TintaSiyasi.com --Tragedi ledakan gedung World Trade Center (WTC) pada tanggal 9 September 2001 telah mengguncang dunia. Bagaimana tidak? Amerika Serikat (AS) dan kroni-kroninya telah berhasil meluncurkan propaganda busuk war on terrorism (perang melawan terorisme). Tak hanya itu, AS juga selalu memperingatinya dengan upacara seremonial setiap tanggal 9 September.
Tahun 2021, genap sudah 20 tahun mereka gencarkan perang melawan terorisme. Padahal, pada faktanya, yang mereka perangi bukanlah terorisme, tetapi mereka lebih menyasar kepada Islam dan umatnya.
Dikutip dari Republika.co.id (11/9/2021), pimpinan Al-Qaeda Osama bin Laden dianggap merencanakan serangan 9/11 cmdari Afghanistan. Akibat serangan tersebut, hampir 3000 orang meninggal. Hal itu telah mendorong invasi pimpinan AS ke negara tersebut dan dengan cepat menggulingkan kelompok Thali84n pada 2001. Namun, pasukan Barat tetap berada di Afghanistan hingga dua dekade kemudian.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengaitkan peringatan 9/11 dengan kembalinya pemerintahan Thali84n baru-baru ini di Afghanistan, menyusul penarikan pasukan AS, Inggris, dan pasukan NATO lainnya.
Dilansir dari Tempo.co (22/8/2021), penelitian The Watson Institute for International and Public Affairs, seperti dikutip dari laman watson.brown.edu, menunjukkan jumlah korban tewas sejak Oktober 2001 hingga April 2021 antara 238-241 ribu jiwa. Hal ini terjadi baik di Afganistan maupun Pakistan yang menjadi tempat operasi militer Amerika Serikat dalam memburu Taliban.
Jika melihat perbandingan korban, kira-kira siapa yang pantas disebut teroris? Apakah adil, yang dilakukan oleh beberapa orang yang dianggap menyerang gedung WTC dibalaskan kepada warga Muslim di Afghanistan? Di mana nalarnya? Bukankah Amerika lebih pantas dicap sebagai teroris sejati, bahkan dia adalah promotor teror di dunia Islam?
Membongkar di Balik Propaganda War on Terrorism yang Dipimpin Amerika Serikat (AS)
Sejak tanggal 9 September 2001, AS telah menabuh genderang perang terhadap umat Islam. Atas nama perang melawan terorisme, AS telah mengkampanyekan Islamofobia dan anti Islam ke seluruh dunia. Gayung bersambut, drama playing victim yang ia perankan diamini dan didukung penuh oleh kroni-kroninya.
AS playing victim! Benar, AS telah memainkan perannya dengan sangat seksi. Dia yang menyebar teror ke seluruh dunia, tetapi merasa menjadi korban atas narasi sampah terorisme yang mereka tabuh.
Mengutip dari dw.com (1/2/2006), menanggapi kritik yang berkembang terhadap pendudukan militer di Irak, Bush memperingatkan, jangan sampai kritik itu mengakibatkan AS menutup diri dari dunia luar. Misi bersejarah Amerika dalam soal kepemimpinan di dunia ini tidak punya alternatif, terutama sejak 11 September 2001.
George W. Bush: "Di luar negeri, bangsa kita terikat pada tujuan yang bersejarah dan berjangka panjang. Kita berupaya menghapuskan tirani di dunia. Sebagian menolak tujuan itu sebagai idealisme yang salah jalan. Dalam kenyataannya, masa depan keamanan Amerika tergantung pada hal itu."
Jelas sekali, melalui 9/11 Bush melegitimasi kepemimpinannya untuk menyerang ajaran Islam dan umat Islam. Sebenarnya, jika dicermati lebih dalam, ada apa di balik AS memerangi Islam dengan topeng war on terrorism?
