TintaSiyasi.com -- Di saat banyak orang bernarasi bahwa semua agama sama, tidak demikian dengan Carissa Grani. Dokter gigi 37 tahun itu justru kian mantap dengan pilihannya pada Islam, agama yang baru dianutnya pada 15 Maret 2020.
"Kalau gitu (semua agama sama), ya, enggak mungkin ada orang-orang yang seperti kami, para mualaf yang berkorban banyak hal, yang berjuang sedemikian rupa, bahkan saya tahu ada yang jauh lebih besar pengorbanan dan perjuangannya ketimbang saya," kata Icha, sapaan akrab Carissa Grani kepadaTintaSiyasi.com, (7/10/2021)
Adanya para mualaf, bahkan ada yang melaluinya dengan pengorbanan yang besar, menurut Icha menjadi bukti bahwa pernyataan semua agama sama, itu tidak benar. "Itu (mualaf) menunjukkan bahwa agama itu, menurut saya enggak sama gitu. Sampai ada orang-orang yang mau berkorban untuk memilih agama tertentu," katanya.
Bagi Icha, Islam istimewa. Ia bahkan rela berpisah dengan sang suami, ayah dari tiga orang anaknya demi mempertahankan iman Islam-nya. "Tantangan terbesar, ketika saya harus memutuskan tidak bisa melanjutkan rumah tangga dengan mantan suami yang masih non-Muslim dan pastinya itu akan berdampak besar terhadap anak-anak saya yang masih kecil, ya. Tapi di situ saya mendapat kekuatan dari Qur'an," tuturnya.
Dengan haru ia membacakan terjemah Al-Qur'an surah Saba' ayat 37. "Bukanlah harta atau anak-anakmu yang mendekatkan kamu kepada Kami, melainkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan. Mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda atas apa yang telah mereka kerjakan, dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga)."
Berbekal kekuatan dari Al-Qur'an itu, Icha semakin yakin dengan pilihannya. Ia merasa telah menemukan kebenaran yang tidak bisa dibandingkan dengan pengorbanan yang telah ia lakukan. Ia pun meyakini bahwa seseorang yang meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya akan mendapatkan jawaban dari Allah, jauh lebih baik dari yang telah dikorbankan. "Ketika saya sudah tahu kebenaran ini, tidak ada yang sebanding dengan pengorbanan yang sudah saya lakukan," ujarnya.
Dengan Islam, ia mendapat kebenaran tauhid yang luar biasa. Ia merasa bisa menempatkan dengan benar keberadaan Allah, makhluk dan utusan-Nya. "Buat saya Islam itu istimewanya adalah menurut saya yang (bagian) menyembah Allah Yang Esa. Itu ketauhidan yang luar biasa. Itu saya rasakan betul. Kita bisa menempatkan betul di mana yang Allah, mana yang makhluk, atau utusan-Nya, gitu," tegasnya.
Selain itu, menurutnya Islam juga mengajarkan menghormati para utusan Allah. Tidak ada satu pun narasi yang merendahkan utusan-utusan Allah di dalam Al-Qur'an.
Icha yang semula mencari tahu Islam dari sisi manfaat dan keutamaan syariat secara medis, menemukan kebenaran Islam ketika pandemi melanda. Ia terheran, betapa Islam yang diajarkan Rasulullah SAW 14 abad yang lalu, relevan dengan kondisi saat ini, yakni ketika masyarakat digalakkan agar selalu memakai masker, mencuci tangan, dan tidak berjabat tangan demi mencegah penularan virus Corona.
"Saya enggak sengaja bertemu dengan seorang Muslimah berniqab dan hari itu seperti Allah membukakan mata hati saya, bisa menyinkronkan itu (ajaran Islam) dengan kondisi saat ini. Saya terheran-heran. Ini ajaran yang dibawa dari 14 abad lalu, kok, bisa inline dengan kondisi sekarang? Mungkin bisa dibilang itu awal tertariknya terhadap Islam," tutur Icha mengisahkan awal mula ketertarikannya pada Islam.
Usai bersyahadat, 15 Maret 2020 di Mualaf Center Indonesia, Jakarta Barat, Icha merasa lebih tenang. "Lebih yakin kalau saya sudah menyembah Allah yang benar," ungkapnya.
Baginya, Islam memiliki keistimewaan karena betul-betul Allah sendiri yang menjaganya dari perubahan. Menurutnya, kemurnian ajaran tauhid sejak Nabi Adam hingga Rasulullah Muhammad SAW. adalah karena Allah yang menjaganya. "Masya Allah, kalau bukan Allah yang menjaga, itu enggak mungkin gitu, ya. Benar-benar tidak (ada) intervensi dari manusia gitu," imbuhnya.
Dengan berbagai keistimewaan yang ia temukan dalam Islam, Icha semakin meneguhkan imannya. Ia berharap istiqamah dalam hijrah. Orientasi hidupnya kini lebih untuk akhirat. Menurutnya, kini ia berusaha melakukan segala sesuatu agar bernilai ibadah, demi mengumpulkan sebaik-baik bekal untuk di akhirat. Ia pun berharap bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi di mata keluarganya. "Mudah-mudahan saya bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi di mata mereka. Agar (mereka) bisa melihat Islam, bisa melihat Al-Qur'an langsung di dalam kehidupan saya," pungkasnya.[] Saptaningtyas
0 Komentar