TintaSiyasi.com-- Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang mengunggah video ucapan selamat hari raya kepada Baha'i menuai kontroversi. Pasalnya, agama Baha'i yang mendapat stempel sesat dari ulama dunia dianggap agama yang berdiri sendiri. Dilansir dari laman CNN Indonesia (28/7/2021), Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis meminta pemerintah tidak salah menyikapi keberadaan agama Baha'i. Sebelumnya, agama itu jadi sorotan publik usai mendapat ucapan selamat hari raya dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Cholil menyampaikan Indonesia hanya mengakui enam agama. Menurutnya, pemerintah tidak bisa menyamaratakan perlakuan antara enam agama yang diakui dengan agama lainnya.
Hal itu dibantah oleh oleh pihak Menag. Staf Khusus Menteri Agama, Ishfah Abidal Aziz menyebut bahwa langkah Menag Yaqut Cholil Qoumas yang mengucapkan selamat Hari Raya Naw Ruz kepada masyarakat Baha'i sudah berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal Menag menyampaikan ucapan selamat Hari Raya bagi umat Baha'i beliau merupakan bagian dari negara. Jadi bagian tugas negara. Offside-nya di mana?" kata Ishfah kepada CNNIndonesia.com, Kamis (29/7).
Patut disesalkan, negeri yang berpenduduk mayoritas Muslim, mengakui aliran sesat atas dalil agama yang telah berdiri sendiri. Padahal, sejak awal kemunculannya di Tulungagung 2009 lalu, MUI telah mengatakan, Baha'i adalah ajaran sesat.
Hal tersebut disampaikan Ketua Dewan Fatwa MUI Ma'ruf Amin saat dikonfirmasi okezone, Senin (26/10/2009) terkait munculnya aliran Baha'i di Tulungagung, Jawa Timur.
"Sikap MUI jelas jika dia mengaku Islam kemudian melakukan praktik ibadah keluar dari yang ditentukan Islam, maka itu aliran sesat," katanya.
Dia menjelaskan MUI telah menetapkan 10 kriteria yang menyebut satu kelompok dianggap sesat, di antaranya menyimpang dalam salat lima waktu, tidak mengakui Muhammad SAW sebagai nabi, dan penyimpangan ibadah puasa.
Melalui suarasumbar.id (30/7/2021), Ketua MUI Sumatera Barat (Sumbar), Buya Gusrizal Gazahar Dt. Palimo Basa menegaskan, bahwa esensi dari agama Baha’i tersebut adalah ajaran sesat.
"Bahaiyyah ditinjau dari latar belakang sejarah, esensi ajaran dan gerakan penyebaran merupakan ajaran sesat yang menodai ajaran Islam dan menjadi pintu masuk musuh untuk merusak umat Islam," katanya, dilansir dari Covesia.com--jaringan suara.com, Jumat (30/7/2021).
Ia mengatakan, tidak mengherankan jika lembaga-lembaga umat Islam berskala internasional, nasional dan juga para tokoh ulama telah mengeluarkan keputusan tentang kesesatan aliran ini. Makanya, aneh jika negeri ini malah membela aliran Baha'i dengan dalil agama yang telah berdiri sendiri.
Tapi anehnya, mengapa masih ada yang membela sikap Menag dengan alasan Baha'i sebagai agama yang berdiri sendiri. Tak hanya itu, alasan toleransi beragama dan moderasi beragama turut dijadikan pembenaran atas sikap Menag yang mengucapkan selamat hari raya kepada Baha'i.
Mendedah Alasan Agama Baha'i Dianggap sebagai Aliran Sesat
Dilansir dari idntimes.com (13/8/2021), agama Baha'i muncul pada 1844, ketika Iran dilanda dekadensi moral, Sayyid Ali Muhammad, dikenal sebagai 'Sang Bab', hadir dengan pesan-pesan perdamaian. Pemuda asal Shiraz itu mengaku sebagai rasul yang membawa misi mempersiapkan jalan bagi kehadiran 'Perwujudan Tuhan'. Sosok itulah yang nantinya membawa perdamaian dan menyerukan nilai-nilai keadilan universal.
