Pandemi Corona masih merajalela. Bukan hanya menimbulkan krisis kesehatan secara global, namun juga menimbulkan dampak hebat berupa krisis ekonomi yang melanda seluruh dunia.
Pemerintah mencatat jumlah pasien yang terinfeksi Covid-19 di Indonesia saat ini masih terus bertambah. Berdasarkan data dari Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 sejak Jumat (11/6/2021) hingga Sabtu (12/6/2021) pukul 12.00 WIB jumlah pasien yang terjangkit Covid-19 berjumlah 1.901.490 orang. Kasus yang sembuh dari Covid-19 tercatat sebanyak 1.740.436 orang sembuh. Sementara jumlah yang meninggal menjadi 52.730 orang. Jumlah suspek Covid-19 kini sebanyak 106.894 orang dan kasus aktif sebanyak 108.324 orang. Saat ini kasus Covid-19 telah tersebar di 510 Kabupaten/Kota di 34 Provinsi. (www.covid19.go.id)
Selain banyaknya korban, pandemi Corona juga berdampak hebat pada sektor ekonomi. Resesi ekonomi telah dilaporkan terjadi di sejumlah negara. Ekonomi Inggris mengalami penurunan terdalam pada 2020. Penurunan sebesar 9,9% dari PDB 2020 atau lebih besar daripada kontraksi ketika mengalami depresi besar pada tahun 1709 lalu yang angkanya berkisar 9,7%. Data ini berdasarkan penelitian dari Bank of England.
Indonesia sendiri tengah berada di jurang resesi. Berdasarkan data BPS, pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2020 mengalami kontraksi minus 2,19 persen. Sedangkan pada kuartal I-2021 di posisi minus 0,74 persen. Artinya hingga kini, negeri ini masih berada dalam fase resesi.
Solusi sistem kapitalisme yang lebih mengutamakan ekonomi dalam mengatasi pandemi ini menyebabkan korban terus berjatuhan, termasuk di Indonesia. Akibatnya, demi mengejar pertumbuhan ekonomi, nyawa manusia dijadikan taruhan. Dari sisi pengelolaan dana pun rawan korupsi. Hal ini terjadi misalnya kasus korupsi Bansos oleh Menteri Sosial Juliari Batubara. Sistem kapitalisme memang cenderung korup dan mengutamakan keuntungan diri dan kelompoknya. Dana bantuan yang seharusnya untuk rakyat justru ditilep para pejabat.
Berbeda dengan Sistem Islam, ketika terjadi wabah, Negara dan rakyat akan bahu membahu agar wabah segera berakhir. Negara akan menjamin kesehatan dan kebutuhan hidup rakyatnya. Solusi lockdown akan diterapkan pada awal terjadi wabah. Selama lockdown, Negara akan melakukan tes massal. Bagi yang sakit akan diobati atau diisolasi mandiri. Sementara bagi yang sehat bisa beraktivitas seperti biasa. Sedangkan rakyat akan mematuhi segala peraturan yang ditetapkan Negara.
Kegagalan Sistem Kapitalisme dalam Menanggulangi Pandemi Corona
Sudah setahun lebih pandemi Corona telah melanda dunia. Hingga kini, bukannya mereda justru makin merajalela. Pandemi Corona telah menelanjangi aib negara kapitalisme di dunia, atas ketidakmampuannya dalam melindungi kesehatan dan keselamatan nyawa rakyatnya. Tidak hanya negara seperti Indonesia, tetapi juga negara-negara terkategori negara maju.
Pandemi Corona adalah tragedi manusia dan krisis kesehatan global, yang menimbulkan risiko besar bagi ekonomi dunia. Hingga kini, korban terus berjatuhan dan ekonomi dunia pun mengalami kemerosotan. Fakta ini menunjukkan bahwa sistem kapitalisme yang saat ini dianut oleh banyak negara di dunia dinilai telah gagal dalam mengatasi pandemi.
