangun peradaban dan pemerintahan, tapi yang sesuai dengan negara kita Indonesia," jelasnya.
Menurut dia, anak-anak diajari bagaimana pandangan Islam terhadap membangun negara dan pemerintahan. Jadi perspektifnya beda dengan khilafah yang dimaksud oleh pihak-pihak yang ingin mendirikan khilafah di negara Pancasila.
Dia menegaskan, pihaknya tidak akan menghilangkan fakta-fakta sejarah Islam. "Tapi pendekatan dan metodologinya yang kita ubah, supaya anak-anak enggak sampai lupa sejarah, dan enggak boleh melupakan sejarah," jelasnya.
Kemenag ingin memberikan bekal kepada para siswa supaya melek informasi tentang negara. Supaya anak-anak tahu membela negara ini hukumnya fardu ain. Tapi membela yang mengedepankan asas pemerintahan yang Pancasila, meneguhkan NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.
Sumber: republika.co.id 7/12/2019
https://m.republika.co.id/amp/q24zqh320?__twitter_impression=true
0 Komentar