Berbeda dengan kota lain di Britania Raya yang umumnya berlogo salib, dua kota di Irlandia utara mulai dari lambang kota hingga klub sepak bolanya bersimbol bulan sabit dan bintang. Kedua kota tersebut adalah Portsmouth dan Drogheda. Padahal sama seperti kota lainnya di Inggris Raya, kedua kota tersebut mayoritas penduduknya pun beragama Kristen. Tapi mengapa kedua kota tersebut mencantumkan simbol Khilafah Utsmani sebagai simbol kota mereka?
Asal usulnya bisa dilacak pada kejadian sekitar 200 tahunan lalu. Pada saat itu, tanah-tanah Irlandia yang mayoritas penduduknya beragama Katholik dimiliki oleh segelintir orang yang tinggal di Inggris. Tanah-tanah itu disewakan kepada 600 ribu penduduk Irlandia dengan biaya sewa yang sangat mahal. Hampir semua hasilnya dibawa ke Inggris. Misalnya pada tahun 1845, satu juta ton hasil pertanian dan 258 ribu ekor ternak dibawa ke Inggris.
Penduduk Irlandia yang mencapai jumlah 4 juta jiwa itu menanam kentang yang menjadi makanan pokok mereka. Pada tahun 1845 terjadi kelaparan luar biasa di Irlandia dan beberapa wilayah lain di Eropa. Peristiwa itu tertulis dalam sejarah Irlandia dengan sebutan ‘Kelaparan Kentang’. Karena terjadi setelah sepertiga hasil panen mereka rusak akibat wabah jamur. Lalu pada tahun 1846, 90 persen hasil panen mereka kembali rusak. Rakyat mengalami kelaparan karena kentang adalah makanan pokok mereka, dan puncaknya terjadi pada tahun 1847. Sekitar 1 juta orang meninggal dan 25 persen penduduknya mengungsi.
Melihat kondisi yang memprihatinkan tersebut, Khalifah Khilafah Ustmani Sultan Abdul Majid berencana untuk mengirimkan uang sebesar 10.000 poundsterling kepada para petani Irlandia. Akan tetapi, Ratu Kerajaan Inggris Raya Ratu Victoria ---entah karena merasa gengsi atau apa mendapat bantuan dari umat Muslim--- meminta Sultan untuk mengirim 1.000 poundsterling saja, sebab dia sendiri juga akan mengirim hanya 2.000 poundsterling. Maka, Sultan Abdul Majid pun mengirim 1.000 poundsterling. Namun, secara diam-diam Sultan Abdul Majid juga mengirim 5 kapal penuh makanan, obat-obatan, sepatu dan benih untuk rakyat Irlandia.
Pihak Kerajaan Inggris tidak senang, kemudian melarang kapal Khilafah Utsmani merapat di Pelabuhan Dublin serta memintanya untuk kembali ke Turki. Namun Utsmani tetap bersikukuh membantu Irlandia. Walhasil tiga kapal itu berpindah ke Pelabuhan Drogheda dan dua kapal ke Pelabuhan Portsmouth.
Portsmouth, yang terletak di tenggara Inggris, merupakan kota pelabuhan penting yang terhubung ke London. Dua frigat (kapal perang), Mir'at-ı Zafer (Cermin Kemenangan) dan Çerağ-ı Bahri (Cahaya Laut) berlabuh di Pelabuhan Portsmouth. Dalam seragam mereka yang menampilkan jaket biru tua, dengan celana panjang biru, sabuk dan pedang, para pelaut Utsmani mendarat di kota itu.
Saat itu wabah kolera juga sedang melanda Portsmouth. Epidemi tumbuh di wilayah pelabuhan, yang tidak memiliki sistem saluran pembuangan dan tempat tinggal para pekerja dermaga berdampingan dengan wilayah kumuh. Beberapa kru kapal Utsmani jatuh sakit, dan 26 di antaranya meninggal dunia. Mereka dimakamkan di bagian khusus Rumah Sakit Militer Kerajaan Haslar di Gosport, yang berada di seberang kota Portsmouth.