Berikut ini faktor penyebab gagalnya sistem kapitalisme mengatasi pandemi:
Pertama, Rapuhnya Sistem Kesehatan Dunia
Perancis, Italia dan Spanyol telah dianggap sebagai negara-negara maju yang memiliki sistem kesehatan terbaik di dunia termasuk juga Amerika. Namun seakan semuanya tidak berdaya dengan kehadiran wabah Corona yang merebak hampir merata di seluruh dunia, kurang lebih 200 negara. WHO sebagai badan organisasi kesehatan dunia mengatakan pandemi yang terjadi sekarang telah membongkar bagaimana buruknya kondisi sistem kesehatan negara-negara di dunia selama ini.
WHO melihat bagaimana Corona telah memporak-porandakan suatu negara karena sistem kesehatan yang tak memadai. Kebutuhan akan fasilitas medis meroket begitu tajam dalam hitungan hari, sementara sarana, prasarana hingga tenaganya sangat-sangat terbatas. Banyak negara kewalahan luar biasa dan memaksa keras sistem kesehatannya. Kondisi ini juga berakibat fatal ke para tenaga medis yang bertempur dan bertaruh nyawa melawan pandemi ini.
Indikator buruknya penilaian tampak dari kelangkaan alat tes, masker hingga APD (Alat pelindung Diri). Banyak tenaga medis yang bekerja dengan alat terbatas, pasien yang tidak kebagian ventilator, serta petugas medis yang kelelahan terus menerus bekerja dan terpapar oleh virus, hingga banyak yang meninggal.
Mereka bekerja dengan alat yang terbatas dan tidak bisa beroperasi dengan efektif. Secara fakta wajar saja apabila sistem kesehatan kapitalis telah gagal melindungi rakyatnya. Hal ini tidak lain dikarenakan sistem kesehatan kapitalis berdasarkan asas manfaat dan materi. Salah satu kebijakan kapitalis adalah dengan mekanisme privatisasi atau swastanisasi yang dikatakan merupakan suatu revolusi global yang dimulai pada dekade 70 dan 80an (The Economist; 21 Agustus, 1993:9).
Keberadaan Corona telah menunjukkan bagaimana kegagalan peran kesehatan dalam sistem kapitalis. Menyerahkan semuanya kepada swasta ternyata tidak memberikan solusi yang komprehensif, yang akhirnya negara juga harus ikut turun tangan dalam mengatasi wabah. Terbukti bahwa mekanisme pasar bebas pada seluruh bidang termasuk bidang kesehatan akan mengalami kendala dan masalah yang akhirnya negara menjadi pemilik tanggung jawab penuh.
Kedua, Sistem Ekonomi Kapitalis Rawan Terjadi Resesi
Dalam konsep kapitalisme, waktu adalah uang. Adam Smith mengatakan prinsip kapitalisme adalah dengan modal yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Jadi wajar karena prinsip ini banyak para kapitalis menabrak segala aturan demi memenuhi birahinya mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
Oleh sebab itulah, saat terjadi pandemi, solusi lockdown tidak segera diambil karena menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Akibat dari lockdown, laju ekonomi akan berhenti. Pabrik banyak yang ditutup, karyawan banyak yang di PHK. Akibatnya konsumsi masyarakat menurun. Rakyat hanya mengonsumsi kebutuhan primer karena menurunnya pendapatan.
Pendapatan negara pun berkurang karena sebagian besar APBN berasal dari pajak. Sementara sumber pajak terbesar berasal dari sektor swasta. Banyaknya industri yang tutup tentu saja akan menurunkan penghasilan pajak yang merupakan nyawa bagi APBN.
Inilah yang menyebabkan sistem ekonomi kapitalisme rawan terjadi resesi. Negara tidak mempunyai cadangan dana yang cukup saat terjadi krisis. Banyak negara-negara maju, kini ekonominya telah ambruk karena terjadi resesi. Tidak terkecuali Indonesia. Negeri ini juga mengalami resesi ekonomi karena kontraksi pertumbuhan PDB yang terjadi pada dua kuartal secara berturut-turut. Badan Pusat Statistik ( BPS) melaporkan Produk Domestik Bruto (PDB) RI pada kuartal IV 2020 terkontraksi atau minus 2,19 persen. Sementara pada kuatral pertama tahun ini minus 0,74 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia hingga saat ini masih berada di jurang resesi. Berbeda dengan krisis ekonomi global di tahun 2009 yang hanya menyerang sektor keuangan, krisis ekonomi yang terjadi akibat imbas pandemi Corona ini menyerang hampir semua sendi kehidupan dan dunia usaha dari berbagai level.
