Di masa pandemi Covid-19 sekolah di luar kelas jadi pilihan. Namun, adanya pembelajaran di luar kelas yang berkepanjangan kini berdampak pada generasi. Sebagaimana Kepala Seksi SMA, SMK Dinas Pendidikan Jawa Timur Cabang Jember Lumajang, menilai saat ini ketakutan terhadap Covid-19 sudah berlebihan, sehingga berdampak pada tidak adanya penyelenggaraan pembelajaran tatap muka di sekolah.
“Fobia. Sementara yang dikorbankan ini satu generasi yang sekian tahun ke depan jadi penentu bangsa ini. Kita seolah-olah pasrah dan kalah, mengorbankan perkembangan anak, pendidikan anak,” kata Rosyid.
Dampak ketakutan berlebihan ini luar biasa. “Bayangkan setahun lebih tidak bersekolah. Ini data dan fakta riil: sampai dengan saat ini, di Jember, siswa yang putus sekolah hampir mencapai 30 persen. Siapa yang bertanggung jawab?” kata Rosyid.
Total jumlah siswa SMA, SMK, dan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus (PKPLK) di Jember mencapai 73.723 orang. Sebanyak 38 ribu orang berjenis kelamin laki-laki, dan 35 ribu orang lainnya perempuan.
“Jangan korbankan anak-anak. Covid iya, kita bersama-sama tangani itu. Tapi jangan korbankan mutu pendidikan kita. Takutnya, generasi sekarang ini besok semua ambyar, karena tidak ada kasih sayang guru. Membaca sendiri bisa pintar. Tapi namanya keberkahan ilmu tidak akan dapat,” kata Rosyid (Beritajatim.com, 8/4/2021).
Sistem kapitalisme telah gagal tangani pandemi, hingga nasib generasi kini jadi ambyar. Dilansir ada 24 juta siswa terancam putus sekolah, 192 negara menutup sekolah yang menyebabkan 1,6 miliar siswa tidak belajar langsung. Sekitar 460 juta siswa dari seluruh dunia tidak memiliki akses internet, komputer, atau perangkat seluler yang memadai. Proses belajar tentu terhambat, generasi terancam mendapatkan pendidikan yang berkualitas. (finance.detik.com,16/9/2020)
Solusi negara-negara kapitalis untuk membuka kembali sekolah di tengah pandemi, tentu berisiko. Namun dikembalikan pada kemampuan masing-masing negara dan sekolah untuk mengendalikan virus melalui langkah-langkah kesehatan. Tapi sayangnya, kebijakan negara membuka sekolah justru menyebabkan penyebaran virus semakin bertambah. Ini merupakan bukti
gagalnya kapitalisme tangani pandemi, yang menandakan dunia butuh solusi. Bukan solusi tambal sulam, melainkan solusi yang mampu menyelesaikan hingga ke akar masalah, khususnya yang terjadi pada generasi. Lantas, solusi apa yang ditawarkan Islam untuk dunia khususnya di bidang pendidikan pada masa pandemi?
Penguasa dalam sistem Islam akan bertanggung jawab memberikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan rakyatnya. Dapat dipastikan negara tidak akan mengalami kerugian atas kebijakan menggratiskan seluruh fasilitas pendidikan. Disebabkan pengelolaan keuangan dan pendapatan negara yang amanah.
Penguasa akan menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang memadai seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian dan buku-buku pelajaran. Apalagi di masa pandemi, kebutuhan pembelajaran online akan didukung sepenuhnya oleh negara sekaligus melakukan pengawalan dan evaluasi dalam setiap pembelajaran yang berlangsung.
Seperti yang terjadi pada masa kepemimpinan Khalifah al-Muntashir Billah, didirikan Madrasah al-Muntashiriah di kota Baghdad. Setiap siswanya menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas). Kehidupan keseharian para siswa dijamin sepenuhnya oleh negara. Bahkan fasilitas sekolah disediakan seperti perpustakaan beserta isinya, rumah sakit dan pemandian.
Pendidikan bukan barang mewah bagi rakyat yang sulit untuk didapatkan, wabah pandemi tidak akan mengurangi perhatian negara dalam memberikan pelayanan pendidikan yang berkualitas. Anak-anak putus sekolah karena faktor kesulitan ekonomi tidaklah dijumpai di era khilafah. Karena ekonomi khilafah berjalan di atas sistem yang kuat dan kokoh.
Lain halnya, dengan saat ini
jika kelaparan dan gizi buruk menghantui generasi, hal itu akibat implementasi sistem ekonomi neolib kapitalisme yang menjadi sebab adanya korporatokrasi. Berbeda dengan Islam yang memiliki langkah-langkah konkret dalam mewujudkan ketahanan pangan negara.
Pertama, optimalisasi produksi, yaitu mengoptimalkan seluruh potensi lahan untuk melakukan usaha pertanian berkelanjutan yang dapat menghasilkan bahan pangan pokok.
Kedua, adaptasi gaya hidup, agar masyarakat tidak berlebih-lebihan dalam konsumsi pangan. Konsumsi berlebihan justru berpotensi merusak kesehatan (wabah obesitas) dan juga meningkatan persoalan limbah.
Ketiga, manajemen logistik, masalah pangan beserta yang menyertainya (irigasi, pupuk, anti hama) sepenuhnya dikendalikan oleh pemerintah yaitu dengan memperbanyak cadangan saat produksi berlimpah dan mendistribusikannya secara selektif pada saat ketersediaan mulai berkurang.
