TintaSiyasi.com-- Berbagi pengalaman menjadi relawan bencana, Founder Paguyuban Artis Taubat (PAT) Moekti Chandra mengajak untuk menghentikan duka negeri ini dengan kembali kepada syariat Islam dalam naungan khilafah.
"Jadi, mari kita hentikan duka (negeri) ini dengan kembali kepada syariat Islam daulah khilafah insyaallah," ungkapnya kepada TintaSiyasi.com, Jumat (1/10/2021).
Moekti yang biasa dipanggil Abah Ottey melanjutkan kisah pengalamannya. Abah sering meneteskan air mata dan mengadu kepada Allah, "Kenapa ya Allah, Engkau datangkan bencana ini? Berarti banyak kemaksiatan di wilayah ini," lirihnya.
Melihat bencana yang kerap terjadi, Abah menilai, hal itu karena penerapan hukum yang bertentangan dengan syariat Islam. "Terutama sistem yang tidak kondusif terhadap umat. Karena umat sekarang ini memakai sistem buatan manusia, sehingga muncullah bencana-bencana ini yang justru Abah tidak berharap, banyak datang bencana. Kalau bisa damai saja sampai kiamat mendatang," tambahnya.
Dengan suaranya yang serak-serak basah, Abah Ottey menceritakan kisah sukanya ketika menjadi relawan. Adalah ketika ada kenikmatan bertemu dengan saudara dan menyelami perasaan mereka. Abah senang, ketika bisa ngobrol dan bercanda dengan mereka.
Dalam kondisi recovery, Abah berikan game-game, untuk menyembuhkan luka pada mental korban yang terkena bencana. Permainan tersebut, Abah lakukan agar suasana semakin ceria. Yang semula hanya otak kanan, beralih ke otak kiri. Tujuannya agar tidak berpikir kesulitan-kesulitan yang ada.
"Jadi kebanyakan sih suka dari pada dukanya. Dukanya apa ya? Iya dukanya ketika mereka diajak untuk ngaji enggak mau ada juga sih gitu," tuturnya.
Bahkan, Abah menemui mereka, salah satu korban bencana mengatakan, "kamu enggak mikirin saya, (enggak mikirin) rumah saya hancur." Lalu, Abah jawab dengan diplomatis, "Saudaraku biarkanlah rumah-rumah engkau hancur, tetapi akidahmu tidak hancur," selorohnya.
Abah mengatakan, "Aku khawatir, hingga aku datang jauh-jauh ke Medan untuk jadi relawan bencana. Tidak lain untuk menjaga akidahmu agar tidak ikut hancur. Biarkan rumahmu hancur, tapi jangan sampai akidahmu yang hancur di situlah kami datang kepadamu."
"Jadi kisah duka Abah ketika datang ke bencana Abah kalau enggak punya uang sedih banget karena ingin berbagi dengan mereka begitu. Makanya banyak bertemu sohib-sohib Abah untuk menggalang dana bareng-bareng dan uang itu dibagikan dengan laporan terperinci," paparnya.
Mental Recovery
Abah Ottey menceritakan awal menjadi relawan bencana yaitu ketika bencana besar di Aceh tahun 2004. Tsunami yang dahsyat sekali, luar biasa mengerikan dan hatinya terpanggil untuk segera membantu saudara-saudara kita terutama recovery mentalnya.
"Abah sudah banyak di seluruh bencana nasional sudah datang. Dari mulai Aceh, Padang, Gunung Merapi, gempa Jogja. Terus gempa Malang, banjir bandang Cianjur Selatan, Cicurug, Sukabumi, Selatan Garut Selatan, Tasik Selatan, terus apa lagi ya saking banyaknya jadi lupa," paparnya.
Abah mengatakan tidak berharap banyak datang bencana. Harapannya, suasana senantiasa damai sampai kiamat mendatang. Tetapi, Abah sadar, banyaknya kemaksiatan adalah sumber dari bencana tersebut. "Ya, karena banyak kemaksiatan, kerusakan-kerusakan di muka bumi akibat ulah tangan-tangan manusia maka bencana itu akan terus datang," ucapnya.
"Kisah yang paling menarik itu jadi jargon nasional tuh yaitu dodombaan. Apa dodombaan? Jadi menggunakan hadis Rasulullah SAW. Ketika engkau akan makan maka tausiyah, gitu. Sedia makan, tausiyah. Di situlah muncul dodombaan. Jadi tidak, dengan tidak membebani kepada masyarakat yang terkena bencana. Abah menggalang dana terkumpul beli domba 3 sampai 4 ekor begitu, Abah sembelih. Ayo emak-emak pada masak, Abah bikin lomba masak," jelasnya.
Abah Ottey mengatakan, yang paling berkesan di Lombok dan di Palu. Karena heboh ibu-ibunya, ternyata masakannya masakan bintang 5 semua luar biasa. "Nah, mereka lupakan sejenak dengan adanya perlombaan-perlombaan seperti itu sehingga dodombaan ini jadi model nasional untuk mental recovery dan membangun nafsiyah umat menjadi kembali kepada Islam yang sebenarnya," katanya.
Abah membeberkan, selama ini berada di bawah naungan Islam Selamatkan Negeri (ISN) dan juga ada komunitas Masyarakat Tanpa Riba (MTR) care dan juga komunitas di bawah binaan Abah yang terjun khusus untuk menggalang dana lalu diberikan bahan makanan pokok dan segera dibagikan lagi kepada masyarakat yang terkena bencana.
"Apalagi yang mengerikan kabar duka yang sudah terdeteksi oleh BMKG akan terjadi bencana besar dengan tsunami setinggi 20 meter dari ujung barat Pulau Jawa sampai ujung timur pulau Jawa berapa ribu km itu. Tsunami sedahyat yang luar biasa wallahu'alam itu terjadi tapi sudah terdeteksi 2008 pasca gempa Aceh dan sering banyak diingatkan di TV-TV. Ini yang Abah ngeri," bebernya.
Abah mengungkapkan, menjadi relawan mungkin sudah menjadi tabiatnya. Karena justru ketika sering di rumah badannya pada sakit, banyak hal-hal yang membuat Abah malah tambah sakit. Tapi, ketika menemukan momen mendapatkan tugas mulia menjaga akidah umat. Jangan sampai mereka (korban bencana) ketika terjadi bencana malah bermental korban, bahkan menjadi bermental pengemis itu, harap Abah.
Abah tidak mau korban bencana bermental pengemis. Jadi, itu yang tidak Abah harapkan. Makanya, Abah sangat senang di sela-sela kesibukan berdakwah Abah datang ke lokasi bencana berbulan-bulan, berminggu-minggu, bahkan sering meninggalkan istrinya. Apalagi bencananya sangat besar begitu selevel Aceh, Padang, Lombok, dan Palu.
"Terus bencana banjir Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah dan masih banyak lagi. Merapi Bantul Jogja waktu gempa, itu ada kenikmatan gitu, bahkan istri merasa aneh kalau kok Abah diam di rumah sih. Kenapa sih nggak pergi ke lokasi bencana. dukungan doa dan istri luar biasa," pungkasnya.[] Sri Astuti
0 Komentar