Dampak wabah Corona tidak hanya menyebabkan kegiatan ekonomi di sektor kelas menengah bawah yang kolaps, tetapi juga industri berskala besar seperti industri manufaktur. Di berbagai daerah, sudah bukan rahasia kalau banyak perusahaan mulai mengurangi dan bahkan menghentikan aktivitas operasional perusahaan karena omzet yang turun bahkan minus.
Di Indonesia, diperkirakan akibat pandemi corona jumlah penduduk miskin kembali naik dan bertambah hingga 8 juta jiwa lebih. Demikian pula angka pengangguran juga dilaporkan naik drastis karena banyak bermunculan pengangguran baru akibat mereka menjadi korban PHK atau usahanya kolaps. Kalau pun mereka masih bekerja, biasanya bukan lagi pekerja penuh waktu. Mereka bekerja secara bergiliran, dengan konsekuensi gajinya susut hanya tinggal separuh bahkan lebih kecil lagi.
Resesi ekonomi yang melanda Indonesia, mengakibatkan daftar pencari kerja dan pengangguran bertambah panjang. Jumlah penduduk miskin baru dan penduduk miskin yang mengalami pendalaman kemiskinan akan terus bertambah, sehingga ujung-ujungnya daya beli masyarakat akan turun drastis. Pada titik ini, lantas apa yang harus dilakukan untuk mengeliminasi agar dampak resesi ekonomi tidak membuat Indonesia kehilangan momentum untuk melakukan recovery economy?
Untuk menyiasati agar Indonesia tidak terpuruk dalam jurang resesi yang merugikan, kuncinya adalah bagaimana mendorong dan menumbuhkan kembali daya beli masyarakat. Secara teoritis, penurunan daya beli masyarakat akan membuat tingkat konsumsi rumah tangga melorot. Padahal, konsumsi rumah tangga selama ini menjadi komponen pembentuk produk domestik bruto (PDB) terbesar.
Bukan rahasia lagi bahwa ekonomi Indonesia amat bergantung dengan konsumsi masyarakat. Namun karena pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mengalami kontraksi sepanjang tahun 2020, konsumsi rumah tangga juga ikut melorot sepanjang tahun lalu, tumbuh minus 2,63 persen dibandingkan tahun 2019.
Beberapa Faktor yang Menyebabkan Kegagalan Pemerintah Indonesia Mengatasi Pandemi Corona
Pandemi Corona ini mengharuskan pemerintah untuk mempunyai kebijakan yang luar biasa. Kebijakan untuk menangani masalah kesehatan, melindungi masyarakat dengan jaminan sosial, dan menjaga dunia usaha jadi prioritasnya. Realokasi anggaran, refocusing kegiatan, serta penyesuaian besaran belanja wajib adalah cara utama pemerintah untuk mendanai kebutuhan penanganan pandemi Corona.
Kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk bidang kesehatan adalah sebagai berikut.
1. Rp 65,8 triliun untuk belanja penanganan kesehatan.
2. Rp 5,9 triliun untuk insentif tenaga media pusat dan daerah.
3. Rp 300 miliar untuk santunan kematian bagi tenaga kesehatan (Rp300 juta/orang)
4. Rp 3 triliun dialokasikan ke subsidi iuran untuk penyesuaian tarif Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja sesuai Perpres 75 tahun 2019.
5. Pemerintah juga menyediakan alokasi anggaran untuk biaya perawatan pasien Corona yang disentralisasi melalui Kementerian Kesehatan. Seluruh biaya perawatan tersebut ditanggung pemerintah sesuai standar biaya penanganan.
6. Pemberian fasilitas pajak terhadap barang dan jasa yang diperlukan dalam penanganan pandemi Corona.
7. Relaksasi ketentuan impor alat kesehatan untuk keperluan penanganan Corona berupa pembebasan dari kewajiban izin edar atau Special Access Scheme (SAS).
