Menteri agama Yaqut Cholil Qoumas mempertanyakan polemik terkait doa dari semua agama yang diakui Indonesia untuk dibacakan ketika akan memulai suatu acara. Dia mengaku bingung ketika inisiatif pembacaan doa dari semua agama justru dipertanyakan. "Jadi salahnya doa ini apa sih. Orang disuruh doa kok ribut, salahnya doa ini apa? Ini pertanyaan saya, saya boleh dong nanya. Salah doanya apa, kan tak ada salahnya," kata Yaqut saat menggelar rapat dengan DPR Komisi VIII (cnnindonesia.com, 8/4/21).
Hal ini diungkap Yaqut sekaligus menanggapi pernyataan dan pertanyaan Anggota DPR Fraksi Partai Gerindra Jeffry Romdoni. Sebelumnya, Jeffry mengusulkan agar Yaqut mengkaji dulu sebelum menyampaikan ide tersebut. Jeffry menganggap penting melihat dampak dan respons terkait kebijakan dan langkah yang diambil Yaqut ini. Meski memang tak ada salahnya lantaran kementerian yang dipimpin Yaqut tak hanya tentang agama Islam saja tetapi semua agama yang diakui Indonesia. "Kalau memang doa dibacakan dalam satu agama saya rasa mungkin ini lebih bijak, kalau misalnya tinggal disebutkan yang beragama lain harap menyesuaikan sesuai dengan ajarannya masing-masing," kata Jeffry di sela-sela rapat. Yaqut mengatakan pemikiran doa semua agama itu muncul saat dirinya tengah menggelar rapat kerja di Kementerian Agama yang dihadiri oleh berbagai pemeluk agama (cnnindonesia.com, 8/4/21).
Yaqut mengatakan kala itu ada pembahasan, ketika seseorang dekat dengan Tuhan maka orang tersebut akan menjauhi perilaku koruptif dan tak bermoral lainnya. Namun kata dia, saat itu yang dibacakan hanya doa agama Islam sementara doa agama lain justru tidak dibacakan. "Nah saya berpikir gini, masa sih yang disuruh menjauhi korupsi cuma Muslim saja. Sementara ada pegawai bukan Muslim, jadi kita harus dorong juga teman-teman yang Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu berdoa agar mereka ingat Tuhannya," kata Yaqut.
Pernyataan yang disampaikan oleh pak kemenag Yaqut Cholil Qoumas tersebut menuai banyak pertanyaan serta keanehan sebab memang betul agar menghindari adanya perilaku menyimpang seperti koruptor dekat dengan Tuhan. Namun, perlu diingat kembali bahwa doa merupakan hal yang sangat kontras dengan kejiwaan atau perasaan, pemikiran dan peraturan. Jadi tidak bisa dicampuradukkan seperti ini, ini merupakan hal yang tak wajar.
Sebab di Indonesia pun mayoritas beragama Islam walaupun dengan beranekaragam madzhab, ormas serta harokah-harokah yang bermacam-macam, harus diingat kembali Islam agama yang sempurna dan benar bukan paling benar. Toleransi yang diajarkan bukan kita masuk dan ikut serta mengikuti cara mereka berdoa misalnya, ini kesalahan besar.
Bukankah hanya agama Islam yang diridhoi oleh Allah SWT bukan yang lain, walaupun harus mengetahui dulu dia kafir dzimmi, harbi atau bukan agar tidak timbul dalam hati mereka kebencian akan Islam itu sendiri. Karena Allah SWT tidak melihat dari ras, suku dan kulit manusia akan tetapi yang membedakan adalah ketakwaannya lalu bagi yang non Muslim tunduk patuhnya pada hukum buatan Allah SWT.
Dalam surah al-baqarah ayat 42 Allah SWT berfirman:
ÙˆَÙ„َا تَÙ„ْبِسُوا الْØَÙ‚َّ بِالْبَاطِÙ„ِ ÙˆَتَÙƒْتُÙ…ُوا الْØَÙ‚َّ ÙˆَاَÙ†ْتُÙ…ْ تَعْÙ„َÙ…ُÙˆْÙ†َ
Artinya: “Dan janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.” (Al-baqaroh:42).
Jadi jelas kita tidak boleh mencampuradukkan antara kebatilan dan kebenaran karena yang haq itu haq dan yang batil itu adalah batil, maka tidak ada keraguan dalam Al-Qur’an. Butuhnya rakyat akan sebuah solusi hakiki bukan sekedar mengganti orangnya dan terus berjuang untuk sistem kufur ini, yaitu demokrasi yang tak kunjung memberi solusi yang tepat dan benar.
Oleh sebab itu, dalam Islam seorang khalifah akan mengarahkan agar rakyatnya tidak tersesat dalam kegelapan, ibaratnya khalifah itu perisai. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya al-imam (khalifah itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan kekuasaannya.” (HR Al-bukhari, Muslim, An-nasa’i, Abu dawud, Ahmad).
Karenanya kekuasaan itu bukan soal di dunia saja namun akhirat juga. Semua akan dipertanggung jawabkan diperadilan Allah SWT di akhirat kelak, tidak ada yang bisa menolong kecuali amal perbuatan dan ridha Allah SWT. Intinya, perlu untuk kita meninggalkan sistem kufur ini dan kembali pada hukum-Nya secara kaffah agar tak tersesat oleh ide bebas ini yang mengarah pada moderasi terhadap agama Islam yang menggerus akidah umat Islam.
Back to Islam kaffah dan kembali kepada identitas sebagai Muslim sejati serta memperjuangkannya supaya tegak kembali sistem khilafah di muka bumi ini agar berkah, aman, menjadi umat terbaik yang menghadirkan kembali baldatun thoyyibatun warobbun ghofur sehingga umat tak lagi terancam akidah, pemikiran dan perasaannya juga tidak termakan propaganda yang menjauhkan umat dari hal-hal yang dapat mendangkalkan pengetahuan umat Islam tentang Islam yang haq. []
Oleh: Yafi’ah Nurul Salsabila
(Alumni IPRIJA Dan Aktivis Dakwah)
0 Komentar