Soal:
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu
Saya ingin bertanya tentang hukum berpartisipasi dalam pengawasan pemilu parlemen beserta dalilnya. Semoga Allah melimpahkan keberkahan kepada Anda.
Penjelasan pertanyaan: tabiat aktifitasnya tidak memiliki hubungan dengan kemenangan atau perkara-perkara pengorganisasian pemilu. Tabiat aktifitasnya adalah berita atau pendataan statistika pemilu.
Jawab:
Anda tahu bahwa pemilu parlemen yang diadakan saat ini adalah tidak boleh secara syar’iy sebab diadakan sesuai sistem yang eksis, baik apakah pemilu presiden atau pemilu parlemen. Itu merupakan pemilu legislatif untuk negara yang tidak berhukum dengan syara’.
Oleh karena itu, berpartisipasi di dalamnya atau membantu pelaksanaannya atau kampanye untuk mendorong penerimaan terhadapnya atau mendukungnya atau semacam itu adalah tidak boleh.
Adapun jika aktifitas Anda tidak ada hubungannya dengan perkara-perkara ini “partisipasi, pelaksanaan, mendorong dan mendukung” seperti yang Anda sebutkan di pertanyaan Anda, yakni aktifitas “statistika suara”, dan saya ulangi bukan keempat perkara tersebut (partisipasi, pelaksanaan, mendorong dan mendukung), tetapi hanya seperti aspek perhitungan, yakni “statistika jumlah suara” maka saya tidak memandangnya masuk di dalam pengharaman.
Tetapi pertanyaannya sekarang adalah: apakah Anda menjamin aktifitas perhitungan tersebut tidak bercampur dengan salah satu dari keempat perkara tersebut? Di atas segalanya, jika Anda menjamin hal itu maka tidak tercakup dalam pengharaman. Tetapi lebih utama tidak dilakukan sehingga tidak digunakan oleh pengusung sistem-sistem ini dalam keterangan mendorong para pegawai terhadap aktifitas pemilu.
Para shahabat Rasul saw dahulu menjauhi banyak pintu-pintu kemubahan karena khawatir mendekat ke yang haram. Telah shahih dari Rasulullah saw bahwa Beliau saw bersabda:
«Ù„َا ÙŠَبْÙ„ُغُ العَبْدُ Ø£َÙ†ْ ÙŠَÙƒُونَ Ù…ِÙ†َ المُتَّÙ‚ِينَ ØَتَّÙ‰ ÙŠَدَعَ Ù…َا Ù„َا بَØ£ْسَ بِÙ‡ِ ØَØ°َراً Ù„ِÙ…َا بِÙ‡ِ البَØ£ْسُ»، أخرجه الترمذي وقال Ù‡َØ°َا Øَدِيثٌ ØَسَÙ†ٌ
“Seorang hamba tidak mencapai derajat muttaqin sampai dia meninggalkan apa yang tidak bermasalah karena menghindari apa yang bermasalah” (HR at-Tirmidzi dan ia berkata: ini merupakan hadits hasan).
Ini yang saya pandang dalam masalah ini, wallâh a’lam wa ahkam.
Oleh: Syaikh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah
30 Jumada al-Akhirah 1442 H
12 Februari 2021 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/73433.html
https://www.facebook.com/HT.AtaabuAlrashtah/posts/2860752574170748?_rdc=1&_rdr
0 Komentar