Dalam penanganan pandemi Corona, pemerintah telah mengalokasikan anggaran pemulihan nasional (PEN) sebesar Rp 695,2 triliun. Anggaran tersebut tersebar ke enam klaster yang salah satunya program perlindungan sosial. Program ini mendapat alokasi anggaran Rp 204,9 triliun untuk tahun 2020. Sebagian dari anggaran tersebut, yaitu sebesar Rp 127,2 triliun merupakan anggaran Kementerian Sosial.
Sayangnya, dana bantuan sosial yang seharusnya menjadi hak korban Corona justru jadi bancaan para pejabat. Kasus dugaan rasuah tersebut dilakukan oleh Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dan empat orang lainnya terkait bantuan sosial dalam rangka penanganan covid-19. Perkara itu diawali dengan adanya pengadaan bansos penanganan covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020. Pengadaan tersebut bernilai sekitar Rp5,9 Triliun, dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dua periode.
Dari upaya itu diduga disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus. Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket Bansos. KPK menerangkan korupsi terjadi pada program bansos berbentuk paket sembako dengan nilai kurang lebih Rp 5,9 triliun. Di dalamnya ada total 272 kontrak dan dilaksanakan sebanyak 2 periode. (https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5283936/dari-mana-sumber-dana-bansos-corona-yang-dikorupsi-mensos-juliari
Program pemerintah dalam bidang kesehatan mulai dari menjaga kebersihan diri, isolasi diri dan social distancing hingga vaksinasi pun nyatanya belum efektif dalam menanggulangi pandemi ini. Fakta yang terjadi saat ini, justru korban terus berjatuhan. Jumlah positif hingga kini sudah mencapai 1,9 juta lebih sedangkan yang meninggal dunia mencapai 52 ribu lebih.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengakui bahwa saat ini ditemukan varian baru virus corona di beberapa daerah di Indonesia dan dibarengi dengan kenaikan kasus. Namun, kata dia, bukan berarti ada hubungan langsung antara keduanya.
Wiku menyampaikan hingga kini pihaknya masih menunggu penelitian mendalam apakah kenaikan kasus Covid-19 di Indonesia berhubungan dengan ditemukannya varian baru di beberapa daerah. Dia memastikan hasil penelitian itu akan disampaikan ke publik. Hanya saja, dia mengatakan sejauh ini beredarnya varian Covid-19 baru yang ada di Indonesia tidak berdampak langsung pada lonjakan kasus yang terjadi saat. Wiku menyebut kenaikan kasus yang terjadi saat ini merupakan dampak dari libur Lebaran 2021.
Sebelumnya, Wiku menyampaikan kasus positif Covid-19 di enam provinsi Pulau Jawa naik drastis pada periode 1 hingga 10 Juni 2021. Kenaikan tertinggi terjadi di DKI Jakarta yakni lebih dari 300 persen. Dia mencatat pada 1 Juni 2021, kasus harian Covid-19 di DKI Jakarta hanya 519. Pada 10 Juni 2021, langsung naik menjadi 2.091 dalam sehari. Kenaikan cukup tinggi juga terjadi di DI Yogyakarta mencapai 107 persen. Dari 1 Juni hanya mengalami peningkatan 219, 10 Juni 2021 naik menjadi 455 kasus. Jawa Timur kasus hariannya meningkat 89 persen dari yang sebelumnya bertambah 225 kasus tanggal 1, di tanggal 10 kemarin semakin tinggi yaitu 425 kasus. Jawa Tengah juga mencatat kenaikan kasus Covid-19 signifikan, yakni 80 persen. Data 1 Juni, kasus Covid-19 harian di Jawa Tengah hanya 851, 10 Juni 2021 naik menjadi 1.535 dalam sehari. Sedangkan Jawa Barat mengalami kenaikan kasus positif Covid-19 49 persen dalam 10 hari terakhir dan Banten 57 persen.
Kebijakan larangan mudik namun tetap membuka pariwisata disinyalir menjadi sebab meningkatnya kasus harian tersebut. Di samping juga ketidakdisiplinan warga dalam melaksanakan protokol kesehatan juga diduga menjadi faktor meningkatkannya kasus harian Covid-19.
Selain di bidang kesehatan, Pemerintah juga bersiap mengambil sejumlah langkah luar biasa untuk mendorong pemulihan ekonomi pada kuartal II-2021. Pemerintah telah menyiapkan kebijakan untuk mengungkit ekonomi kuartal II-2021.
