Menyedihkan, di tengah pandemi yang terus melaju, prostitusi online makin tumbuh subur, ibarat jamur di musim hujan. Kasus ini pun turut melibatkan seorang artis Cynthiara Alona yang dikabarkan sebagai pemiliki hotel tempat praktik prostitusi dilakukan. Tentu kejadian ini mengundang kemarahan dan penolakan warga atas adanya praktik perzinahan di tengah-tengah mereka. Namun, apakah suara warga yang menolak prostitusi online tersebut mampu menghapus praktik prostitusi secara menyeluruh sampai keakarnya?
Dilansir dari cnnindonesia.com, ada 15 orang anak di bawah umur diamankan polisi saat penggrebekan hotel milik artis Cynthiara Alona yang dijadikan sebagai lokasi prostitusi online. Belasan anak itu pun kemudian dititipkan ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani di bawah naungan Kementrian Sosial.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus, menyampaikan bahwa pada saat pengrebekan 30 kamar yang ada di hotel tersebut terisi oleh anak-anak dan para pria hidung belang, yang kemudian diamankan pihak kepolisian. Namun sebelumnya, telah ditetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, yaitu Cynthiara Alona selaku pemiliki hotel, DA selaku mucikari dan AA selaku pengelola hotel.
Yusri menambahkan bahwa motif terjadinya prostitusi tersebut adalah akibat Covid-19 yang berdampak pada sepinya penghuni hotel, sehingga menerima aktivitas cabul agar biaya operasional hotel bisa berjalan. Ketiga tersangka itu dijerat dengan undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 296 KUHP dan atau Pasal 506 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun penjara (19/3/2021).
Kapitalisme Suburkan Prostitusi
Kasus prostitusi online di hotel Cynthiara Alona adalah satu kasus dari sekian banyak kasus prostitusi. Berulang dan terus berulang, mengapa demikian?
Sebagaimana yang kita ketahui, sistem ekonomi kapitalis asasnya semata-mata meraih keuntungan materi belaka, tak peduli halal haram suatu aktivitas. Selain itu, sistem ekonomi kapitalis juga konsepnya adalah selama ada permintaan pasar maka suatu barang atau jasa akan diproduksi, tanpa melihat mudharatnya.
Disadur dari Kitab an-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam (hal. 17), Syekh Taqiyuddin an-Nahbani, menjelaskan bahwa, salah satu konsep ekonomi kapitalis yang berbahaya adalah tentang nilai guna (utility), yang berarti setiap barang atau jasa dianggap memiliki nilai guna selama masih ada orang yang menginginkannya. Pandangan ini berdasarkan pandangan kacamata ekonomi belaka, sekalipun presepsi umum menganggapnya tidak bermanfaat atau justru berbahaya.
Maka, tak heran jika hari ini banyak dijumpai berbagai macam model bisnis yang berbahaya dan melanggar norma-norma agama. Seperti kasus prostitusi online maupun offline.
Alhasil, sekalipun warga bersuara untuk menghentikan jalannya bisnis haram tersebut, tetap tidak akan menghapus praktek prostitusi sampai ke akarnya. Sebab yang menjadi duduk masalahnya adalah terletak pada sistem kehidupan yang rusak termasuk di dalamnya sistem berekonomi yang keliru.
Oleh karena itu, dibutuhkan peran pemerintah langsung yang mengubah sistem rusak dan keliru tersebut menjadi sistem yang shahih. Sebab kedudukan pemerintah dalam hal ini pemimpin merupakan pengurus rakyatnya. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda:
“Imam adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. al-Bukhari).
Pandangan Islam Terhadap Ekonomi
Berbeda dengan sistem kapitalisme, sistem ekonomi Islam bertumpu pada halal dan haram suatu aktivitas ekonomi. Bila kapitalisme memandang suatu barang atau jasa dari nilai guna, Islam justru memandang barang atau jasa tak sekedar nilai guna, melainkan berstandar pada halal dan haramnya. Bahkan, Islam memposisikan antara sarana yang memberikan kegunaan dengan perolehan kegunaannya merupakan dua hal yang berbeda.
Sebagaimana dikutip dari Kitab an-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam (hal. 66), Syekh Taqiyuddin an-Nahbani menjelaskan, menurut Islam sarana-sarana yang memberikan kegunaan (utility) adalah satu hal, sedangkan perolehan kegunaannya adalah hal lain. Karena itu, kekayaan dan tenaga manusia, keduanya merupakan kekayaan sekaligus sarana yang bisa memberikan kegunaan atau manfaat. Oleh karena itu Islam juga mengatur dalam masalah pemanfaatan kekayaan dengan cara yang jelas. Misalnya mengharamkan pemanfaatan beberapa bentuk harta kekayaan, semisal khamr dan bangkai. Islam juga mengharamkan pemanfaatan beberapa tenaga manusia (jasa) seperti dansa (tari-tarian) dan pelacuran.
Jangankan melakukan aktivitas pelacuran, mendekatinya (melakukan aktivitas yang membawa kepada zina) saja diharamkan oleh Allah. “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (TQS. Al-Isra: 32).
Dengan demikian, menyelesaikan masalah prostitusi tidak lain adalah semata-mata kembali kepada aturan kehidupan yang shahih termasuk di dalamnya sistem berekonomi, yaitu aturan Islam yang berasal dari Allah SWT sebagai Pencipta dan Pengatur alam semesta.
"Dan demikianlah Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab. Sekiranya engkau mengikuti keinginan mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka tidak ada yang melindungi dan yang menolong engkau dari (siksaan) Allah." (TQS. Ar-Ra'd: 37)
Wallahu a'lam bishshawab.[]
Oleh: Fadila
(Aktivis Muslimah Papua Barat)
0 Komentar