Ramadhan di depan mata. Segenap Muslim di penjuru dunia menyambutnya dengan suka cita. Demikian pula seluruh Muslim yang ada di Indonesia. Berbagai persiapan pun dilakukan. Mulai menu sehat untuk berbuka dan sahur. Hingga target amalan yaumiyah/harian yang akan ditunaikan. Semuanya disiapkan untuk menyambut tamu agung yang mulia, syahru shiyam.
Demikian pula KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), turut mendukung agar suasana ramadhan tahun ini dapat mengantarkan Muslim di Indonesia meraih derajat takwa. Sebagaimana tujuan pelaksanaan perintah kefardhuan berpuasa. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 183 yang artinya "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa".
Dalam surat edaran yang diputuskan pada rapat pleno tanggal 16 Maret 2021, KPI melarang televisi menampilkan adegan berpelukan hingga adegan yang mengandung unsur lesby, gay, biseksual dan transgender (LGBT). Tujuannya agar puasa lebih khusyuk (tirto.id, 20/03/2021).
Selain itu, lembaga penyiaran dilarang mengeksploitasi konflik dan atau privasi seseorang, bincang-bincang seks, serta muatan yang bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan.
"Tidak menampilkan pengisi acara yang berpotensi menimbulkan mudharat atau keburukan bagi khalayak kecuali ditampilkan sebagai orang yang menemukan kebaikan hidup, insaf atau tobat," lanjut aturan tersebut.
Menilik berbagai aturan yang disampaikan oleh KPI melalui surat edaran tersebut, kita sebagai seorang Muslim tentu menyambutnya dengan suka ria. Pasalnya, tontonan yang akan disuguhkan oleh lembaga penyiaran, harapannya jauh dari konten pornografi dan pornoaksi. Terlebih, jauh dari konten yang bertentangan dengan aturan-aturan di dalam Islam dan jauh dari konten yang akan menjerumuskan kepada kemaksiatan.
Hanya saja, aturan dalam edaran KPI ini seharusnya tidak hanya berlaku di bulan Ramadhan saja. Sebab, ketakwaan dan kekhusyukan beribadah bukan hanya kita butuhkan di bulan Ramadhan semata. Akan tetapi, harapannya terus berlanjut di sebelas bulan berikutnya dan seterusnya.
Media informasi yang jauh dari nilai-nilai maksiat, sejatinya akan membawa dampak positif bagi kehidupan masyarakat. Media informasi yang menjauhkan konten yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, sejatinya akan mendukung terciptanya ketakwaan individu, masyarakat, bahkan ketakwaan negara.
Di dalam Islam, penjagaan suasana kehidupan yang penuh dengan ketakwaan, tidak cukup dilakukan oleh lembaga independen seperti KPI. Tetapi, penjagaan suasana kehidupan yang penuh dengan ketakwaan akan dilakukan langsung oleh negara. Negara dengan kekuatannya, akan melindungi keimanan dan ketakwaan individu dan masyarakat. Selain mengatur arus informasi agar tidak bertentangan dengan aturan-aturan Islam, negara juga akan senantiasa memberikan pembinaan-pembinan keislaman, bukan hanya di Ramadhan saja.
Selain itu, pembinaan ketakwaan masyarakat juga terintegrasi dalam sistem pendidikan. Pendidikan berbasis akidah islam akan diberikan kepada anak-anak di tingkat dasar dan menengah, hingga pendidikan tinggi. Dengan demikian, sejak kecil anak-anak sudah menguasai tsaqafah Islam dan terbiasa hidup dengan aturan Islam.
Dengan penjagaan dari negara yang sifatnya komprehensif inilah akan terwujud tatanan masyarakat yang beriman dan bertakwa sepanjang masa, bukan hanya di Ramadhan saja. Wallahu a'lam bishshawab.[]
Oleh: Lilik Mutrofin, M.Pd.
(Komunitas Pena Ideologis Mojokerto)
0 Komentar