Pertanyaan ini selalu berulang. Setelah ada jawaban, sering kali masih tidak puas. Mereka bertanya, “mana dalilnya?”. Bagi yang mengatakan boleh, karena menganggap tidak ada dalil yang mengharamkannya. Lantas apa yang disebut dengan dalil? Bagaimana memahami hukum dari dalil? Jangan-jangan penanya tidak paham pertanyaan dasar tersebut. Bisa jadi ia mengira nash itu selalu dapat dipahami secara manthuq atau secara tekstual menyatakan keharaman, dst. Padahal nash dapat dipahami juga secara mafhum bahkan ma’qul.
Jawaban atas pernyataan tersebut adalah haram bagi wanita bekerja dimana dalam pekerjaan tersebut dieksploitasi aspek kewanitaan atau feminitasnya, bukan aspek usaha atau tenaganya.
Dalam kutaib Ahkam al-Usrah fi al-Islam wa Dauruha fi al-Hufazh 'ala al-Siyaj al-Ijtima'i li al-Mujtama'at yang merujuk kitab Muqaddimah al-Dustur Bab al-Nizham al-Ijtima’i disebutkan qaidah sbb:
يمنع كل من الرجل والمرأة من مباشرة أي عمل فيه خطر على الأخلاق، أو فساد في المجتمع
Artinya: Setiap dari pria dan wanita dilarang untuk melakukan pekerjaan manapun yang di dalamnya ada suatu yang membahayakan akhlaq (which could undermine the morals) atau kerusakan masyarakat (causes corruption in the society).
Adapun dalil akan hal itu adalah sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
روي عن رافع بن رفاعة قال: «وَنَهَانَا عَنْ كَسْبِ الأَمَةِ إِلاَّ مَا عَمِلَتْ بِيَدِهَا وَقَالَ هَكَذَا بِأَصَابِعِهِ نَحْوَ الْخبْزِ وَالْغَزْلِ وَالنفْشِ» أخرجه أحمد وصححه والحاكم
Artinya: Diriwayatkan dari Rafi’ bin Rifa’ah, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan dengan kedua tangannya (except that which she did with her hands). Beliau bersabda, “begini (dia kerjakan) dengan jari-jemarinya seperti membuat roti, menenun dan mengurai wol (bread-making, sewing, and inscribing).” (HR. Ahmad dan al-Hakim menetapkan keshahihannya).”
Selanjutnya penulis kitab memberikan penjelasan sbb:
أي تمنع المرأة من كل عمل يقصد منه استغلال أنوثتها، وتباح لها باقي الأعمال. وهذا يفهم من الحديث من قوله: "إِلاَّ مَا عَمِلَتْ بِيَدِهَا"، أي مما يقصد منه استغلال جهدها، ومفـهومه منع استغلال أنوثتها. على أن القاعدة الشرعية (الوسيلة إلى الحرام محرمة) تمنع كل عمل يوصل إلى الحرام حتى ولو بغلبة الظن. والقاعدة الشرعية (الشيء المباح إذا أدى فرد من أفراده إلى ضرر يمنع ذلك الفرد وحده ويبقى الشيء مباحاً)، فهي تمنع كل شخص رجلاً كان أو امرأة من الاشتغال في عمل مباح للرجال والنساء إذا كان هذا الشخص بعينه يوصل اشتغاله في العمل إلى ضرر له، أو ضرر للأمة، أو ضرر للمجتمع أياً كان نوع هذا الضرر.
Artinya: Seorang wanita dilarang dari melakukan pekerjaan apapun yang dimaksudkan dari perkerjaan tersebut unsur eksploitasi aspek kewanitaan/feminitasnya (استغلال أنوثتها/ advantage of her femininity), dan boleh baginya melakukan pekerjaan lainnya. Hal ini dapat dipahami dari kalimat dalam hadits: "إِلاَّ مَا عَمِلَتْ بِيَدِهَا / except that which she did with her hands", yang artinya pemanfaatan (eksploitasi) atas usaha (intended to benefit from her efforts). Dengan demikian dapat dipahami bahwa ini merupakan larangan memanfaatkan feminitas perempuan (the prohibition of taking advantage of her femininity).
Demikian juga didasarkan pada kaidah syari’ah (Shari'ah principle):
الوسيلة إلى الحرام محرمة
“Perantara yang mengantarkan kepada keharaman adalah haram (the means to something forbidden is also forbidden)”
Berdasarkan kaidah tersebut, dapat dipahami larangan untuk melakukan setiap pekerjaan yang akan mengantarkan pada keharaman (prohibits any work that could lead to anything forbidden), meski itu bersifat dugaan kuat.
Juga kaidah syari’ah (Shari'ah principle):
الشيء المباح إذا أدى فرد من أفراده إلى ضرر يمنع ذلك الفرد وحده ويبقى الشيء مباحاً
“Suatu yang mubah ketika satu bagian dari perkara-perkara tersebut mengantarkan kepada dharar/bahaya (If one type of a permitted thing leads to harm), maka bagian itu saja yang terlarang, sedangkan bagian lainnya tetap mubah”
Berdasarkan kaidah ini juga dapat disimpulkan terkait larangan bagi setiap indiv
idu baik pria maupun wanita melakukan pekerjaan yang awalnya mubah (baik bagi pria maupu wanita), ketika seorang individu ini melakukan perkajaan yang dapat membahayakan bagi dirinya, bagi umat, atau bagi masyarakat, apapun jenis bahaya yang terjadi.
Catatan akhir
Hukum tersebut di atas bukan hanya berlaku untuk wanita, tetapi juga bagi pria, yakni seperti melakukan pekerjaan yang mengeksploitasi unsur maskulinitas secara erotis.
Hal ini harus menjadi perhatian para muslimah, desainer busana muslimah, perias pengantin, redaksi majalah, pemilik perusahaan iklan, dll. Jika perkara ini luput, maka akan menimbulkan dharar dalam interaksi pria dan wanita di tengah masyarakat. Fakta menunjukkan bahwa pekerjaan seperti model, front office, pramugari, sales promotion girl, senantiasa disyaratkan fisik-fisik tertentu bagi para wanita. Misalnya tinggi badan, bentuk tubuh, warna kulit, kecantikan, dsb. Penampilan tersebut akan menjadi daya tarik bagi pengunjung, pembeli atau pembaca. Inilah bentuk eksploitasi sisi feminitas atau kewanitaan muslimah yang diharamkan oleh syara’.
Oleh Ustadz Yuana Ryan Tresna
Mudir Ma'had Khadimus Sunnah Bandung
Sumber artikel: yuanaryantresna.id
0 Komentar