Ajaran Sang Bab menuai kontroversi. Banyak masyarakat yang mengikuti Sang Bab. Sang Bab selain menyebarkan ajarannya yang sesat juga menyerukan diskriminasi. Wajar saja, banyak yang mengikuti ajarannya. Tetapi, dengan tegas pemerintah Iran menganggap ajaran Baha'i adalah ajaran sesat.
Dilansir dari satuharapan.com (2/8/2013). Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengeluarkan fatwa sesat kepada kelompok Baha’i. Fatwa ini mendukung fatwa serupa para ulama lainnya di masa lalu. Sebuah situs berita Iran, Tasnim, melaporkan pada hari Rabu (31/7) bahwa Khamenei menyebut Baha’i sesat dan menyesatkan. Seperti dilansir dari situs al Arabiya.
Dilansir dari sofyanruray.info dikatakan, agama Baha’i atau Al-Baha’iyyah berawal dari seorang pengikut sekte sesat Syi’ah yang mengaku sebagai nabi baru di Iran, bernama Mirza Ali Muhammad Asy-Syirozi yang mendirikan agama Al-Baabiyyah, pada malam Kamis 23 Maret 1844 M / 5 Jumadl Ula 1260 H, yang sampai hari ini dirayakan sebagai hari kelahiran agama tersebut, dan penganutnya mengharamkan bekerja pada hari itu. [Lihat Khafaaya Al-Bahaaiyyah, hal. 33, Ushul wa Tarikh Al-Firoq Al-Islamiyah, 2/74]
Dan ulama Islam seluruhnya sepakat atas kafirnya orang yang mengaku nabi setelah diutusnya Rasulullah SAW, karena itu termasuk mendustakan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dalam laman sofyanruray.info yang diringkas dari Mauqi’ Islamweb dijelaskan ada 16 alasan menjawab Baha'i dianggap aliran sesat.
Pertama. Meyakini bersatunya Allah dengan sebagian makhluk-Nya, dan bahwa Allah telah bersatu dengan Al-Bab (Pendiri agama Al-Baabiyyah) dan muridnya Al-Baha’ (Pendiri agama Al-Bahaa’iyyah).
Kedua. Meyakini adanya reinkarnasi, dan bahwa pahala dan dosa hanya berlaku untuk ruh.
Ketiga. Meyakini semua agama benar, dan bahwa Taurat dan Injil belum dirubah-rubah (masih asli), dan memandang pentingnya menyatukan seluruh agama ke dalam agama Baha’i.
Keempat. Meyakini kenabian Budha, Konfusius, Brahma, Zoroaster dan semisal mereka dari kalangan filosof India, Cina dan Persia.
Kelima. Meyakini disalibnya Nabi Isa ‘alaihissalaam.
Keenam. Mengingkari mukjizat para nabi dan mengingkari adanya malaikat, jin, surga dan neraka.
Ketujuh. Mengharamkan hijab (jilbab) bagi wanita, menghalalkan nikah kontrak (mut’ah), dan menyerukan ideologi sosialisme untuk wanita dan pengelolaan harta.
Kedelapan. Meyakini bahwa agama Al-Baabiyah telah menghapuskan syari’at Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam.
Kesembilan. Mentakwil kiamat dengan munculnya Al-Baha’ (Pendiri agama Bah’ai), adapun kiblat mereka ke Bahjah di ‘Akkaa Palestina, bukan Masjidil Haram.
Kesepuluh. Sholat mereka hanya 3 waktu dalam sehari, setiap sholat 3 raka’at, Shubuh, Zhuhur dan Sore. Berwudhu harus dengan air kembang, kalau tidak ada maka cukup membaca basmalah dengan lafaz “Bismillaah Al-Athhar Al-Athhar” sebanyak lima kali.
Kesebelas. Tidak membolehkan sholat jama’ah kecuali sholat jenazah.
Keduabelas. Mengkeramatkan angka 19, dan meyakini jumlah bulan dalam setahun 19 bulan, dan jumlah hari dalam setiap bulan 19 hari.