Pertama, pemerintah telah memperluas diskon pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk mobil dengan kapasitas silinder 1.500 cc hingga 2.500 cc yang memenuhi syarat. Diskon pajak sebesar 50% dari tarif normal akan diberikan pada masa pajak April-Agustus 2021. Kemudian 25% dari tarif normal PPnBM pada masa pajak September-Desember 2021.
Selain itu, ada pula diskon PPnBM atas tambahan segmen kendaraan 4x4 dengan kapasitas mesin di atas 1.500 cc hingga 2.500 cc yang memenuhi syarat. Diskon sebesar 25% dari tarif normal akan diberikan pada masa pajak April-Agustus 2021. Kemudian 12,5% dari tarif normal pada masa pajak September-Desember 2021. Diskon PPnBM ini diharapkan mendongkrak penjualan mobil, termasuk penjualan mobil menjelang Lebaran.
Sayangnya, keringanan pajak bagi yang orang kaya tidak berlaku bagi masyarakat kecil. PPN justru dinaikkan menjadi 12%. Bahkan sembako dan sekolah juga rencananya akan dikenai pajak.
Kedua, stimulus kredit usaha mikro kecil menengah (UMKM) sebesar Rp 400 miliar mulai 20 April 2021. Tujuannya untuk meningkatkan permodalan debitur UMKM.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan, kedua stimulus itu diharapkan bisa mendongkrak ekonomi tahun ini, baik dari sisi suplai maupun permintaan yang akan dimulai April-Juni 2021.
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Amir Hidayat, juga menyatakan, pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2021 diperkirakan bisa berada di kisaran 7% hingga 8% year on year (yoy) dari kuartal II-2020. Maklum, pada kuartal II-2020, pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut, turun cukup dalam sebesar minus 5,32% yoy.
Hanya saja, Ekonom Senior Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai, diskon PPnBM mobil akan terbuang percuma. Ia menilai, mayoritas masyarakat kelas menengah atas saat ini masih menahan diri untuk belanja otomotif.
Kredit ke UMKM juga bisa gagal, karena banyak debitur yang belum masuk ke sistem perbankan atau unbankable. Enny menegaskan, jika pemerintah ingin benar-benar memberikan supply kepada UMKM, perbankan harus memberikan relaksasi agar prasyarat kredit lebih mudah. Menurut Enny, ekonomi kuartal II-2021 akan pulih, sejalan dengan aktivitas ekonomi yang lebih baik. Namun Enny memperkirakan, pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021 hanya 2% yoy, tidak sampai 7% yoy. Karena realisasi ekonomi kuartal II-2020 yang minus, kuartal II-2021 setidaknya harus bertumbuh sekitar 12% untuk bisa mencapai target 7%.
Strategi Sistem Islam dalam Mengatasi Pandemi Corona
Solusi Islam dalam mengatasi wabah tidak bisa dilepaskan dari komprehensivitas ajaran Islam. Berikut ini beberapa paradigma Islam tentang manusia, masyarakat dan negara.
1. Ri’ayah (mengurusi dan mengayomi rakyat).
Dalam Islam, kepemimpinan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Rasulullah saw bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dia pimpin.” (HR al-Bukhari).
Dalam Islam pemimpin harus benar-benar berupaya sekuat tenaga mencurahkan segala potensi yang ada. Tampilnya seorang memimpin dalam ikthiar penyelesaian wabah merupakan bagian dari amanah Allah SWT yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat.
2. Wajib menjaga nyawa manusia (hifzh an-nafs).
Di antara maqashid asy-syari’ah (tujuan syariah) adalah hifzh an-nafs, yakni menjaga jiwa. Islam mengajarkan bahwa nyawa manusia harus dinomorsatukan. Oleh karena itu, pembunuhan dianggap sebagai dosa besar dan pelakunya mendapat sanksi yang sangat berat, yaitu qishash. Bahkan terkait dengan nyawa, Rasulullah saw bersabda, "Hancurnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang Mukmin tanpa haq.” (HR an-Nasa’i dan at-Tirmidzi).
