TintaSiyasi.com-- Ada sebagian syubhat atau keraguan yang disampaikan sebagai kalangan bahwa saat wabah penyakit menyebar, justru umat Islam semestinya mendatangi masjid. Masjid dianggap sebagai tempat yang aman dari penyakit. Hal tersebut didasarkan pada beberapa hadis. Berikut ini adalah hadis-hadis yang dimaksud beserta tanggapannya:
Pertama, dari Anas bin Malik ra, Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى إِذَا أَنْزَلَ عَاهَةً مِنَ السَّمَاءِ عَلَى أَهْلِ الأرْضِ صُرِفَتْ عَنْ عُمَّارِ الْمَسَاجِدِ.
“Sesungguhnya apabila Allah ta’ala menurunkan penyakit dari langit kepada penduduk bumi maka Allah menjauhkan penyakit itu dari orang-orang yang meramaikan masjid.” (HR. Ibnu Asakir dan Ibnu Adi).
Pada sanad hadis tersebut ada rawi bernama Zafir bin Sulaiman, para ulama seperti Ibn ‘Adi mengomentari dalam kitabnya al-Kamil: “Pada sanad ini terdapat Zafir bin Sulaiman, hadis-hadis yang diriwayatkannya terbalik-balik sanad dan matannnya. Secara umum, hadis yang diriwayatkannya tidak memiliki tabi’ dan hadisnya ditulis dengan menyertakan kedhaifannya.”
Ibn Hajar mengomentari dalam al-Taqrib: shaduq banyak sekali kekeliruan dalam hadisnya, dan menyebutkan dalam Mathalib al-‘Aliyah dengan sebutan: Ia dhaif.
Kedua, hadis dari Anas bin Malik ra, Rasulullah SAW bersabda:
إِذا أرَادَ الله بِقَوْمٍ عاهةً نَظَرَ إِلَى أهْلِ المَساجِدِ فَصَرَفَ عَنْهُمْ
“Apabila Allah menghendaki penyakit pada suatu kaum, maka Allah melihat ahli masjid, lalu menjauhkan penyakit itu dari mereka.” (HR. Ibnu Adi, al-Dailami, Abu Nu’aim dan al-Daraquthni).
Hadis ini dinilai dhaif, gharib (munkar) oleh Imam Ibn Katsir, dimana beliau menyatakan dengan menukil ucapan Imam al-Daraquthni.
Ketiga, shahabat Anas bin Malik ra berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
يَقُولُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: ” إِنِّي لَأَهُمُّ بِأَهْلِ الْأَرْضِ عَذَابًا فَإِذَا نَظَرْتُ إِلَى عُمَّارِ بُيُوتِي والْمُتَحَابِّينَ فِيَّ والْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ صَرَفْتُ عَنْهُمْ “
Allah Azza wa Jalla berfirman: “Sesungguhnya Aku bermaksud menurunkan azab kepada penduduk bumi, maka apabila Aku melihat orang-orang yang meramaikan rumah-rumah-Ku, yang saling mencintai karena Aku, dan orang-orang yang memohon ampunan pada waktu sahur, maka Aku jauhkan azab itu dari mereka." (HR. al-Baihaqi, dalam Syu’ab al-Iman)
Pada semua jalur sanad hadits di atas, berpangkal pada rawi bernama Shalih al-Marri. Para ahli hadits menilai sebagai rawi yang munkar.
Keempat, al-Imam al-Sya’bi, ulama salaf dari generasi tabi’in ra berkata:
“كَانُوا إِذَا فَرَغُوا مِنْ شَيْءٍ أَتَوُا الْمَسَاجِدَ “
“Mereka (para sahabat) apabila ketakutan tentang sesuatu, maka mendatangi masjid.” (HR. al-Baihaqi, dalam Syu’ab al-Iman).
Perlu diketahui riwayat ini maqthu dari al-Syabi’, sehingga tidak layak dijadikan sebagai hujjah. Sebenarnya atsar ini statusnya hasan, namun seringkali keliru menerjemahkan kalimat “faraghu”, yang ia artikan “apabila ketakutan”. Semestinya diartikan “apabila selesai dari suatu hal”.
Itu adalah dari tinjauan kritik sanad. Kita akui bahwa tidak semua kedhaifannya parah. Ada beberapa yang dhaif ringan, sehingga masih memungkinkan digunakan dalam fadha’il al-mal tentang keutamaan masjid. Namun hadits-hadits di atas tidak lolos dari aspek kritik matan.
Dalam tinjauan kritik matan, hadis tersebut bertentangan dengan matan hadis lain yang lebih kuat. Misalnya hadis riwayat imam al-Bukhari yang menegaskan bahwa jika Allah menurunkan adzab, maka semua pasti kena, baik kepada orang shalih maupun ahli maksiat; apakah ahli masjid ataupun yang tak pernah ke masjid.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِقَوْمٍ عَذَابًا أَصَابَ الْعَذَابُ مَنْ كَانَ فِيهِمْ ثُمَّ بُعِثُوا عَلَى أَعْمَالِهِمْ
“Ibnu Umar ra. mengatakan, Rasulullah SAW bersabda: “Jika Allah menurunkan adzab, maka adzab itu akan mengenai siapa saja yang berada di tengah-tengah mereka, lantas mereka dihisab sesuai amalan mereka.” (HR. al-Bukhari).
Demikian juga jika dikaitkan dengan adanya penyebaran wabah penyakit, justru kita diperintahkan untuk melakukan isolasi diri dan mengisolasi yang lain, atau dalam istilah adalah lockdown. Hadisnya sudah kami sampaikan pada bagian sebelumnya.
Adapun jaminan Allah bagi orang yang memakmurkan masjid adalah terkait pentunjuk (hidayah). Allah SWT berfirman:
مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ أُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ. إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain Allah, maka merekalah yang termasuk golongan orang-orang yang selalu mendapat petunjuk (dari Allah Ta’ala)” (QS. At-Taubah: 18).
Dengan demikian, dalam kondisi tersebarnya wabah penyakit dengan penularan yang tinggi dan tak terkendali, tidak tepat jika malah berkumpul dalam jumlah besar di masjid-masjid. Masjid bukan tempat berlindung dari penyakit. Masjid adalah tempat bagi umat Islam beribadah dan bertaubat.
Jadi, ibadah di masjid pada masa pandemi harus memperhatikan protokol kesehatan sebagaimana yang dianjurkan para ahli. Kita tetap makmurkan masjid dengan memperhatikan segala ketentuan syariat di saat wabah. []
Oleh: Ajengan Yuana Ryan Tresna
(Mudir Ma'had Khadimus Sunnah Bandung)
0 Komentar