Ketigabelas. Berpuasa pada bulan Bahai saja selama 19 hari, yaitu bulan Al-‘Alaa yang dimulai tanggal 2-21 Maret, dan ini adalah akhir bulan Baha’i menurut mereka, wajib puasa dimulai dari terbitnya matahari sampai terbenam, kemudian masuk bulan berikutnya mereka merayakan hari raya Nairuz (hari raya penyembah api Persia kuno).
Keempatbelas. Mengharamkan jihad, membawa senjata dan mengacungkannya kepada musuh-musuh kafir, ini tanda pelayanan mereka terhadap kepentingan penjajahan.
Kelimabelas. Mengingkari Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam sebagai nabi terakhir, dan mengklaim bahwa wahyu masih berlanjut sepeninggal beliau.
Keenambelas. Menihilkan syari’at haji ke Makkah. Haji mereka ke kuburan Bahaaullaah di Bahjah, ‘Akka Palestina.
Sebenarnya jika mau jujur, dikaji dari sejarah kemunculannya, sudah sangat jelas, Baha'i ini adalah bentuk penyimpangan dari agama Islam. Tetapi, anehnya dari pihak peneliti puslitbang Kemenag membantahnya. Mereka mengatakan, Baha'i adalah agama yang berdiri sendiri dan tidak ada kaitannya dengan Islam. Dari situlah mereka memberikan legitimasi kepada penganut Baha'i, bahkan memberikan ucapan selamat hari raya kepada mereka.
Wajar saja hal itu menuai protes dari umat Islam. Sebagaimana Habib Abubakar Assegaf yang terheran-heran, mengapa aliran sesat tersebut diakui dan diberi ucapan selamat oleh Menag. “Kenapa aliran yang sudah jelas kesesatannya dianggap Sebagai Agama yang diakui dan diberi Tahni’ah oleh Menag,” kata Habib Abubakar di akun Twitternya, Rabu (28/7/2021).
Mudir Ma'had Khadimus Sunnah Bandung Ajengan Yuana Ryan Tresna mengatakan kepada TintaSiyasi.com (2/8/2021), apa yang dilakukan Menag itu bentuk promosi penistaan agama yang merupakan upaya sekularisme dan liberalisme Islam.
Ulama-ulama dunia juga mengatakan, Baha'i adalah aliran sesat. Sungguh aneh, jika Baha'i malah mendapatkan tempat dan pembelaan di negeri ini. Sebagaimana fatwa berikut: Sesungguhnya muncul agama Al-Baabiyyah atau Al-Bahaaiyyah di negeri Persia (Iran), sebuah ajaran bid’ah yang disebarkan oleh orang-orang yang membuat makar terhadap Islam…” [Fatawa Kibar Ulama Al-Azhar Asy-Syarif fil Bahaaiyyah wal Qodiyaaniyah, hal. 29]
Lagi-lagi, karena dihadapkan oleh hukum sekuler dan liberal, aliran yang nyata kesesatannya malah mendapatkan pengakuan. Berbeda dengan sikapnya dengan khilafah dan jihad yang murni lahir dari ajaran Islam. Tak henti-hentinya mendapat stempel radikal dan intoleran. Sungguh ironis sekali sikap pemerintah hari ini. Aliran sesat dilegitimasi, ajaran Islam dialienisasi.
Dampak Pengakuan Pemerintah terhadap aliran Baha'i
Mengutip dari sofyanruray.info ajaran nabi palsu Mirza Ali Muhammad Asy-Syirozi dilanjutkan oleh Mirza Husain Ali bin Mirza Abbas An-Nuri Al-Mazindaroni yang bergelar Al-Baha’, ia lahir pada tahun 1233 H/1817 M, belajar di Teheran, Iran, bergaul dengan orang-orang Sufi, kemudian bertemu dengan orang-orang Al-Baabiyah sampai akhirnya ia mencetuskan agama Al-Bahaa’iyyah sebagai pelanjut Al-Baabiyyah.
