TintaSiyasi.com -- Indonesia merupakan negara yang dikenal dengan ragam pesonanya baik di darat maupun lautan, berikut kekayaan alamnya yang berlimpah, mulai dari tambang minyak hingga tambang emas. Dan berbagai potensi keragaman dan kekayaan ini tersebar di hampir seluruh penjuru negeri. Karenanya seharusnya rakyat negeri ini dapat hidup berkecukupan nan sejahtera, sebagaimana negerinya yang gemah ripah loh jinawi.
Sungguh tak mengapa, ketika orang nomor satu di negeri ini meminta agar seluruh keragaman dan kekayaan yang dimiliki Indonesia tidak dieksploitasi berlebihan dan meminta keberlangsungan lingkungan diperhatikan. Jika saja segala keragaman dan kekayaan negeri ini memang dikelola dan telah dinikmati hasilnya oleh seluruh rakyat Indonesia.
"Semua keragaman dan kekayaan yang kita miliki harus kita jaga dan lindungi, tidak dirusak dan dieksploitasi secara berlebihan, bertanggung jawab terhadap keberlangsungan lingkungan dan ekosistem," begitu harapan dan pintanya dalam Konferensi Nasional Geopark Indonesia yang digelar secara virtual, sebagaimana yang dilansir CNN Indonesia (22/11/2021).
Namun, harapan dan pinta ini tak sesuai fakta. Karena kenyataannya dalam pengelolaan sistem ekonomi kapitalisme, segala bentuk keragaman dan kekayaan alam di bumi Indonesia telah dieksploitasi dengan rakusnya oleh korporat-korporat dunia. Rakyat hanya gigit jari, sambil mendengar dongeng negerinya yang katanya kaya raya, namun mereka dibuai hidup dalam sengsara.
Mengapa penguasa hari ini sering penuh kontradiksi antara idealitas dengan kebijakan yang dijalankannya? Bagaimana mungkin sebuah harapan terjaga dan terlindunginya keragaman dan kekayaan alam dapat terwujud, ketika kebijakannya membiarkan para korporat mengeksploitasinya? Bukankah seharusnya kebijakan harus sejalan dengan harapan agar tidak kontradiktif? Inikah ciri penguasa dengan worldview sekuler kapitalistik?
Worldview Sekuler Kapitalistik, Penuh Kontradiksi Antara Idealitas dan Kebijakannya yang Berpihak kepada Korporat
Negara dengan sistem kapitalisme yang berasaskan sekuler, menjadikan wajar ketika penguasa-penguasa yang ada di dalamnya memiliki worldview sekuler kapitalistik pula. Negara di bawah sistem ini terpaksa harus menghalalkan segala macam keragaman dan kekayaan alamnya dikuasai oleh korporat.
Padahal, jika merujuk Pasal 33 UUD 1945, seharusnya kekayaan alam yang ada di Indonesia dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat. Namun amanat ini tak memiliki arti saat penguasa yang mengatur negara ini menggulirkan kebijakan-kebijakan yang memudahkan korporasi-korporasi asing menguasai kekayaan alam Indonesia. Inilah sistem buatan manusia, yang wajar berubah-ubah sesuai dengan kepentingan orang-orang yang berkuasa.
Fakta ini dapat dibuktikan dengan banyaknya kekayaan alam Indonesia yang telah dikuasai asing (akuratnews.com, 3/7/2019), di antaranya:
Pertama, Amerika Serikat. Melalui Freeport McMoran, perusahaan tambang yang mengelola lahan di Tembagapura, Mimika, Papua. Produksi tambang itu per hari mencapai 220.000 ton biji mentah emas dan perak. Selain Freeport, masih ada Newmont, yang mengelola beberapa tambang emas dan tembaga di kawasan NTT dan NTB. Dari NTT saja, pada 2012 pendapatan Newmont mencapai USD 4,17 juta.