Dengan demikian dalam pandangan Islam, nyawa manusia harus diutamakan, melebihi ekonomi, pariwisata, atau pun lainnya.
3. Berbasis Syariah
Dalam Islam setiap perbuatan dapat bernilai ibadah selama memenuhi dua kriteria, yakni perbuatan tersebut dilaksanakan karena Allah SWT (untuk meraih ridha Allah SWT) dan dilaksanakan sesuai dengan syariah.
Demikian pula dalam ikhtiar mengatasi wabah. Harus dengan mengikuti syariah, yakni mengikuti Rasulullah saw. Hal itu bukan hanya agar wabah tertangani, tetapi juga agar bernilai ibadah. Kesadaran bahwa ikhtiar ini merupakan ibadah menyebabkan usaha dan ikhtiar menjadi sungggh-sungguh. Bahkan orang tidak takut mati, sebab jika mati, maka kematiannya berada di jalan Allah SWT. Hal ini jelas tidak ditemukan dalam sistem kapitalis atau sosialis. Ini hanya ditemukan di dalam Islam.
4. Mekanisme anggaran yang fleksibel dan cepat dalam penanganan masalah.
Substansi dasar Islam adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Birokrasi dan administrasi hanyalah sebagai tools sehingga masalah-masalah teknis dapat berjalan dengan baik. Karena hanya masalah tools, maka tidak masalah mengambil dari mana pun. Umar bin Khaththab ra., misalnya, mengambil sistem akuntansi dari Romawi.
Birokrasi dan administrasi juga sangat tampak pada penanganan wabah. Hal ini tampak, misalnya, saat suatu daerah mengajukan isolasi kepada pemerintah pusat. Pemerintah daerah harus melengkapi ini-itu. Pengajuannya harus direvisi, dan lain sebagainya. Padahal, keterlambatan dalam penanganan wabah menyebabkan kematian bertambah banyak.
Ajaran Islam dalam urusan birokrasi dan administrasi sangat fleksibel, sehingga untuk menangani wabah atau lainnya dapat dikerjakan sangat cepat.
Dalam hal ini, pendekatan dilakukan secara komprehensif, yaitu dari sisi negara dan dari sisi rakyat.
Pertama, Dari sisi Negara.
Negara dan pemimpin harus memainkan peran yang paling penting. Pemimpin dan negara harus mengacu pada syariah Islam yang sudah sangat jelas.
a. Menentukan tes dan tracing dengan cepat.
Pemimpin harus dengan cepat melakukan tes dan tracing. Tes dan tracing ini penting sekali. Apalagi dalam kasus virus Corona. Kelambanan dalam melakukan tes dan tracing berarti membiarkan masyarakat lebih banyak terkena wabah dan semakin banyak masyarakat yang meninggal. Begitu tes menunjukkan positif, harus segera dilakukan tracing. Dalam dua pekan, harus dipastikan dia kemana saja dan bertemu dengan siapa saja. Orang-orang yang berinteraksi harus segera dilakukan tes. Begitu seterusnya. Orang yang terbukti positif harus segera diisolasi dan diobati.
b. Pusat wabah harus segera ditentukan dengan cepat dan menjaga secara ketat agar wabah tidak meluas
Saat wabah menyebar, daerah terkena wabah harus segera diisolasi agar wabah tidak menyebar ke tempat lain. Tidak ada yang boleh keluar-masuk dari daerah tersebut agar proses penularan berantai dapat dihentikan. Hal ini telah disampaikan oleh Rasulullah saw: “Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR al-Bukhari).
c. Menjamin semua kebutuhan dasar masyarakat di daerah yang diisolasi
Negara harus benar-benar hadir secara riil. Saat terjadi isolasi, pasti masyarakat tidak bisa mencari nafkah, dan pada giliriannya dapat berdampak pada kelaparan sehingga dapat menyebabkan kematian rakyat. Oleh karena itu, saat negara melakukan isolasi atau karantina, kebutuhan rakyat harus ditanggung oleh negara. Negara tidak boleh berlepas tangan. Jika negara tak mau mencukupi kebutuhan, rakyat pasti akan melanggar. Pernyataan yang sering kita dengar dari sebagian saudara kita, “Lebih baik mati karena Corona daripada mati karena kelaparan”.
d. Merawat, mengobati dan melayani orang-orang yang sakit di daerah wabah.