Al-Baha’ wafat tahun 1309 H / 1892 M dan dikuburkan di kota ‘Akkaa, Palestina, setelah mewasiatkan kepada anaknya yang bernama Abdul Baha’ untuk melanjutkan agamanya.[Lihat Khafaaya Al-Bahaaiyyah, hal. 33, Al-Baabiyun wal Bahaaiyun, hal. 53, 58, 59, Ushul wa Tarikh Al-Firoq Al-Islamiyah, 2/74-84]
Hubungan Baha’i dengan Zionis Yahudi sangat kuat, mereka mendapat bantuan-bantuan Zionis Yahudi untuk mengembangkan agamanya, terutama berkaitan dengan kepentingan penjajahan Yahudi terhadap Palestina. [Lihat Khafaaya Al-Bahaaiyyah, hal. 115-119, Al-Baabiyyah wal Bahaaiyyah fil Mizan, hal. 23, Ushul wa Tarikh Al-Firoq Al-Islamiyah, 2/86]
Sebagaimana orang-orang Baha’i juga memiliki hubungan baik dengan Inggris ketika menjajah Iran. Inggris memanfaatkan mereka untuk memecah belah kaum muslimin, seperti yang dilakukan Inggris di India dengan mendirikan agama boneka Ahmadiyah. [Lihat Al-Baabiyyah wal Bahaaiyyah fil Mizan, hal. 23, Ushul wa Tarikh Al-Firoq Al-Islamiyah, 2/86]
Idntimes.com (20/8/2021) melansir, jumlah penganut Baha’i pada periode awal kemerdekaan mencapai ratusan ribu. Namun, jumlahnya terus menurun seiring aturan-aturan diskriminatif, seperti Keppres 264/1962 yang dikeluarkan Sukarno. Presiden pertama itu melarang eksistensi Baha’i dan Freemansonry di Indonesia. Begitu pula pada era Soeharto, dia juga melarang organisasi keagamaan Baha’i sebagaimana larangan terhadap organisasi Konghucu.
Penganut Baha’i perlahan menunjukkan eksistensinya setelah Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Keppres 264/1962 dengan Keppres 69/2000. Presiden berjuluk “Bapak Toleransi” menegaskan kembali konstitusi Indonesia bahwa seluruh masyarakat bebas memeluk agama apa pun.
Dari sejarahnya saja sudah cacat, mengapa kecacatan ini justru diakui dan dilestarikan? Inilah ironisnya negeri di bawah payung sekularisme. Apabila diulik lebih dalam, dampak dari pemerintah yang telah memberikan perlindungan hukum terhadap Baha'i adalah sebagai berikut.
Pertama. Apalagi ditinjau dari aspek hukum, patut diduga, yang dilakukan Menag memberi ucapan kepada pengikut Baha'i dan mengakui keberadaannya di negeri ini, terkategori penodaan agama berdasar Pasal 156a KUHP. Karena telah nyata, sejak kemunculan Baha'i di Iran, dia telah menista dan melecehkan Islam. Bahkan, agama tersebut dilarang di negara asalnya. Anehnya, mengapa di Indonesia yang mayoritas Muslim diakui dan diberi ucapan selamat?
Kedua. Hal itu menunjukkan, pemerintah telah terjebak dalam kamuflase liberalisme. Atas nama toleransi beragama, aliran sesat yang seharusnya dilarang malah mendapat tempat dan pengakuan di negeri ini. Padahal, aliran ini dulu sudah dilarang. Sekarang tidak hanya diakui, tetapi mendapat tempat istimewa atas dalih toleransi beragama. Bukan toleransi lagi ini, tetapi lebih ke pemaksaan pembenaran atas kesesatan yang ada.
Ketiga. Ucapan selamat Menag terhadap agama Baha'i memperkokoh sekularisme. Sebagai seorang Muslim yang meyakini kebenaran agama Islam, tidak sepantasnya memberi ruang kepada aliran sesat yang selama ini ada. Sistem yang menihilkan peran agama Islam dalam mengatur segala aspek kehidupan, telah menunjukkan kesombongannya via video Menag tersebut. Maka, wajar apa yang dilakukan Menag telah mengokohkan cengkraman sekularisme di negeri ini. Terlebih mereka yang beragama Muslim, ikut-ikutan membela aliran Baha'i.
