Harga-Harga Meroket di Bulan Ramadhan
Sudah menjadi rutinitas, setiap jelang bulan Ramadhan, harga-harga bahan kebutuhan pokok merangkak naik, bahkan memasuki Ramadhan harga kian meroket. Mengutip berita dari CNN Indonesia -- Jakarta (06/4/2021), harga sejumlah bahan pokok kompak menanjak sepekan sebelum Ramadhan. Kenaikan salah satunya terlihat jelas pada komoditas cabai rawit. Berdasarkan pantauan di Pusat Informasi Harga pangan Strategis (PIHPS) pada Senin (5/4) ini, rata-rata harga cabai rawit di seluruh pasar di Indonesia mencapai Rp112.650 per kilogram, naik dari pekan sebelumnya (26/3).
Demikian pula dilansir dari CNBC Indonesia, 06 April 2021, kurang dari waktu tiga minggu, bulan Ramadhan akan datang. Alih-alih stabil, harga sembako kian merangkak naik, bahkan diprediksi belum akan berhenti. Pasalnya, jelang dan selama masa Ramadhan, konsumsi masyarakat akan naik. Hal ini diikuti oleh kenaikan harga-harga terutama pangan karena permintaan juga ikut terkerek naik. Beberapa bahan pangan seperti cabai rawit, gula pasir dan beras sudah mulai menunjukkan geliat kenaikan harga di awal April ini. Di pasar harga gula pasir mencapai 18.000/kg, dari sebelumnya yang biasanya tertinggi 12.000/kg.
Disamping itu Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri mengatakan, hari-hari saat ini ritmenya memang merangkak naik dengan persentase yang berbeda untuk setiap bahan pokok yang dijual. "Beberapa komoditas ada yang meroket naik sampai 50%. Daging ayam naik dari Rp 39 ribu ke Rp 45 ribu, itu yang terlihat sangat mencolok (kenaikannya)," katanya kepada CNBC Indonesia di Jakarta, Minggu (11/4/2021).
Gagal Kendalikan Harga Bukti Lemahnya Peran Negara
Perlu dicatat bahwa harga bahan pokok seperti daging, telur dan ayam memang sudah tinggi sejak di awal pandemi, Apalagi jelang Ramadhan, "sukses" membuat rakyat kecil di berbagai wilayah dan kota di Indonesia memutar otak. Harga pangan meroket merupakan kejadian berulang setiap jelang Ramadhan. Hal ini menjadi pertanyaan besar, "Di mana peran negara dalam menjaga harga bahan pokok bagi rakyat secara merata dan adil? Kaum Muslim negeri ini rindu Ramadhan yang tenang, yang salah satunya terwujud bila kebutuhan hidupnya aman.
Fakta kegagalan negara dalam mengendalikan harga yang terus berulang tiap awal Ramadhan dan hari-hari besar, membuktikan ketidakmampuannya dalam mengatasi setiap penghambat kestabilan harga. Pemerintah tidak mampu menyelesaikan akar masalah penyebab fluktuasi harga dari hulu ke hilir. Pada akhirnya rakyat selalu jadi obyek penderita. Harga kebutuhan pokok yang meroket jelas menyesakkan hidup mereka, khususnya kalangan usaha kecil rakyat yang labanya bisa tekor bahkan terkikis bila harga bahan terus meroket, juga termasuk konsumen rakyat miskin yang makin banyak disaat pandemi, mereka semua menjerit.
Pemerintah hanya sebatas menyampaikan bahwa stok pangan cukup, tanpa mampu menjamin distribusi merata dengan harga murah yang tak bikin sendu rakyat. Apa sebenarnya faktor penghambat kestabilan harga? Realitasnya negara yang menerapkan kapitalisme demokrasi seperti kita saat ini, dipastikan akan gagal membuat kebijakan atau regulasi untuk melindungi rakyat kecil, sebab negara kapitalisme terjebak dalam pusaran mekanisme pasar bebas sebagai wujud implementasi liberalisasi ekonomi kapitalisme. Dalam mekanisme pasar bebas komoditas primer (pokok) dan sekunder dikuasai para pemilik modal yaitu para kapitalis oligarkis (sekompok kecil yang berkuasa). Keadilan hanya milik "shahibul maal" (kapitalis).