Masyarakat yang sakit harus segera diobati dengan pengobatan yang berkualitas karena berkaitan dengan nyawa manusia. Dalam kasus virus Corona, yang belum ada obatnya, daya tahan tubuh pasien harus diperkuat sehingga pasien dapat melewati masa-masa genting. Dengan hal ini, prosentase kematian dapat diminimalkan.
e. Menjaga wilayah lain yang tidak masuk zona tetap produktif
Di sinilah pentingnya kehadiran negara. Negara harus memiliki peta yang jelas, mana daerah merah, kuning dan hijau. Pada daerah yang diisolasi, seluruh aktivitas harus diminimalkan sampai batas serendah-rendahnya. Daerah lain yang tidak terkena wabah dijaga bahkan ditingkatkan produktivitasnya sehingga dapat menopang daerah lain yang terkena wabah.
f. Memperkuat dan meningkatkan sistem kesehatan: fasilitas, obatan-obatan, dan SDM
Kesehatan adalah kebutuhan pokok masyarakat yang harus disediakan oleh negara dengan kualitas yang setinggi-tingginya, sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi pada zamannya. Para tenaga medis harus diberikan pendidikan dan pelatihan setinggi-tingginya. Standarisasi SDM, baik dokter, perawat atau tenaga medis lainnya harus diupayakan. Tidak dibolehkan adanya mal praktik dan lain sebagainya.
g. Mendorong para ilmuwan untuk menemukan obat/vaksin dengan cepat.
Negara juga harus mendorong para ilmuan untuk menemukan metode, obat, atau vaksin untuk berbagai penyakit. Kita tahu bahwa berbagai virus mengalami mutasi sehingga dibutuhkan pengembangan berbagai obat atau vaksin baru untuk pengobatannya. Dalam hal ini, negara tidak boleh berpikir untung rugi dari aspek finansial, tetapi negara harus mendukung pengembangan penelitian tentang obat dan virus ini.
h. Dilakukan secara gratis.
Menurut politik-ekonomi Islam, kesehatan merupakan kebutuhan dasar masyarakat yang harus disediakan oleh negara secara gratis. Hal ini bukan hanya saat ada wabah, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua, dari sisi rakyat.
a. Mentaati segala protap dengan dasar ketakwaan kepada Allah.
Protap dan aturan yang telah diputuskan oleh Imam (Khalifah) yang dibaiat berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya wajib ditaati. Masyarakat yang taat bukan hanya akan terhindar dari wabah sehingga mata rantai wabah segera berakhir, tetapi mereka juga mendapatkan pahala yang besar dari Allah SWT karena taat kepada pemimpin Islam. Sebaliknya, melanggar keputusan imam (khalifah) adalah perbuatan maksiat yang akan mendapatkan siksa dari Allah (QS an-Nisa’ [4]: 59). Konsep seperti ini tidak akan ditemukan kecuali hanya di dalam Islam, yakni di dalam sistem Khilafah.
b. Sabar dan ikhtiar, tidak putus asa bagi yang ditimpa musibah.
Masyarakat Islam menyadari bahwa berbagai musibah adalah qadha dari Allah SWT. Mereka menerima dengan ridha, sabar, tidak panik, apalagi putus asa. Rasul saw. bersabda, “Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman. Semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya) dan ini hanya ada pada seorang mukmin. Jika dia mendapatkan kesenangan, dia bersyukur. Iu adalah kebaikan bagidirinya. Jika dia ditimpa kesusahan, dia bersabar. Itu adalah kebaikan bagi dirinya.” (HR al-Muslim).
Sikap seperti ini justru meningkatkan imunitas diri masyarakat. Mereka pun tidak lupa berikhtiar sesuai dengan syariah. Yang sakit berobat dengan sebaiknya-baiknya. Yang sehat berupaya untuk menjaga diri agar tidak terkena wabah. Misalnya tinggal di rumah, saat keluar memakai masker, menjaga jarak dari orang lain, mencuci tangan dan lain sebagainya.
c. Masyarakat saling membantu dengan dorongan keimanan.