Keempat. Perlindungan yang diberikan Menag kepada Baha'i ini berpotensi merusak akidah umat Islam. Seharusnya aliran sesat itu dilarang beredar, bukan diakui. Bahkan, Gusdurian ada yang meminta Kemenag untuk memberikan perlindungan kepada Baha'i sebagai minoritas. Ini sungguh aneh.
Legitimasi Baha'i ini merusak akidah umat. Karena membiarkan kesesatan berkembang biak. Sudah bukan soal toleransi, justru ini bisa merusak akidah umat Islam. Karena, toleransi bermakna menghargai keyakinan agama lain, bukan membiarkan aliran sesat beredar. Apalagi mengatakan dengan dalih moderasi beragama. Apakah cara beragama yang modern adalah dengan cara menerima dan mengakui aliran sesat? Ini keliru, justru ini melecehkan kesucian Islam, jika membiarkan ajaran sesat dilegitimasi konstitusi.
Kelima. Bentuk kezaliman dan ketidakadilan yang nyata. Bagaimana bisa, sikap pemerintah begitu galak kepada para pejuang Islam kaffah dan khilafah, tetapi begitu longgar kepada ajaran yang jelas kesesatannya? Seharusnya jika pemerintah mau memberi perhatian dan bentuk kepeduliannya kepada umat Islam yang menjadi mayoritas di negeri ini adalah dengan melindungi akidahnya dengan melarang ajaran sesat berkembang dan mendukung dakwah Islam berkembang pesat.
Faktanya, ajaran jihad dan khilafah tidak pernah absen dituduh sebagai ajaran ekstrim dan radikal. Sedihnya, para pejuang dan pembelanya tak luput dari tindak persekusi dan kriminalisasi. Bukankah ini bentuk ketimpangan? Bukankah ini tidak adil?
Keenam. Patut diduga cengkraman Barat begitu kuat di negeri ini. Alasan pihak Kemenag yang mengatakan, ucapan tersebut bentuk moderasi beragama, adalah salah satu konfirmasi, negeri ini dalam kendali proyek Barat menjauhkan umat dari Islam via narasi moderasi beragama. Selama ini, dapat dilihat pembela aliran sesat dan nabi-nabi palsu adalah kaum pengasong HAM, liberal, dan sekuler. Mereka lantang bersuara membela aliran sesat atas dalil kebebasan. Selainnya itu, mereka memaksa negeri Muslim untuk mengikuti aturan main mereka. Bisa jadi ke depan akan banyak aliran sesat yang akan meminta afirmasi dan pengakuan hukum di negeri ini.
Paparan di atas adalah bukti kebobrokan sistem demokrasi sekularisme. Sistem demokrasi sekularisme telah nyata melestarikan kesesatan dan menghambat dakwah Islam. Buktinya, dakwah Islam kaffah dan khilafah sering mendapat persekusi. Tetapi aliran yang jelas-jelas sesat mendapatkan perhatian khusus, hingga mendapat ucapan selama hari raya mereka.
Strategi Islam dalam Menjaga Kemurnian dan Kesucian Islam
Selain aliran Baha'i, sebelumnya juga sempat heboh aliran Ahmadiyah yang akhir tahun 2020 meminta afirmasi hukum di negeri ini. Begitulah buruknya sistem sekuler, bukan malah menumpas aliran sesat, tetapi malah memelihara dan membiarkan berkembang.