Pertama, AS mengidap Islamofobia akut. Sejak daulah Khilafah Turki Utsmani runtuh 1924, umat Islam tidak memiliki pemersatu dan penjaga. Namun, seiring berjalannya waktu, umat Islam merangkak bangkit memperjuangkan tegaknya kembali syariat Islam dalam naungan khilafah. Hal itulah yang membuat AS ketakutan.
Ketakutan yang berlebih itu muncul ketika umat Islam mulai memperjuangkan tegaknya kembali khilafah Islam. Umat mulai bangkit dan menolak diatur dengan demokrasi kapitalisme yang selama ini dijadikan alat menjajah AS di negeri-negeri Muslim. Ini bukti AS tidak menganggap perjuangan khilafah ini sepele, karena perlawanan yang dilakukan AS begitu sistemis.
Kedua, prediksi kembalinya khilafah. Pada Desember 2004, Dewan Intelijen Nasional Amerika Serikat (National Inteligent Council/NIC) merilis laporan dalam bentuk dokumen yang berjudul Mapping The Global Future. Dokumen ini berisikan prediksi atau ramalan tentang masa depan dunia tahun 2020.
Dalam dokumen tersebut, NIC memperkirakan bahwa ada empat hal yang akan terjadi pada tahun 2020-an yakni: Pertama, Dovod World: Kebangkitan ekonomi Asia; Cina dan India bakal menjadi pemain penting ekonomi dan politik dunia. Kedua, Pax Americana: Dunia tetap dipimpin dan dikontrol oleh AS. Ketiga, A New Chaliphate: Kebangkitan kembali Khilafah Islam, yakni Pemerintahan Global Islam yang bakal mampu melawan dan menjadi tantangan nilai-nilai Barat. Keempat, Cycle of Fear: Muncul lingkaran ketakutan (fobia), yaitu ancaman terorisme dihadapi dengan cara kekerasan dan akan terjadi kekacauan di dunia—kekerasan akan dibalas kekerasan.
Sebelum NIC memprediksi soal kembalinya khilafah, jauh ratusan tahun lamanya Nabi Muhammad SAW sudah mengabarkan melalui hadis riwayat Ahmad terkait kembalinya Khilafah Islamiyah kedua yang sesuai manhad kenabian. Itulah yang membuat AS ketakutan teramat sangat. Sehingga segala daya upaya dikerahkan untuk menyerang khilafah ajaran Islam dan membombandir umat Islam atas dalil terorisme.
Ketiga, AS ingin menguasai minyak bumi atau sumber daya alam (SDA) yang melimpah di negeri-negeri Islam. Hal itu diketahui tadi pidato George Walker Bush yang dilansir dari dw.com (1/2/2021), George W. Bush: "Di sini kita menghadapi masalah serius, Amerika ketagihan minyak bumi yang sering kali diimpor dari kawasan yang tidak stabil. Cara terbaik untuk melepaskan diri dari ketergantungan ini adalah lewat teknologi."
Sifat kapitalis memang serakah dan rakus. Sekalipun di wilayahnya sudah ada minyak, naluri rakusnya tidak puas. Dia ingin pula menguasai minyak yang melimpah ruah di negeri-negeri Muslim. Walhasil, AS jalankan rencana jahatnya, yaitu, perang melawan terorisme untuk menjajah negeri Muslim dan merampok ladang-ladang minyak strategis milik umat Islam.
Dampak War on Terrorism yang Dipimpin Amerika bagi umat Islam
Semakin dibungkam semakin menggelegar. Ungkapan yang pas dengan dakwah Islam, utamanya, syariah dan khilafah. Pasalnya, segala daya upaya yang dilakukan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya, bukannya malah membuat dakwah berhenti, tapi dakwah semakin melejit tak terkendali.
Berbicara soal dampak perang melawan terorisme yang dimotori AS tentunya berdampak kepada umat Islam di seluruh dunia. Pertama, genosida terhadap umat Islam. Umat Islam di berbagai belahan dunia tak luput dari penjajahan baik secara fisik maupun sistem oleh AS dengan demokrasi kapitalisme yang ia emban.