Islam mengajarkan masyarakat untuk saling membantu, apalagi pada saat wabah. Beberapa orang yang seharusnya mengisolasi diri, tetapi miskin dan negara tidak menjangkau, maka masyarakat di sekitarnya harus membantunya. Rasulullah saw. Bersabda, “Tidaklah beriman kepada-Ku orang yang tidur dalam keadaan kenyang. sedangkan tetangganya kelaparan sampai ke lambungnya. Padahal ia (orang yang kenyang) mengetahui.” (HR al-Bukhari).
Penutup
Kegagalan sistem Kapitalisme dalam menanggulangi Covid-19 dipengaruhi oleh rapuhnya sistem kesehatan dunia dan sistem ekonominya yang rawan terjadi resesi. WHO sebagai badan organisasi kesehatan dunia membongkar bagaimana buruknya kondisi sistem kesehatan negara-negara di dunia selama ini. Hal ini dikarenakan sistem kesehatan kapitalis berdasarkan asas manfaat dan materi.
Begitu juga, saat terjadi pandemi, solusi lockdown tidak segera diambil karena menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Akibat dari lockdown, laju ekonomi akan berhenti. Pabrik banyak yang ditutup, karyawan banyak yang di PHK. Akibatnya konsumsi masyarakat menurun. Rakyat hanya mengonsumsi kebutuhan primer karena menurunnya pendapatan. Inilah yang menyebabkan sistem ekonomi kapitalisme rawan terjadi resesi.
Beberapa Faktor yang menyebabkan kegagalan pemerintah Indonesia mengatasi pandemi Corona antara lain dana alokasi untuk Corona justru dikorup oleh para pejabat, kebijakan pemotongan PPnBM juga dinilai kurang efektif. Ironisnya, justru PPN untuk rakyat malah meningkat. Disamping itu, kebijakan tidak jelas seperti larangan mudik namun tetap membuka pariwisata juga disinyalir menjadi sebab meningkatnya kasus harian Covid-19, serta ketidakdisiplinan warga dalam melaksanakan protokol kesehatan.
Strategi sistem Islam dalam mengatasi pandemi Corona melalui paradigma Islam antara lain Ri’ayah (mengurusi dan mengayomi rakyat), Wajib menjaga nyawa manusia (hifzh an-nafs), Berbasis syariah, dan Mekanisme anggaran yang fleksibel dan cepat dalam penanganan masalah. Dalam hal ini, pendekatan dilakukan secara komprehensif, yaitu dari sisi negara dan dari sisi rakyat.
Dari sisi negara antara lain menentukan tes dan tracing dengan cepat, segera menentukan pusat wabah dengan cepat dan menjaga secara ketat agar wabah tidak meluas, menjamin semua kebutuhan dasar masyarakat di daerah yang diisolasi, merawat, mengobati dan melayani orang-orang yang sakit di daerah wabah, menjaga wilayah lain yang tidak masuk zona tetap produktif, memperkuat dan meningkatkan sistem kesehatan: fasilitas, obatan-obatan, SDM, mendorong para ilmuwan untuk menemukan obat/vaksin dengan cepat, dan semua dilakukan secara gratis.
Sedangkan dari sisi rakyat diantaranya mentaati segala protap dengan dasar ketakwaan kepada Allah, sabar dan ikhtiar, tidak putus asa bagi yang ditimpa musibah, dan masyarakat saling membantu dengan dorongan keimanan.[]
Oleh: Achmad Mu'it
(Analis Politik Islam dan Dosol Uniol 4.0 Diponorogo)
Referensi:
1. W. Irvandi, "Sistem Kesehatan Kapitalis Gagal Mengatasi Corona," 2020.
2. Ika Mawarningtyas, " MEMBONGKAR KEGAGALAN SISTEM KESEHATAN ALA KAPITALISME DALAM MENGHADAPI PANDEMI CORONA," 2020.
3. Bagong Suyanto, "Resesi Mengancam Indonesia," 2020.
4. M. Ulul Azmi, "Cara Khilafah Mengatasi Wabah," 2020.
5. Yusuf Imam Santoso, ”Strategi pemerintah untuk kerek pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2021,” 2021.
#LamRad
#LiveOpressedOrRiseUpAgaints
0 Komentar