Berbeda dengan sistem Islam. Ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, kisah orang yang mengaku nabi atau rasul itu pernah ada. Hanya saja dalam Islam tegas perlakuan kepada mereka. Dalam sistem Islam, mereka yang mengaku nabi atau rasul dianggap telah murtad. Oleh karenanya, diingatkan dan diluruskan. Jika tetap dalam kesesatan, mereka akan dihukum mati. Tegasnya hukum Islam ini bertujuan menjaga kemurnian dan kesucian akidah Islam.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Ahzab ayat 40 yang artinya: "Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Dalam umatku terdapat 27 pendusta dan pembohong, 4 di antara mereka adalah perempuan. Dan sesungguhnya aku adalah penutup para nabi, tidak ada nabi sesudahku." (HR Thahawi)
Islam telah menjelaskan dan menegaskan, Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir. Maka, apabila ada yang mengaku nabi setelah kedatangan Rasulullah Muhammad SAW, itu adalah bentuk kesesatan yang nyata yang harus ditindak tegas.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ
“Barang siapa mengganti agamanya, maka bunuhlah dia.” (Sahih. HR. Al-Bukhari)
Dikutip dari laman asysyariah.com (11/2/2021) mengatakan, perbuatannya tersebut, berarti ia telah mengganti agamanya walaupun ia berpakaian sebagai seorang muslim. Dia dihukumi kafir karena dengan pengakuannya sebagai nabi, berarti ia telah mendustakan ayat-ayat Allah subhanahu wa ta’ala dan hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang sahih, bahkan mutawatir. Sebab, pintu kenabian dan kerasulan telah ditutup dengan diutusnya Nabi Muhammad bin Abdillah al-Qurasyi shallallahu alaihi wa sallam.
Pada kesempatan sebelum ini, kami telah menukilkan ucapan sejumlah ulama yang menghukuminya sebagai kafir, seperti ucapan Abu Hanifah, al-Qadhi Iyadh, dan ulama-ulama dari India.
Orang yang meyakini kenabian nabi-nabi palsu tersebut juga dihukumi kafir, dengan alasan yang sama—mendustakan ayat-ayat Allah dan hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Adapun orang yang sekadar mendukung, melindungi mereka, atau ridha tehadap bid’ah mereka, maka mereka akan mendapat laknat dari Allah SWT. Dalam sebuah hadits disebutkan,
لَعَنَ اللهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا
“Allah melaknat orang yang melindungi orang jahat.” (Sahih. HR. Muslim, dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu)
Dia harus dihukum dengan hukuman yang setimpal agar jera dari perbuatannya tersebut. Oleh karena itu, kami mengingatkan setiap Muslim bahwa dirinya bertanggung jawab di hadapan Allah SWT dalam mengingkari segala kesesatan.
Dikutip dari laman kumparan.com dijelaskan ada beberapa orang yang mengaku nabi palsu.
Pertama. Musailamah al-Kazzab. Musailamah al-Kazzab hidup pada masa Nabi Muhammad SAW. Pada tahun ke 9 Hijriah, ia sempat masuk Islam, tetapi kemudian murtad.
Ia adalah seorang lelaki yang berasal dari Yamamah dengan nama lengkap Musailamah bin Tsumamah bin Habib Al-Kazzab. Pengakuannya sebagai nabi pun sempat menggegerkan dunia Islam, namun pada akhirnya ia terbunuh di tangan Musailamah bin Harb pada masa kekhalifahan Abu Bakar As-Shidiq.
Kedua. Al-Aswad al-'Ansi. Sama dengan Musailamah al-Kazzab, Al-Aswad al-'Ansi juga hidup di masa kepemimpinan Nabi Muhammad SAW.
Al-Aswad al-'Ansi berasal dari Yaman, masuk Islam tapi kemudian murtad. Dia juga seorang pemimpin gerakan melawan kaum Muslimin, lalu akhirnya mati terbunuh.
Ketiga. Sajah binti al-Haris at-Taglibiyyah. Sajah binti al-Haris at-Taglibiyyah tercatat dalam sejarah pernah menjadi seorang istri dari Musailamah al-Kazzab. Dia adalah seorang perempuan penganut Nasrani.
Keempat. Ţulaihah binti Khuwailid al-Asadi. Dia adalah seorang lelaki yang pernah masuk Islam pada 9 Hijriah bersama kabilah Bani Asad. Kemudian dia murtad dan mengaku sebagai nabi.
Namun, pada masa Abu Bakar, dia sempat dikalahkan oleh Khalid bin Walid, lalu kembali masuk Islam.
