Merindukan Sosok Pemimpin Sejati


Islam memandang masalah kepemimpinan menjadi urusan yang sangat penting. Karena, dari sinilah musibah dan berkah itu terjadi. Syaikhul Islam menjelaskan dalam karyanya As Siyasah Asy Syar’iyah tentang kriteria pemimpin yang baik.

Beliau menjelaskan, “Selayaknya untuk diketahui siapakah orang yang paling layak untuk posisi setiap jabatan. Karena kepemimpinan yang ideal itu memiliki dua sifat dasar: kuat (mampu) dan amanah". Mengemban amanah kepemimpinan sangatlah berat dan memerlukan contoh teladan yang baik dari sang pemimpin, tak pula sekadar blusukan demi pencitraan semata.

Pemimpin yang kuat adalah mereka yang mandiri dan  tidak tersandera kepentingan dari pihak manapun apakah dari partai, golongan ataupun kepentingan asing dan aseng. Kepemimpinan kuat adalah sikap berani melawan kezaliman dan menerapkan syariat Islam yang datang dari Allah SWT. 

Namun sayang, untuk mendapatkan model pemimpin yang sejati dalam sistem demokrasi adalah bak mimpi di siang bolong. Bagaimana tidak? Pemimpin dalam sistem demokrasi senantiasa menjalankan pemerintahan berdasarkan hukum buatan manusia dan cenderung kepada hawa nafsunya. Serta meninggalkan aturan Allah SWT. yang tertulis di dalam alquran dan as-sunnah. 

Alih-alih memperhatikan akidah umat Islam. Sistem ini justru meracuni dan mengisi setiap relung jiwa dan pemikiran umat dengan pemikiran sekularisme dan kapitalisme. Sistem ini menjadikan manusia memandang bahwa kebahagiaan akan tercapai di saat mereka mendapatkan materi sebanyak-banyaknya. Sistem ini juga telah menjadikan umat lupa dengan jati diri mereka sebagai khuntum khairu ummah (umat terbaik). 


Sosok Pemimpin Sejati

Seorang pemimpin wajib memberikan contoh teladan yang terbaik bagi rakyatnya. Dalam buku The Great Leader of Umar Bin Khattab, kisah kehidupan dan kepemimpinan khalifah kedua diceritakan bahwa pada tahun 18 H, orang-orang di jazirah Arab tertimpa kelaparan hebat dan kemarau panjang. Sehingga binatang-binatang buas mendatangi manusia, binatang-binatang ternak mati kelaparan. Tahun itu disebut sebagai tahun kelabu. 

Khalifah Umar adalah sosok kepala negara yang sangat peka perasaannya terhadap penderitaan rakyat. Beliau segera mengambil langkah-langkah penyelesaian yang cepat dan komprehensif. 

Hal pertama adalah menjadi teladan terbaik bagi rakyatnya. Beliau mengambil langkah untuk tidak bergaya hidup mewah, makanan beliau seadanya bahkan kadar yang sama dengan kadar yang paling miskin atau bahkan lebih rendah lagi. Khalifah Umar tidak hanya memberlakukan aturan dan teladan tersebut bagi dirinya sendiri. Beliau juga memberlakukan hal itu kepada keluarganya. Mereka juga harus lebih menderita dari derita yang dirasakan oleh rakyat.

Dalam kitab Al-Bidayah wa an-Nihayah disebutkan bahwa pada masa paceklik dan banyak rakyat kesulitan, Khalifah Umar ra. rela hanya makan roti kering yang dilumuri minyak hingga kulitnya berubah menjadi hitam. Saat itu beliau pernah berkata, “Akulah sejelek-jelek kepala negara jika aku kenyang, sementara rakyatku kelaparan.”

Begitu besar tanggung jawab Khalifah Umar ra kepada rakyatnya, beliau pun pernah berkata, “Jika ada seekor unta mati karena disia-siakan, tidak terurus, aku takut Allah memintai pertangungjawabanku atas hal itu.” (Ibnu Saad, Ath-Thabaqat, 3/305; Ibnu Abi Syaibah, Al- Mushannaf, 7/99)

Beliau selalu istiqamah mendirikan shalat, selalu beristighfar, selalu gigih memenuhi kebutuhan makan kaum Muslim. “Kalau aku banyak istirahat pada siang hari, berarti aku menelantarkan rakyatku. Jika aku banyak tidur pada malam hari, berarti aku menyia-nyiakan diriku sendiri (tidak shalat malam).” (Ahmad bin Hanbal, Az-Zuhd, hlm. 152)

Rasa tanggung jawabnya atas pemerintahan di hadapan Allah lah yang membuatnya mampu mengatasi berbagai kesulitan-kesulitan diri. Beliau menaruh semua beban rakyat di pundaknya sehingga menyebabkan karakter kerasnya menjadi begitu indah. 

Dari Abdullah bin Abbas ra. Kata Ibnu Abbas, “Setiap kali usai shalat, Khalifah Umar senantiasa duduk bersama rakyatnya. Siapa saja yang mengadukan suatu keperluan, ia segera meneliti keadaannya. Ia terbiasa duduk sehabis shalat subuh hingga matahari mulai naik, memperhatikan keperluan rakyatnya. Setelah itu baru ia kembali ke rumah.” (Ibnu Saad, Ath-Thabaqat, 3/288; Tarikh ath-Thabari, 2/565)

Beliau menjadi orang yang pertama merasakan penderitaan rakyatnya secara langsung dengan berperilaku dan mengkonsumsi makanan dan minuman seperti yang dialami oleh rakyatnya. Beliau juga memerintahkan kepada keluarganya agar bersikap yang sama. Beliau sangat sungguh-sungguh dijalankannya bukan semata-mata basa-basi politik.

Dengan sikap seperti itu Umar tahu betul bagaimana sengsaranya beban yang diderita oleh rakyatnya. Dengan itu pula beliau bersungguh-sungguh memeras otak dan membanting tulang mencari solusi yang tepat lagi cepat dalam mengatasi krisis yang ada. Adakah rezim-rezim di dunia hari ini bersikap seperti ini saat ada krisis? Wajar jika tidak ada.  Karena mereka tidak menjalankan perintah syariat Islam sebagaimana khalifah Islam menjalani itu semua. Karena hanya melandaskan diri pada tuntunan syariat Islam.[]

Oleh: Nabila Zidane
(Forum Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban)

Posting Komentar

0 Komentar