TintaSiyasi.com-- Merespons tindakan biadab yang dilakukan Zionis Israel terhadap kaum Muslimin Baitul Maqdis, Pegiat Literasi Cut Putri Qory membeberkan, mengapa kekuatan politik umat Islam tak mampu membebaskan Baitul Maqdis.
"Sekarang kita lihat bagaimana kekuatan politik umat Islam. Hanya kecaman-kecaman saja yang mampu dilakukan terhadap Israel. Mengapa kekuatan politik umat Islam itu tidak mampu membebaskan Baitul Maqdis?" Ujarnya dalam Ngobrol Ideologis (Ngide): Mengapa Kekuatan Politik Umat Islam Belum Mampu Membebaskan Baitul Maqdis di Youtube Komunitas Literasi Ideologis, Rabu (12/05/2021).
Menurutnya ada tiga hal yang menyebabkannya. Pertama, nasionalisme. Ini yang menjadi problem akut yang menjadi penghalang untuk membebaskan Baitul Maqdis. "Harus dipahami bahwa nasionalisme yang membuat kita terasa sangat jauh dengan Baitul Maqdis. Kita hanya peduli dengan negeri sendiri. Merasa kita juga kerepotan dengan urusan sendiri, terlebih lagi sedang Covid-19. Tidak usah berpikir terlalu jauh," tambahnya.
"Jadi nasionalisme ini tidak cocok dengan ayat Al-Qur'an (red. yang berbunyi) Innamal mukminuna ikhwah. Allah sampaikan bahwa setiap Muslim itu bersaudara. Sehingga tidak boleh ada batas-batas teritorial. Karena itulah yang menyebabkan kita tidak merasa menyatu dengan saudara Muslim di Baitul Maqdis," jelasnya.
Kedua, karena negeri-negeri kaum Muslimin terikat dengan perjanjian-perjanjian internasional. Dia mengutip kitab Mafahim Siyasi oleh Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, menurutnya, perjanjian-perjanjian itu adalah cara Barat, kaum kufar, untuk mengikat negeri-negeri kaum Muslimin supaya tidak berdaya dan perjanjian itu, "Alat mengunci gerak kaum Muslimin sehingga tidak mampu melakukan apapun. Ujung-ujungnya kembali lagi minta bantuan PBB," cetusnya.
Ketiga, karena penerapan kapitalisme sekuler yang melazimkan penjajahan Israel, pun ini memisahkan Islam dan kehidupan sehingga umat ini dijauhkan dari pemahaman tentang urgensi membela Baitul Maqdis dengan cara Nabi. "Tampak jelas bahwa sekularisme yang menjadi standar berpikir ideologi kapitalisme, yang menjauhkan kehidupan umat dari Islam. Sehingga umat tidak merasa satu tubuh dengan Muslimin di Palestina," ungkapnya.
Selanjutnya, ia menuturkan, "Sejauh ini pemimpin negeri kaum Muslimin hanya mampu mengecam saja, dan akhirnya kembali lagi pada PBB. Kita memahami bahwa kita tidak bisa berharap kepada sistem demokrasi kapitalis untuk membebaskan Palestina. Karena kita harus merespons Palestina sebagaimana Rasulullah meresponsnya," pungkasnya.[] Witri Osman
0 Komentar