Dalam mekanisme pasar bebas sangat niscaya terjadinya monopoli atau oligopoli, merekalah "avatar" pengendali harga yang bisa menentukan harga dari hulu ke hilir steril dari intervensi/campur tangan negara. Begitulah yang dikehendaki sistem ekonomi kapitalisme, peran negara sebatas regulator agar mekanisme ini berjalan. Negara hanya sesaat muncul dalam upaya tambal sulam membuka operasi pasar. Mereka menentukan harga sesuka hati demi laba besar dengan memanfaatkan momen (hari besar saat permintaan publik tinggi).
Di sisi lain keberadaan para mafia komoditas pertanian yang sudah lazim bahkan terpelihara dalam sistem rusak ini, ikut mengokohkan praktek monopoli. Idealnya negara harus hadir, sebab fungsi negara adalah melindungi hajat hidup rakyatnya, dimana salah satunya dengan menjaga kestabilan harga komoditas pokok, bahkan memastikan seluruh rakyat terpenuhi dengan mudah dan murah namun berkualitas.
Negara berperan besar mengawal sektor pertanian, industri dan perdagangan agar terjadi sinergitas program dan kinerja bagi kemaslahatan rakyat, namun saat ini faktanya gagal! Yang tercipta justru praktek korporatokrasi yaitu "perselingkuhan" pengusaha dan penguasa. Lantas bagaimana mengakhiri lingkaran setan penyakit kronis harga yang selalu meroket setiap bulan Ramadhan ini?
Islam Memberi Solusi Komprehensif Menjaga Harga Berkeadilan
Filosofi ekonomi Islam adalah mewujudkan kesejahteraan manusia (Muslim dan non Muslim). Keadilan ekonomi diwujudkan melalui implementasi politik ekonomi Islam yaitu tercapainya pemenuhan kebutuhan pokok bagi tiap individu (kulli fardlin) dalam masyarakat, (Abdurohman Al Maliki, Politik Ekonomi Islam). Negara merealisasikan mekanisme pasar syariat, dengan mengatur apa saja barang atau komoditas yang bisa ditransaksikan. Syariat Islam melalui Al-Qur'an dan hadis menetapkan aturan kepemilikan. Yaitu kepemilikan umum, negara dan individu.
Hanya kepemilikan individu saja yang bisa ditransaksikan di pasar syariat sementara barang-barang yang menguasai hajat hidup masyarakat, komoditas strategis termasuk komoditas pokok dikelola negara bagi kepentingan rakyat semuanya. Negara pemegang otoritas kendali dari hulu ke hilir sampai harga ditingkat konsumen semata-mata bagi kesejahteraan rakyat. Tak boleh ada individu atau swasta yang bisa memiliki atau mengelola untuk dirinya apalagi dikuasai asing. Hal ini mencegah praktek monopoli dan mafia. Sehingga keadilan terpenuhi.
Negara yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh (kaffah) termasuk dalam bidang ekonomi. Basis ekonomi Islam adalah sektor pertanian dan industri strategis dikelola secara maksimal oleh negara, sebagai wujud pelaksanaan kewajiban negara dalam pemenuhan enam kebutuhan pokok rakyat yaitu pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Sejarah bahkan mencatat kekuatan ekonomi dan kedaulatan pangan negara khilafah yang berdasarkan syariat Islam mampu membantu krisis ekonomi dan pangan dunia seperti di Amerika, Irlandia dan India. Bahkan setiap generasi para khalifah setiap jelang Ramadhan sudah tradisi memastikan harga pasar aman, dengan menebar para petugas khusus di pasar dan pada tiap rumah rakyat. Harga dipasar dengan mudah dikendalikan sebab negara punya otoritas.
Pada era khilafah jangankan Ramadhan, hari-hari biasa pun stabilitas harga bahan pokok dalam kendali negara. Kita rindu Ramadhan bertabur berkah seutuhnya dan rindu Ramadhan dalam naungan syariatNya, sebab hanya dengan syariat kaffah dalam bingkai negara khilafah berkah sejahtera bisa terwujud. Wallahu a'lam. []
Oleh: Rengganis Santika A, S.TP
(Aktivis Dakwah)
0 Komentar