Kelima. Mukhtar bin Abi 'Ubaid as-Saqafi. Mukhtar bin Abi 'Ubaid as-Saqafi hidup pada masa tabi'in. Dia juga pernah mengaku mendapatkan wahyu.
Keenam. Haris bin Sa'id al-Kazzab.Dia diketahui hidup pada masa Abdul Malik bin Marwan. Haris bin Sa'id al-Kazzab juga mengaku menjadi nabi dan akhirnya dijatuhi hukuman mati.
Ketujuh. Dalam sejarah Islam juga tercatat bahwa pada masa Dinasti Bani Umayyah dan Abbasiyah, setidaknya kurang dari tujuh orang yang mengaku sebagai nabi, mereka adalah al-Mukhtar bin 'Ubaid as-Saqafi, al-Haris bin Sa'id, Bayan bin Sam'an, al-Mugirah bin Sa'id, Abu Mansur al-Ujali, Abu al-Khattab al-Asadi dan Ali bin al-Fadl.
Itulah beberapa orang yang pernah mengaku sebagai. Semoga kita bisa dijauhkan dari hal-hal buruk seperti itu. Aamiin.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَـمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لـَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
“Barang siapa di antara kalian melihat sebuah kemungkaran, hendaklah ia ubah dengan tangannya. Apabila tidak mampu, dengan lisannya; dan apabila tidak mampu juga, dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim, dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu anhu)
Dalam kutipan hadis di atas jelas, larangan mendiamkan kemungkaran. Seharusnya adanya negara adalah untuk menjaga akidah dan yang menerapkan syariat. Bukan malah menjaga eksistensi aliran sesat. Di sinilah penting dan perlunya mewujudkan institusi Islam yang mampu menerapkan sistem Islam secara kaffah yaitu khilafah. Oleh karenanya, dakwah tidak hanya melawan kemungkaran, tetapi juga menyeru penerapan syariat Islam dalam naungan khilafah.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
Pertama. Ditinjau dari sejarah dan awal kemunculannya, aliran Baha'i telah nyata sebagai bentuk penyimpangan atau kesesatan ajaran Islam. Bahkan, dulu MUI telah mengeluarkan pernyataan, Baha'i adalah aliran sesat. Tidak hanya itu ulama-ulama dunia juga mengatakan, Baha'i adalah aliran sesat. Sungguh ironis, negeri mayoritas Muslim justru memberikan legitimasi kepada aliran sesat dengan alasan toleransi dan moderasi beragama.
Kedua. Dampak dari pengakuan negara terhadap Baha'i adalah sebagai berikut, patut diduga, apa yang dilakukan pemerintah terkategori pelecehan terhadap Islam, bentuk liberalisasi agama, mengokohkan sekularisme, merusak akidah umat Islam, bentuk kezaliman dan tidak adilnya hukum, membiarkan kesesatan berkembang, bentuk hagemoni Barat yang tertancap kuat. Hal itu adalah bukti kebobrokan sistem demokrasi sekularisme. Sistem demokrasi sekularisme telah nyata melestarikan kesesatan dan menghambat dakwah Islam. Buktinya, dakwah Islam kaffah dan khilafah sering mendapat persekusi. Tetapi aliran yang jelas-jelas sesat mendapatkan perhatian khusus, hingga mendapat ucapan selama hari raya mereka.
Ketiga. Dalam Islam telah jelas dan tegas, mereka yang mengaku nabi atau rasul telah keluar dari Islam alias murtad. Awalnya diingatkan dan dinasihati, tetapi jika tidak bertaubat akan dihukum mati. Ketegasan hukum Islam adalah salah satu sarana untuk menjaga kesucian dan kemurnian akidah Islam. Selain itu, keberadaan Islam dijaga dengan adanya negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah.[]
Oleh: Ika Mawarningtyas
Analis Muslimah Voice dan Dosol Uniol 4.0 Diponorogo
Nb: Materi Kuliah Online Uniol 4.0 Diponorogo
Rabu, 4 Agustus 2021 di bawah asuhan Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum #Lamrad #LiveOpperresedOrRiseUpAgaints
0 Komentar