Islam adalah agama damai dan mendamaikan yang berkonflik. Islam adalah agama merdeka dan memerdekaan yang terjajah. Islam adalah agama lurus dan meluruskan kehidupan yang bengkok. Islam adalah agama adil yang memberantas segala bentuk kezaliman. Kehadiran Islam dimanapun selalu disambut dengan penuh kegembiraan, sebab membawa misi mulia, bukan untuk menjajah.
Begitupun ketika Islam masuk pertama kali ke Nusantara, masyarakat nusantara dengan antusias menerima kehadiran Islam dengan penuh suka cita. Islam hadir untuk menjaga dan merawat manusia, kehidupan dan tanah air. Islam hadir untuk memberikan puncak kesejahteraan bagi rakyatnya. Inilah keistimewaan Islam dibandingkan dengan penjajah.
Islam masuk Nusantara (Indonesia) pada abad ke 7 Hijriyah, dengan berimannya orang perorang. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui selat Malaka yang menghubungkan dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad ke 7. (Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah. Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Uka Tjandrasasmita, Kedatangan dan penyebaran Islam).
Islam yang direpresentasikan oleh institusi khilafah telah hadir di Nusantara jauh sebelum Indonesia lahir. Islam mampu mempengaruhi institusi politik yang ada saat itu. Hal ini nampak pada tahun 100 H (718 M). Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Khilafah Bani Umayah meminta dikirimkan dai yang mampu menjelaskan Islam. Ada jejak kuat antara khilafah dan nusantara yang tak mungkin dihapus. (Jejak Syariah dan Khilafah di Indonesia 2007 : 2).
Isi surat Raja Sriwijaya : Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang cucunya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kabur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, namun sekedar tanda persahabatan. Saya ingin anda mengirimkan kepada saya seorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.
Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambipun dikenal dengan nama Sribuza Islam. Sayang, pada tahun 730 M, Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha. (Ayzumardi Azra mengutip dari Ibnu Abi Rabbih, Jaringan Ulama, 2005 : 27-29).
Beberapa institusi politik Islam di Nusantara, diantaranya adalah :
Kesultanan Islam Peureulak, Sumatera, berdiri 1 Muharam 225 H/12 November 839 M. Kerajaan Islam Ternate Maluku, berdiri tahun 1440 M dengan Raja Muslim Bayang Ullah, menerapkan Islam setelah menjadi Kesultanan Ternate dipimpin oleh Sultan Zainal Abidin 1486 M. Kerajaan Islam Tidore dan Bacan Maluku, banyak kepala suku Papua yang masuk Islam. Kesultanan Sambas, Pontianak, Banjar, Pasir, Bulungan, Tanjung Pura, Menpawah, Sintang dan Kutai. Samudra Pasai, Aceh Darussalam, Palembang.
Institusi politik Islam lainnya yang berdiri di Nusantara adalah sebagai berikut : Kesultanan Demak dan dilanjutkan kesultanan Jipang, kesultanan Pajang, kesultanan Mataram di Jawa. Kesultanan Banten dan Cirebon didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Di Sulawesi, Islam diterapkan dalam institusi kerajaan Gowa dan Tallo, Bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu. Di Nusa tenggara, penerapan Islam dilaksanakan dalam institusi kesultanan Bima.
Keislaman masyarakat Indonesia dengan demikian adalah jejak khilafah yang merupakan anugerah dari Allah bagi bangsa ini. Bahkan hingga sekarang masyarakat Amerika dan Eropa banyak yang antusias masuk Islam. Di Amerika dan Eropa banyak gereja yang kini beralih fungsi menjadi masjid, karena telah ditinggalkan oleh umat kristen.
Sementara penjajah kafir seperti Belanda, Portugis, Jepang datang ke Indonesia justru untuk merampok sumber daya alam Indonesia, menjadikan rakyat sebagai budak-budak romusa, menebar berbagai bentuk kezoliman, membunuh rakyat kecil yang melawan, serta melakukan berbagai kejahatan kemanusiaan yang telah tercatat sejarah di negeri ini.
Meski Belanda dan Portugis telah hengkang dari negeri ini, namun warisan undang-undangnya masih bercokol di negeri ini. Bahkan, kini Amerika dan China melancarkan penjajahan gaya baru yang telah menjadikan negeri ini terjerat hurang ribuan triliun berbunga haram. Penjajah gaya baru ini telah berhasil merampok sumber daya alam milik rakyat dengan dalih undang-undang dan privatisasi.
Jejak penjajah begitu nyata di negeri ini, saat ini. Para penguasa dari masa ke masa hanya menjadi jongos penjajah demi mendapatkan sebongkah nasi basi. Penguasa dari masa ke masa hanya berdiri sebagai pengkhianat rakyat dengan memberikan karpet merah bagi para penjajah kapitalis.
Sementara jejak khilafah yang justru berkontribusi memerdekakan negeri ini kini berusaka dikuburkan dan dikaburkan. Perjuangan umat Islam untuk kembali mewujudkan kemerdekaan justru dituduh sebagai kaum radikal dan fundamentalis. Persis yang dilakukan oleh para penjajah zaman dulu yang menuduh para ulama pejuang kemerdekaan sebagai kaum ekstrimis.
Jika dahulu ada para pengkhianat yang mendapatkan uang dari penjajah, maka kini pengkhianat itu bertambah banyak. Mereka tak segan-segan mendapatkan uang proyek deradikalisasi dari penjajah kafir untuk menghadang kebangkitan umat Islam di negeri ini. Dengan framing dan narasi radikalisme, intoleransi, anti NKRI, anti Pancasila, fundamentalisme dan terorisme, maka para pengkhianat itu mendapatkan uang dari musuh-musuh Allah. Para pengkhianat itu tak ubahnya seperti anjing yang rela makan tulang saudaranya sendiri.
Saatnya kita kubur jejak penjajah di negeri ini dan kembali kita ukir jejak khilafah demi mencapai kemerdekaan hakiki negeri ini. Islam datang membawa misi kemerdekaan, sementara penjajah membawa misi keterjajahan, mau pilih mana ?.[]
Oleh: Dr. Ahmad Sastra, M. M.
Sumber artikel: ahmadsastra.com
0 Komentar