Jutaan umat Islam di Timur Tengah, yaitu, Afghanistan, Irak, Palestina, Suriah, Libya, dan lain-lainnya puluhan tahun dijajah Amerika dan sekutunya. Atas nama melawan terorisme dan membela kepentingan Israel, mereka tak segan-segan membunuh jutaan umat Islam. Tak hanya itu, di Uighur, Rohingya, Khasmir, umat Islam juga jadi langganan kezaliman rezimnya dengan dalil melawan terorisme.
Kedua, penghinaan Islam, simbol-simbolnya, ajarannya, dan Rasulullah SAW kerap terjadi. Setelah AS mengumandangkan perang melawan terorisme, banyak sekali terjadi penghinaan dan pelecehan terhadap Islam dan ajarannya. Dengan dalil kebebasan dan HAM (hak asasi manusia), mereka hina dan lecehkan sesukanya. Padahal, hukuman bagi penghina Islam itu sangatlah pedih. Tapi dengan entengnya ajaran Islam dihina dan dibuat lucu-lucuan.
Ketiga, monsterisasi ajaran Islam dan pengembannya dengan tudingan terorisme. Bayangkan, hanya karena berjenggot, pakai celana cingkrang, gamis, krudung besar, cadar, dan atribut Muslim lainnya, umat Islam mendapat tudingan teroris, radikal, bahkan ekstrem.
Secara personal, atribut, ajaran, dan semuanya umat Islam mendapatkan stigmatisasi dari AS dan kroni-kroninya. Setelah stigma dilekatkan, seolah kaum Barat penjajah bebas menzalimi dan mengalienisasi umat Islam.
Keempat, adu domba dan perpecahan di tubuh umat Islam. Dilansir dari RAND Corporation Pusat Penelitian dan Kajian Islam di Timur Tengah nirlaba Amerika Serikat telah memetakan umat Islam menjadi empat bagian. Buku ini ditulis oleh Cheryl Benard pada tahun 2003. Pada buku ini Benard mengklasifikasikan umat Islam menjadi: (1) kaum fundamentalis; (2) kaum tradisionalis; (3) kaum modernis; (4) kaum sekularis.
Dalam metode pecah belah yang AS lakukan, mereka tidak segan-segan mencap kaum fundamentalis dengan sebutan teroris, radikal, dan ekstrem. Selain itu, dengan politik “stick and carrot” ini, AS memaksa dunia untuk bersama AS dengan sebuah ancaman: “Either you are with us or with terrorist”.
Kelima, kriminalisasi dan persekusi umat Islam. Sebagaimana di Indonesia, umat Islam yang kritis berdakwah melakukan amar makruf nahi mungkar dan muhasabah lil hukam pun ada yang dipersekusi hingga dikriminalisasi. Sampai-sampai ada pembubaran ormas Islam di negeri ini. Contohnya, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI).
Banyak sekali, ulama-ulama yang kritis mendakwahkan Islam dan menasihati penguasa yang zalim berujung dipenjara. Padahal, mereka hidup di sistem demokrasi kapitalisme yang katanya menjunjung tinggi kebebasan. Tetapi, faktanya kebebasan umat Islam malah dikebiri dan disumbat.
Begitulah gambaran jahatnya dampak dari agenda AS Barat penjajah. Secara tidak langsung, hal di atas mengokohkan, teroris sejati adalah AS dan sekutunya. Tidak pantas mereka meluncurkan propaganda busuk dan bersikap playing victim. Itu jahat dan zalim sekali.
Strategi Islam dalam Melawan Propaganda War on Terrorism ala AS
War on terrorism, propaganda dan agenda jahat AS sudah lama dijalankan. Bahkan sampai sekarang. Mereka tak lelah dan tak tidur siang malam hanya untuk memerangi Islam. Entah itu dakwahnya, ajarannya, pengembannya, dan lainnya semua diperangi dengan dalil pembenaran 'melawan terorisme'.