Kuburan tersebut dipindahkan ke Pemakaman Angkatan Laut Clayhall di tepi Danau Alver karena adanya pembangunan Rumah Sakit Zimotik pada tahun 1902. Di situlah batu nisan Utsmani yang sarat dengan bulan sabit dan bintang berdiri. Di batu nisan juga tertulis dengan ayat Al-Qur’an: "Setiap jiwa pasti merasakan kematian," juga tertulis nama dan tanggal kematian para pelaut itu. Kisah ini ada dalam sumber berbahasa Inggris dan Turki. Mustafa Bey, Komandan Mir'at-Ã Zafer, menyebutkan kejadian tersebut dalam laporan setebal 16 halaman.
Atas bantuan itu masyarakat Irlandia berterima kasih kepada Sultan Abdul Majid dan Khilafah Ustmani kemudian mengirim surat yang hingga saat ini masih tersimpan rapi di Museum Arsip Topkapi Turki. Dalam surat tersebut para pembesar dan bangsawan Irlandia menyampaikan pujian kepada Sultan, dan berharap agar tindakan Khilafah Utsmani menjadi contoh bagi negara-negara lainnya di Eropa.
Berikut isi surat tersebut:
“Kami para bangsawan, tuan-tuan dan penduduk Irlandia ingin mengekspresikan penerimaan dan terima kasih atas bantuan murah hati Sultan Turki Utsmani.
Karena bencana kelangkaan. Hal ini tidak dapat dihindari bagi kita untuk menarik bantuan dari negara-negara lain untuk diselamatkan dari ancaman abadi kematian dan kelaparan. Kemurahan hati Sultan untuk memenuhi panggilan bantuan ini menampilkan contoh untuk Eropa Serikat.
Masyarakat merasa lega dan diselamatkan dari kebinasaan melalui tindakan ini yang sangat tepat waktu.
Kami mengucapkan terima kasih atas nama mereka dan berharap bahwa Sultan Turki Utsmani dan kekuasaannya akan diselamatkan dari penderitaan yang menimpa kita.”
Selain makanan, pada tahun-tahun berikutnya, Khilafah Utsmani pun memberikan bantuan militer. Sebuah meriam Utsmani tahun 1464 yang dibuat untuk pertahanan Selat Gallipoli dapat dilihat di Fort Nelson yang menghadap ke Pelabuhan Portsmouth. Pada tahun 1868, meriam tersebut dihadiahkan kepada Irlandia.
Orang Irlandia tidak melupakan kebaikan ini. Untuk mengenangnya, kapal perang Triumph diganti namanya menjadi Sultan setelah kunjungan Sultan Abdülzaziz I pada tahun 1870 ke Irlandia. Pada tahun yang sama didirikan pula sebuah sekolah yang dikelola oleh angkatan laut Irlandia dengan nama HMS Sultan.
Mereka juga meletakkan simbol bintang dan bulan sabit pada lambang kota dan klub sepak bola Drogheda dan Portsmouth.
Meskipun Khilafah Utsmani telah runtuh pada 1924. Sekali lagi, rakyat Irlandia tidak pernah melupakan kebaikan negara yang berdasarkan Islam tersebut. Hal itu diakui pula oleh Presiden Irlandia saat itu Mary McAleese.
“Sultan Utsmani mengirimkan tiga buah kapal, yang penuh dengan bahan makanan, melalui pelabuhan-pelabuhan Irlandia di Drogheda. Bangsa Irlandia tidak pernah melupakan inisiatif kemurahan hati ini," ujarnya saat mengunjungi Turki pada Maret 2010 silam.
Ia juga menyatakan, simbol-simbol pada bendera Turki, bulan sabit dan bintang, telah menjadi simbol-simbol di negara itu . "Selain itu, kita melihat simbol-simbol Turki pada seragam tim sepak bola kita," pungkasnya.[]
Oleh: Joko Prasetyo -dari berbagai sumber
Dimuat pada rubrik KISAH Tabloid Media Umat Edisi 213 (Awal Februari 2018)
0 Komentar