TintaSiyasi.com -- Iman itu kadang naik, kadang turun. Demikianlah maqalah sebagian hukama (para ulama ahli hikmah) menilai kualitas iman kita, umat manusia. Karena manusia bukan malaikat yang konstan dalam ketaatan, ada momentum di mana keimanan itu merosot kualitasnya.
Adapun yang dimaksud iman itu turun bukanlah mengurangi bagian keimanan apalagi pada bagian ushul (pokok) agama seperti iman pada Allah, kenabian Muhammad SAW., kesucian Al-Qur’an, dsb. Karena keimanan pada hal itu tak boleh berkurang apalagi hilang. Hilangnya keimanan pada masalah ushul dapat berakibat riddah alias keluar dari agama.
Tapi yang dimaksud dengan menurunnya keimanan adalah kecenderungan hati dan tingkah laku pada perbuatan maksiat. Sebagaimana penjelasan para ulama, naiknya iman itu dengan ketaatan, dan menurunnya iman akibat kemaksiatan. Semisal mengambil rezeki dari yang tidak halal, berbuat asusila, melalaikan ibadah shalat fardlu, termasuk melalaikan dakwah.
Setiap Muslim patut merasa prihatin dan ingin segera berubah manakala dirinya atau saudaranya mengalami dekadensi keimanan atau futur. Tak boleh ada perasaan ridla manakala diri tengah futur dalam ketaatan. Termasuk ketika melihat suami yang semula giat berdakwah tiba-tiba dirasakan tidak bergairah lagi. Malah sering mengabaikan amanah dakwah dan sibuk dengan kegiatan lain seperti berbisnis, bekerja, atau berkumpul dengan keluarga.
Sepintas hal ini baik, tapi seorang istri yang mengharapkan rumah tangga yang barakah, tak akan rela melihat kekasih hatinya futur dalam berdakwah. Amal dakwah adalah amal yang penting. Menentukan hidup mati umat Muslim.
Menelantarkan dakwah berujung pada penderitaan si pelaku dan juga umat. Nabi SAW. bersabda: “Hendaklah kalian beramar makruf (menyuruh berbuat baik) dan bernahi mungkar (melarang berbuat jahat). Kalau tidak, maka Allah akan menguasakan atas kalian orang-orang yang paling jahat di antara kalian, kemudian orang-orang yang baik-baik di antara kalian berdoa dan tidak dikabulkan (doa mereka).”
Istri jangan merasa tenang apalagi ridla melihat suami meninggalkan amal dakwah yang fardlu ini, meski mungkin ada kompensasi yang sepintas positif seperti suami giat berbisnis dan lebih sering berkumpul dengan keluarga. Istri wajib tampil untuk membangkitkan lagi keimanan dan ghirah dakwah suami.
Memberikan semangat, menghibur dan menguatkan keimanannya. Inillah komitmen pasangan yang mengharapkan ridla Allah SWT. sebagaimana sikap para sahabiyah – semoga Allah meridlai mereka — yang memberikan semangat kepada suami, saudara lelaki mereka, dan anak-anak mereka untuk terus berdakwah dan berjihad membela agama Allah.
Bacalah bagaimana Nusaibah ra., istri dari Said, mendorong suaminya untuk berangkat berjihad ke bukit Uhud bersama Rasulullah SAW. Nusaibah memberikan pedang pada suaminya dan berpesan, “Suamiku, janganlah pulang sebelum menang.”
Setelah suaminya syahid, Nusaibah mendorong dua orang putranya untuk berangkat ke medan Uhud, dan keduanya juga menemui syahadah. Nusaibah benar-benar wanita penyemangat dakwah bagi keluarganya.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan saat suami futur dalam berdakwah:
Pertama, segarkan kembali ingatannya baik-baik, bahwa alasan pernikahan dengannya karena suami adalah bagian dari perjuangan dakwah. Bukan karena alasan pekerjaan, status pendidikan, apalagi keturunan, tapi dakwah-lah yang menyatukan Anda dan suami dalam pernikahan ini. Katakan bahwa diri Anda dan anak-anak akan merasa berbahagia dan bangga manakala melihat jejak hidup ayah mereka adalah pejuang dakwah.
Kedua, adakalanya suami futur berdakwah karena khawatir akan keadaan kekinian, semisal ancaman diberhentikan dari pekerjaan, dipersulit usahanya, intinya mengkhawatirkan rezeki untuk keluarga. Dalam hal ini, yakinkan padanya bahwa rezeki dan ajal itu dari Allah bukan dari mahluk termasuk negara sekalipun. Kekuasaan Fir’aun dan Namrudz tak bisa membunuh Musa dan Ibrahim as. Keduanya tak mati dan tak berkurang rizkinya meski diburu rezim keji. Bahkan Ibrahim tak mati dibakar Namrudz.
Yakinkan pula bahwa Anda dan anak-anak akan bersabar menghadapi berbagai ujian dari Allah, suka maupun duka, tetap bersama suami dan ayah mereka. Tunjukkan bahwa selama ini rizki berlimpah bahkan melebihi pendapatan suami dari pekerjaan.
Ketiga, bisa jadi suami futur berdakwah karena kondisi kawan-kawan seperjuangan yang tidak kondusif. Hibur dirinya dan ingatkan bahwa itulah dinamika hidup berjamaah. Tidak semua orang bisa sepemahaman dengan kita, dan setiap orang punya kekurangan sebagaimana kita pun punya kekurangan dan kesalahan pada kawan-kawan seperjuangan. Maka terimalah kekurangan kawan-kawan di jalan dakwah, sebagaimana mereka juga punya kelebihan di mata Allah.
Ingatkan pula bahwa berdakwah itu adalah karena Allah, bukan karena kawan-kawan atau siapapun. Maka saat suami tak merasa nyaman dengan lingkungan dakwah, maka ingatkan untuk tetap mengingat Allah sebagai tujuan utama beramal. Allahumma Anta maqshudiy wa ridloka mathlubiy (Ya Allah Engkaulah tujuan hidupku, dan ridlaMu adalah tuntutanku).
Keempat, ajak suami untuk bermuhasabah, introspeksi diri. Sebagaimana penjelasan ulama, menurunnya iman karena kemaksiatan, maka ajak suami untuk bersama-sama memohon ampunan Allah. Bisa jadi ada perbuatan maksiat yang dikerjakan yang akhirnya membuat ghirah beramal dakwah menjadi redup. Ingatkan suami untuk menjauhi nafkah yang haram, kawan-kawan yang fasik, dan tontonan serta hiburan yang tak bermanfaat. Semuanya berkontribusi pada melemahnya iman dan semangat perjuangan.
Kelima, semakin dekat dengan Allah. Mohon hidayah pada Allah agar Anda dan suami serta anak-anak tidak surut ke jalan kekufuran, melainkan terus melaju dalam ketaatan. Ajak suami untuk bangun sepertiga malam, membaca Al-Qur’an, bersedekah dan berkunjung pada orang-orang saleh.
Tetaplah bersama suami. Dampingi dirinya dan yakinkan bahwa Anda tak akan meninggalkannya. Siapapun pada saat futur butuh pendamping, dan istri adalah pendamping terbaik. Jadi, tetap bersamanya dan kuatkan kembali dirinya agar tegar[]
Oleh : Ustadz Iwan Januar
Pakar Parenting Islam
0 Komentar