Menghadapi hal tersebut, umat Islam tidak boleh diam saja. Karena cuma ada dia pilihan, diam tertindas atau bangkit melawan. Sebagai Muslim sejati harus melawan narasi sampah 'perang melawan terorisme' tersebut. Secara sunnatullah, semakin kuat perlawanan kaum kafir penjajah kepada umat Islam, semakin dekat umat Islam kepada nashrullah (pertolongan Allah).
Satu-satunya cara melawan propaganda jahat AS adalah dengan dakwah. Umat Islam harus terus berdakwah dan berdakwah. Strategi dakwah untuk melawan propaganda dan agenda mereka adalah sebagai berikut. Pertama, dakwah secara individu. Dakwah hukumnya wajib bagi setiap Muslim. Oleh karena itu, umat Islam harus terus mendakwahkan Islam secara jujur dan keseluruhan kepada umat. Jangan mendakwahkan satu, menyembunyikan yang lain.
Kedua, dakwah berjamaah. Ingat, pepatah ini, kejahatan yang tersistem bisa mengalahkan kebaikan yang tidak tersistem. Nah, dari situ perlu dipahami, dakwah harus berjamaah dan bareng-bareng. Tidak jalan seenaknya sendiri. Harus terkontrol dan tersistem dengan baik. Sehingga, kejahatan AS yang mereka lakukan bisa digagalkan.
Ketiga, dakwah negara. Menghadapi AS dan sekutunya harus apple to apple. Yaitu, dakwah Islam dalam satu komando negara. Oleh karena itu, umat Islam harus berupaya mengembalikan peradaban Islam dengan menegakkan Khilafah Islamiyah. Karena hanya dengan khilafah, umat Islam bisa sejajar dan menghentikan kebiadaban AS dan sekutunya.
Umat Islam harus ingat, selemah apa pun umat Islam. Umat Islam memiliki Allah SWT. Selain itu, umat Islam sudah mengantongi bisyaroh kemenangan Islam. Maka, apa yang membuat ragu? Bagaimana pun buruknya kenyataan tetaplah memegang bara Islam dan berjuang untuk meraih keberhasilan dakwah.
"Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya." (TQS. As-Saff Ayat 8)
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
Pertama. Dalam war on terrorism yang dipimpin AS. AS memainkan peran ganda, dia playing victim. Di hadapan dunia merasa menjadi korban tindakan terorisme setelah tragedi 9/11, tetapi faktanya membuktikan, dialah yang teroris sejati. Hal itu AS lakukan karena, ia ingin menghambat dakwah Islam kaffah dan khilafah. Wajar, jika menderita Islamofobia akut. Apalagi prediksi NIC yang mengatakan akan tegak khilafah ke depannya. Selain itu, jiwa rakus AS yang ingin kuasai minyak bumi mendorongnya untuk menjajah dan menjarah negeri-negeri Muslim.
Kedua. Dampak dari war on terrorism adalah genosida umat Islam. Umat Islam tak luput dari bombandir AS dengan legitimasinya melawan terorisme. Penghinaan kepada Islam dan ajarannya juga kerap terjadi. Selain itu, mereka juga melakukan monsterisasi ajaran Islam, adu domba, persekusi, dan kriminalisasi kepada umat Islam.
Ketiga. Strategi Islam melawan agenda dan propaganda jahat AS adalah dengan dakwah. Yaitu, dakwah individu, kelompok, dan negara. Umat Islam harus mengupayakan dan bersinergi dalam ketiga strategi tersebut. Terlebih lagi, janji kemenangan Islam itu nyata. Umat Islam harus bersemangat menunaikan dan mewujudkan janji kembalinya khilafah kedua yang sesuai manhaj kenabian.[]
Oleh: Ika Mawarningtyas
Analis Muslimah Voice dan Dosol 4.0 Uniol Diponorogo
Nb: Matkulol Rabu, 15 September 2021
#Lamrad
#LiveOpperresedOrRiseUpAgainst
0 Komentar