Keempat, prediksi iklim, yaitu analisis kemungkinan terjadinya perubahan iklim dan cuaca ekstrim dengan mempelajari fenomena alam seperti curah hujan, kelembaban udara, penguapan air permukaan serta intesitas sinar matahari yang diterima bumi.
Kelima, mitigasi bencana kerawanan pangan, yaitu antisipasi terhadap kemungkinan kondisi rawan pangan yang disebabkan oleh perubahan drastis kondisi alam dan lingkungan.Tidak hanya itu, banyak laboratorium perpustakaan dan lahan-lahan percobaan dibangun. Para ilmuwan diberi berbagai dukungan yang diperlukan, termasuk dana penelitian, selain penghargaan atas karya mereka. Lalu lahirlah banyak sekali ilmuwan pelopor di bidang pertanian.
Misalnya, Abu Zakaria Yahya bin Muhammad Ibn Al-Awwan, tinggal di Sevilla. Ia menulis buku Kitab al-Filahah yang menjelaskan rincian tentang hampir 600 jenis tanaman dan budidaya 50 jenis buah-buahan, hama dan penyakit serta penanggulanganya, teknik mengolah tanah: sifat-sifat tanah, karakteristik dan tanaman yang cocok; juga tentang kompos.
Dalam sistem Islam, kesehatan menjadi perhatian yang serius dengan merealisasikan beberapa prinsip. Pertama, pola baku sikap dan perilaku sehat. Kedua, lingkungan sehat dan kondusif. Ketiga, pelayanan kesehatan yang memadai dan terjangkau. Keempat, kontrol efektif terhadap patologi sosial.
Kebijakan kesehatan dalam sistem Islam juga diarahkan bagi terciptanya lingkungan yang sehat dan kondusif. Tata kota dan perencanaan ruang akan dilaksanakan dengan senantiasa memperhatikan kesehatan, sanitasi, drainase, keasrian dan sebagainya. Hal itu sudah diisyaratkan dalam hadis,
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ يُحِبُّ الطَّيِّبَ, نَظِيفٌ يُحِبُّ النَّظَافَةَ, كَرِيمٌ يُحِبُّ الْكَرَمَ, جَوَادٌ يُحِبُّ الْجُودَ, فَنَظِّفُوا بُيُوْتَكُمْ وَ أَفْنِيَتَكُمْ وَلاَ تَشَبَّهُوْا بِالْيَهُودِ
“Sesungguhnya Allah Mahaindah dan mencintai keindahan, Mahabersih dan mencintai kebersihan, Mahamulia dan mencintai kemuliaan. Karena itu, bersihkanlah rumah dan halaman kalian, dan janganlah kalian menyerupai orang-orang Yahudi.” (HR at-Tirmidzi dan Abu Ya’la).
Pelayanan kesehatan pun gratis diberikan oleh khilafah yang dibiayai dari kas Baitul Mal. Adanya pelayanan kesehatan secara gratis, berkualitas dan diberikan kepada semua individu rakyat tanpa diskriminasi jelas merupakan prestasi yang mengagumkan.
Di sisi lain, negara juga wajib mengadakan pabrik yang memproduksi peralatan medis dan obat-obatan; menyediakan SDM kesehatan baik dokter, apoteker, perawat, psikiater, penyuluh kesehatan dan lainnya. Jika semua daya upaya telah dilakukan oleh penguasa dalam rangka menjamin lingkungan sehat dan kesehatan masyarakatnya, tentu stunting tidak pernah terjadi.
Sistem kekhilafahan takkan pernah kehabisan dana untuk membiayai pendidikan, pangan dan kesehatan. Karena semua pembiayaan diambil dari Baitul Mal yang sumbernya beragam.
Pertama, dari harta zakat, sebab fakir atau miskin (orang tak mampu) berhak mendapat zakat. Kedua, dari harta milik negara baik fai’, ghanimah, jizyah, ‘usyur, kharaj, khumus rikaz, harta ghulul pejabat dan aparat. Ketiga, harta milik umum seperti hutan, kekayaan alam, dan barang tambang. Jika semua itu belum cukup dan keadaan darurat barulah negara boleh memungut pajak kepada laki-laki muslim dewasa yang kaya.
Dengan semua itu, sistem Islam mampu menjamin terpenuhinya hak rakyat terkhusus pula menjamin masa depan generasi dalam segala keadaan. Kesuksesan para khalifah menjamin kebutuhan rakyatnya ialah karena para khalifah hadir sebagai pelaksana hukum syariat. Pelaksana sistem kehidupan Islam yang berasal dari Al-Khaliq pencipta manusia dan seluruh alam. Karena khalifah memahami bahwa ia adalah pengurus dan bertanggung jawab atas rakyatnya sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “..Imam (Khalifah) raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggungjawab terhadap rakyatnya.” (HR Ahmad, Bukhari)
Semua hal di atas ialah tawaran Islam untuk dunia agar keluar dari berbagai krisis multidimensi akibat penerapan sistem kapitalisme. Ditambah lagi dengan krisis yang diakibatkan pandemi, hingga masa depan generasi ambyar. Dengan demikian,
Sistem khilafah adalah satu-satunya harapan untuk masa depan generasi yang cemerlang. Dan sudah saatnya diperjuangkan hingga menjadi kebutuhan mendesak bagi dunia dan seluruh manusia, juga untuk menyelamatkan masa depan generasi yang ambyar. Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Watini Alfadiyah, S.Pd
(Praktisi Pendidikan)
0 Komentar