Bulan Ramadhan penuh berkah. Layaknya kaum Muslim memperbanyak ibadah dan melakukan amalan shalih, menghiasi diri dengan keimanan.
Sayangnya, awal Ramadhan ini, generasi muda masih terpapar liberalisme. Senggol dikit, adu jotos. Begitu juga kaum emak, tak kalah jago dengan yang muda. Yang baca atau nonton berita pasti tahu tawuran di kalangan muda dan juga perkelahian emak-emak.
Paparan liberalisme menjadikan mereka mengutamakan amarah menghadapi problem. Bebas dong mau menghajar orang lain. Bebas dong berkata yang tidak etis. Bebas dong mau berperilaku sesuka hati. Begitulah kira-kira dampak dari paparan liberalisme.
Mirisnya, ajaran Islam yang mulia malah dikait-kaitkan dengan aksi terorisme. Padahal, jelas Islam tidak menghendaki perbuatan bunuh diri atau meneror orang lain, sudah jelas keharamannya di dalam Islam. Islam selalu dijadikan kambing hitam.
Jika ada yang serius mengkaji Islam, malah dicurigai, dikatakan ekstrimisme, disebut radikal. Padahal, liberalisme juga radikal. Lihat saja itu tawuran generasi muda dan perkelahian emak-emak, mereka terpapar radikal liberalisme. Sebenarnya, kaum Muslim mau pilih liberal atau Islam?
Islam kaffah itu menyatukan. Liberal itu memecah belah. Anda masih takut menjadi Muslim sejati? Atau memilih liberal? Atau memilih netral alias abu-abu?
Tidak ada yang salah dengan Muslim dan keislamannya. Jika Muslim tidak mengambil riba, serius belajar Islam, memahami ajaran Islam tentang khilafah dan lainnya, mendidik anak-anaknya berbasis akidah Islam, mengaplikasikan Islam dalam kehidupan, semua tidak ada yang salah. Sudah sepatutnya sebagai Muslim melakukan hal demikian. Karena Allah SWT perintahkan kita untuk ber-Islam secara kaffah (baca: Qs. Al-Baqarah: 208). Yang salah itu, kalau tindakan terorisme dikait-kaitkan dengan Islam.
Liberal itu lebih berbahaya, lahir di dalam hegemoni ideologi kapitalisme. Di zaman kehidupan jahiliyah, perang antar keluarga itu sering terjadi. Contohnya Aus dan Khazraj. Namun, Islam mampu menyatukan mereka, bukan kejahiliyahan. Liberalisme itu bisa dibilang jahiliyah modern, memecah belah umat.
Maka dari itu, jadikan Ramadhan ini sebagai ajang perbaikan diri, menempa diri untuk meningkatkan ketakwaan, menjadi Muslim yang berkepribadian Islam (syakhsiyah Islamiyah) dan memperkuat ukhuwah Islamiyah.
Kehidupan generasi dan kaum Muslim di masa kenabian hingga masa khilafah selalu dihiasi dengan suasana keimanan. Terlebih di bulan suci Ramadhan, amal shalih mereka semakin ditingkatkan.
Suasana Ramadan di masa Nabi SAW dan khilafah dipenuhi suasana ibadah, perjuangan dan taqarub kepada Allah SWT. Sebab, syahr ash-shiyaam adalah bulan di mana Allah SWT melipatgandakan pahala ibadah dan amal kebajikan kaum Muslim. Mereka melakukan shalat tarawih, membaca Al-Qur'an, sedekah, zikir, berburu lailatul qadar di sepuluh hari terakhir Ramadhan, dan lain-lain. Bahkan Ramadhan di masa Nabi SAW juga diisi dengan aktivitas jihad dan futuhat (pembebasan).
Tanggal 17 Ramadhan 2 Hijriah, Nabi Saw dan para sahabat berperang melawan pasukan Quraisy di Badar (Perang Badar al-Kubra). Pada 10 Ramadhan 8 Hijriah, beliau Saw dan para sahabat menaklukkan kota Mekkah melalui futuhat.
Begitulah jika beda sistem, maka beda pula aktivitasnya dalam mengisi kemuliaan bulan suci Ramadhan. Wallahu a'lam. []
Oleh: Sri Wahyu Indawati, S.Pd., M.Pd., AIFMO
(Konsultan dan Motivator Parenting)
0 Komentar