Pemerhati perempuan dan anak, Aminatun Habibah prihatin banyaknya aksi seksual harassment atau pelecehan terhadap perempuan dan anak yang masih terjadi di kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Seperti yang baru-baru ini terjadi di Desa Bangeran Kecamatan Dukun. Seorang perempuan di bawah umur yang masih duduk di kelas akhir sekolah menengah pertama menjadi korban pelecehan seksual.
Kejadian tersebut pun dilaporkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satreskrim Polres Gresik. Orang tua korban tak terima karena anaknya dibawa kabur oleh seorang pemuda hingga berhari-hari.
Neng Min -panggilan akrab Aminatun Habibah memgaku prihatin terkait kasus tersebut. Apalagi, belum ada tindakan apapun dari pemerintah daerah terkait penanganan korban.
“Seharusnya ada tindakan serius. Tidak hanya didatangi saja. Harus ada tindakan selanjutnya bagaimana. Pemerintah harus juga memikirkan bagaimana pendidikannya dan masa depannya juga. Harus ada program jangka panjang,” katanya. (http://www.kabargresik.com/terkait-kekerasan-perempuan-dan-anak-pemkab-gresik-tak-punya-solusi-preventif/, 21/7/2020).
Maraknya kasus pelecehan seksual disebabkan beberapa hal:
Pertama, lemahnya kontrol orang tua terhadap perilaku anak. Orang tua terkadang tak menyadari terjadinya perubahan perilaku pada anak. Hal ini salah satunya disebabkan tidak terjalinnya komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak. Sehingga si anak terkadang tak langsung atau tak berani mengungkapkan apa yang telah terjadi padanya. Walhasil ketika terjadi pelecehan seksual tak langsung terkuak.
Kedua, minimnya pengetahuan anak terkait hal-hal yang tidak boleh dilakukan orang lain terhadapnya terutama yang berkaitan dengan perilaku pelecehan seksual. Kadang si anak masih belum memahami area tubuh mana saja yang boleh disentuh orang lain dan mana yang tak boleh. Sehingga hal ini sering dimanfaatkan orang-orang bermental rusak melakukan pelecehan seksual dengan dalih "memberi kasih sayang" terhadap korban.
Ketiga, masifnya budaya liberal di masyarakat yang terlalu sulit dibendung. Tayangan-tayangan di media(iklan, film, infotainment dan sebagainya) yang begitu vulgar terbiasa dikonsumsi masyarakat tanpa ada batasan. Sehingga hal ini dicontoh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Keempat, ringannya sanksi hukum bagi pelaku. Berdasarkan pasal 289 KUHP sanksi bagi pelaku pelecehan seksual adalah penjara paling lama sembilan tahun, sedangkan dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU PA) Pasal 82 menyatakan bahwa dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00. Hal ini tentunya tak cukup memberi efek jera bagi pelaku. Sedangkan bagi korban membutuhkan waktu bertahun-tahun bahkan kadang hingga seumur hidup untuk merehabilitasi mental dan traumatis.
Kelima, tidak diterapkannya aturan interaksi antara laki-laki dan perempuan di masyarakat. Kebebasan interaksi laki-laki dan perempuan tanpa aturan akan memicu perilaku kriminal termasuk pelecehan seksual.
Bagaimana Islam menyelesaikan maraknya kasus pelecehan seksual terhadap anak?
Pertama, Islam melalui sebuah institusi akan memberikan edukasi terbaik terkait pengasuhan dan penyiapan bagaimana menjadi orang tua melalui kurikulum di berbagai jenjang sekolah. Sehingga ketika berstatus sebagai orang tua, sudah cukup ilmu tentang pengasuhan anak hingga menjalin komunikasi efektif dengan anak.
Kedua, orang tua dan sekolah seharusnya mengedukasi anak terkait batasan aurat dan hukum syara' bagaimana menutup aurat serta menjaga diri dari pelecehan seksual. Sehingga anak memahami bagian tubuh mana saja yang tak boleh diperlihatkan pada orang lain apalagi disentuh. Hal ini akan mencegah pelecehan seksual karena tidak adanya perbuatan yang mengundang seseorang untuk melakukan pelecehan seksual.
Ketiga, negara wajib membatasi media yang bebas diakses masyarakat melalui undang-undang. Misalnya terkait tayangan yang menyuguhkan pornografi dan pornoaksi. Hal ini bisa dilakukan negara dengan memblokir atau memberi sanksi yang tegas bagi media yang melanggar.
Keempat, hukuman penjara ataupun denda bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak amatlah ringan. Syariat Islam akan memberikan hukuman takzir berupa cambuk yang jumlahnya ditentukan oleh Kholifah. Hukum Islam terbukti mampu memberi efek jera bagi pelaku dan mencegah manusia lainnya untuk melakukan kejahatan yang sama. Hukuman ini tak bisa dilaksanakan tanpa institusi yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dalam kehidupan.
Aturan Islam yang lengkap dan bersumber dari Allah SWT sang pengatur kehidupan terbukti mampu memberikan solusi tuntas terhadap apapun permasalahan manusia di muka bumi.[]
Oleh: Nanik Farida Priatmaja
0 Komentar