TintaSiyasi.com -- Seberapa sering Anda sedang mengantre tiba-tiba ada orang yang menyelak antrian? Atau Anda sedang berkendara di barisan lampu merah lalu di belakang Anda ada orang yang berulang-ulang membunyikan klakson karena ingin segera maju? Dan masih banyak lagi mungkin pengalaman pribadi Anda menghadapi orang-orang yang tak bisa bersabar menunggu giliran.
Hari ini, di tengah krisis multidimensi di negeri ini, masyarakat juga mengalami krisis kesabaran. Banyak orang tidak bisa bersabar saat menghadapi beragam persoalan. Mulai dari anak-anak yang biasa ngambek/marah saat permintaan mereka tak diloloskan orang tua, remaja yang terlibat tawuran, hingga pelajar yang dengan emosi membakar sekolah karena tidak lulus ujian. Negeri ini krisis kesabaran mulai dari anak-anak hingga para pemimpin.
Padahal dalam agama kita yang mulia, Islam, sabar merupakan adab yang menempati posisi yang agung. Imam Ali bin Abi Thalib berkata;
الصَّبْرُ مِنَ الإِيمَانِ بِمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ الْجَسَدِ، فَإِذَا ذَهَبَ الصَّبْرُ ذَهَبَ الإِيمَانُ
“Sabar bagi keimanan laksana kepala dalam tubuh. Apabila kesabaran telah lenyap maka lenyap pulalah keimanan.”
Sebegitu tinggi dan besarnya kedudukan sabar, sampai-sampai Imam Ali menyifati sabar sebagai kepala dalam satu tubuh. Keberadaan iman juga, menurut beliau, ditentukan dengan eksis atau lenyapnya kesabaran pada seorang muslim. Tidak mungkin sayyidina Ali menyimpulkan seperti demikian, bila tidak memahami pentingnya kedudukan sabar dan iman.
Padahal, kesabaran itu salah satu modal penting kesuksesan bagi siapapun. Itulah yang ditampakkan dengan indah oleh Ismail as. saat ayahnya, Ibrahim as., menyatakan bahwa Allah Azza wa Jalla memerintahkannya untuk menyembelihnya.
قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Ia menjawab: “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. (TQS. ash-Shaffat: 102)
Kesabaran yang ditunjukkan Ismail juga Ibrahim as. akhirnya berbuah kemenangan. Allah menyelamatkan dan memberkahi keduanya, dan menjadikan peristiwa pengorbanan itu kelak sebagai syariat Idhul Qurban bagi kaum muslimin.
Lalu bagaimana menanamkan khuluq (perilaku/behavior) sabar pada anak-anak? Mengingat kesabaran itu tidaklah muncul tiba-tiba. Ia datang dari serangkaian pemahaman yang didapat dari proses pendidikan dan pengalaman. Lalai melatih kesabaran pada anak berbuah penyesalan kelak saat mereka tumbuh dewasa.
Berikut ini langkah yang bisa dilakukan orang tua mengajarkan kesabaran pada anak:
Pertama, tunjukkan diri sebagai orang tua yang sabar. Perlakukan anak-anak dengan penuh kasih sayang, banyak memaklumi sifat mereka sebagai anak-anak, tidak berlama-lama ketika marah atau menegur anak tapi mudah ceria lagi dan menceriakan mereka. Dengan melihat Anda sebagai orang tua yang sabar, anak-anak akan merasa senang bersama Anda dan senang juga mengikuti karakter ini.
Kedua, tanamkan sejak dini. Tidak perlu menunggu masuk usia tamyiz mengajarkan kesabaran pada anak. Ananda yang masuk usia dua tahun sudah bisa kita ajarkan untuk menahan diri dari marah, dari kepengen sesuatu, dsb. Misalnya saat si kecil ingin minum susu, bunda bisa katakan padanya, “Sebentar sayang, mama buatkan dulu ya, adek bisa tunggu kan 3 menit?”
Kecuali untuk sesuatu yang urgen dan mendesak seperti lapar, haus, atau pup, maka orang tua harus bergegas memenuhi permintaannya karena menyangkut kebutuhan fisik (hajat al-‘udwiyah).
Ketiga, memberitahukan pada anak tenggat waktu dan menepati janji padanya. “Umi aku pengen kue coklat!” ketika si kecil mulai merengek, penting bagi orang tua memberi tahu kapan permintaannya akan diberikan. Misalnya ayah bunda membuat aturan kue coklat tidak diberikan malam jelang tidur, maka katakan padanya kalau kue itu akan diberikan besok pagi. Atau ketika itu ayah atau bunda sedang mengerjakan sesuatu yang penting, sampaikan padanya kalau kue coklat akan diberikan kalau pekerjaan ayah atau bunda selesai, “Sebentar ya sayang, umi cuci piring dulu. Sebentar lagi selesai kok, nanti adek boleh pilih kuenya.” Setelah itu orang tua tentu wajib memenuhi janji yang telah dibuat, bila tidak maka itu terkategori perbuatan dosa karena ingkar janji.
Keempat, ajarkan memahami proses. Kadangkala anak tidak sabar saat mengerjakan sesuatu seperti menyusun balok, mewarnai, dsb. Maka ayah bunda harus mengajarkan ananda bersabar dalam proses mengerjakan sesuatu. Dampingi dan bantu perlahan pekerjaannya, diiringi kalimat motivasi dan kegembiraan, saat pekerjaan selesai ayahbunda bisa berkata padanya, “Nah, kalau kita sabar dan berusaha, lama-lama juga selesai, kok. Iya, kan?”
Kelima, orang tua tidak mengalah pada keinginan yang tak penting. Di antara penyebab kegagalan orang tua menanamkan adab sabar pada anak, adalah karena orang tua sendiri tidak bisa bersabar menghadapi rengekan anak. Banyak orang tua yang menyerah mendengar tangisan atau amukan anak. Pahamilah, bahwa anak menggunakan nalurinya untuk ‘memaksa’ orang tua menuruti keinginannya, kalau tidak dengan menangis ya mengamuk.
Kesabaran orang tua jadi kunci melatih anak untuk bersabar, caranya tidak mengalah pada keinginan mereka. Diamkan, beri penjelasan mengapa keinginannya tidak dipenuhi, in sha Allah rengekan atau amukannya akan mereda.
Bila Anda berpikir kasihan atau tak tahan dengan rengekan atau amukan anak lalu menuruti setiap keinginan mereka, maka bersiaplah untuk menghadapi berbagai tuntutan mereka kelak saat mereka dewasa, dan itu tidak menyenangkan.
Sumber : iwanjanuar.com
Oleh : Ustaz Iwan Januar
Pakar Parenting Islam
0 Komentar