Dunia memandang perempuan berbeda-beda dalam sejarahnya. Kaum Yunani memandang perempuan lahir di bumi untuk menjadi objek seksual kaum pria. Sedangkan dalam tradisi Sati di India, apabila suami meninggal dunia maka istrinya membunuh dirinya sendiri untuk pengabdian kepada suami. Kemudian tradisi orang Arab jahiliyah, setiap anak perempuan lahir wajib dibunuh atau dikubur hidup-hidup. Sehingga muncullah perjuangan perempuan menuntut haknya dan kesetaraan dengan kaum pria yang dikenal dengan feminisme, gerakan ini muncul mulai abad ke-17. Namun kata feminist pertama kali ditemukan pada awal abad ke-19 oleh seorang sosialis Perancis Charles Fourier yang pemikirannya tentang transformasi perempuan mempengaruhi banyak perempuan. Sebelumnya sudah muncul gerakan perempuan menuntut hak dan kesetaraan dengan laki-laki yang memakai istilah womanism atau the woman movement.
Apakah upaya perjuangan feminisme (penyetaraan gender) menjadi solusi kebahagiaan bagi kaum perempuan atau justru merupakan penjajahan berganti muka?
Faktanya yang terjadi, justru banyak perempuan yang terkena kasus pelecehan dan kekerasan seksual baik di rumah, tempat kerja, atau tempat umum sekali pun.
Kasus ini meningkat setiap harinya, baik pemerkosaan, eksploitasi wanita, hingga akhirnya tak sedikit korban broken home, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), bahkan perceraian rumah tangga. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), sejak 1 Januari hingga 16 Maret 2021, mencatat terdapat 426 kasus kekerasan seksual dari total 1.008 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak (kompas.com, 19/3/21).
Berbeda dengan Islam memandang perempuan. Perempuan adalah kehormatan yang harus dijaga dan dimuliakan, seperti yang ditegaskan oleh Rasulullah Saw dalam hadis yang berasal dari pertanyaan seorang sahabat: "Ya Rasulullah, siapakah orang yang harus aku hormati di dunia ini." Rasul menjawab: "Ibumu." Kemudian dia bertanya lagi, "Lalu siapa?" Rasul menjawab: "Ibumu." "Kemudian lagi, ya Rasul," tanya orang itu. Rasul menjawab: "Ibumu." Lalu, laki-laki itu bertanya lagi, "Kemudian, setelah itu siapa lagi ya Rasul?" "Bapakmu," jawab Rasulullah." (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Islam tak memandang sama sekali masalah kesetaraan dan keunggulan antara keduanya. Islam menetapkan berbagai hak dan kewajiban kepada para perempuan sebagaimana Allah telah menetapkan hak dan kewajiban bagi laki-laki dan akan meminta pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan ketetapan tersebut. Islam tak membedakan taklif antara laki-laki dan perempuan dalam masalah keimanan, mengemban dakwah, shalat, puasa, zakat, haji, berakhlak mulia dan sebagainya. Semua sama dihadapan Allah yang membedakan hanya ketakwaannya.
Laki-laki dan perempuan sama-sama mencari ridha Allah SWT lewat taklif yang Allah berikan sesuai dengan fitrah masing-masing bukan berkompetisi antar gender tetapi berkolaborasi. Bukan perempuan keluar rumah mencari nafkah hingga larut malam, atau lelaki menjadi bapak rumah tangga. Namun antara laki-laki dan perempuan menjalankan tugas sesuai fitrah masing-masing.
Jadi, tak ada satu pun sistem yang begitu mulia melindungi perempuan bak mutiara, memperlakukan bak putri raja, dan memberi posisi yang sama penting dengan kaum pria, kecuali Islam jawabannya.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
اَفَحُكْمَ الْجَـاهِلِيَّةِ يَـبْغُوْنَ ۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّـقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?"
(TQS. Al-Ma'idah Ayat 50)
Wallahu a'lam. []
Oleh: Sahna Salfini Husyairoh, S.T
(Aktivis Muslimah)
0 Komentar