Di sektor migas, ada Chevron, memiliki jatah menggarap tiga blok migas, dan memproduksi 35 persen migas Indonesia. Disusul ConocoPhilips, yang mengelola enam blok migas. Perusahaan yang telah 40 tahun beroperasi di Indonesia ini merupakan produsen migas terbesar ketiga di Tanah Air. Kemudian ExxonMobil yang bersama Pertamina menemukan sumber minyak 1,4 miliar barel dan gas 8,14 miliar kaki kubik di Cepu, Jawa Tengah.
Kedua, China. Perusahaan tambang skala menengah dan besar China bergerak di seluruh wilayah, mulai dari Pacitan, Jawa Timur, sampai Pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara. Salah satu perusahaan besar adalah PT Heng Fung Mining Indonesia yang berinvestasi di bidang nikel, di Halmahera, Maluku, dengan target produksi bisa mencapai 200 juta ton. PetroChina, perusahaan migas pelat merah China juga mengelola beberapa blok. Salah satu yang baru ini tersorot adalah 14 blok di Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Ketiga, Inggris. British Petroleum (BP) mengelola blok gas Tangguh di Papua, dengan investasi mencapai USD 12,1 miliar. BP mengelola Blok Tangguh Train III, dengan 60 persen jatah mereka dapat diekspor ke Asia Pasifik, sementara 40 persen disalurkan ke Indonesia.
Keempat, Prancis. Perusahaan migas Total E&P Indonesie mengelola blok migas Mahakam, Kalimantan Timur, bekerjasama dengan Inpex Corp. Total mengendalikan 50 persen saham di blok tersebut dan Inpex sisanya. Total memproyeksikan Blok Mahakam pada 2013 memberikan pendapatan US$ 8,92 miliar.
Perusahaan Eramet, berinvestasi melalui kepemilikan saham pada PT Weda Bay Nickel di bawah konsorsium Strand Mineralindo. Investasi proyek pengolahan dan pemurnian (smelter) bahan tambang di Halmahera Utara, Maluku tersebut mencapai US$ 5 miliar (Rp 50 triliun) dengan kapasitas 3 juta ton per tahun.
Kelima, Kanada. Canadian International Development Agency (CIDA) mengembangkan 12 proyek di Sulawesi saja, semuanya berhubungan dengan pengelolaan sumber daya alam. Sheritt International dan Vale juga membuka tambang di Indonesia. Khusus Vale, investasi di Sulawesi Tengah mencapai USD 2 miliar. Melalui Nico Resources yang menjadi perpanjangan tangan perusahaan migas Calgary asal Kanada, kini ada 20 blok yang dikelola, pengelola blok terluas di Indonesia.
Keenam. Beberapa negara lainnya seperti Jepang, Korea Selatan, Belanda, dan negara lainnya menguasai sektor Industri dan kehutanan.
Bahkan bukan hanya korporat asing, terbaru tambang emas di Blok Wabu disinyalir menyebabkan pertikaian dua petinggi negeri. Dikabarkan, kandungan emas yang menjanjikan di Blok Wabu berpotensi mencapai 8,1 juta troy ounce. Adapun untuk kadar emas dalam bijih emas yang bisa digali di Blok Wabu, diperkirakan cukup tinggi. Rata-rata kadar emas dalam satu ton bijih emas yang digali sekitar 2,17 gram. Bahkan, di beberapa spot, ada yang sampai 72 gram per 1 ton bongkahan bijih emas. Menurut beberapa piham kewenangan penyerahan pengelolaannya berada di Kementerian ESDM (kompas.com, 23/9/2021).
Di atas adalah fakta bahwa keragaman dan kekayaan alam negeri ini telah diserahkan dan dieksploitasi besar-besaran oleh para korporasi global. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa negeri ini bak karpet merah bagi mereka.
Fakta dari berbagai eksploitasi yang dilakukan korporasi asing terhadap kekayaan alam Indonesia menyisakan kerusakan alam yang tidak dapat dielakkan, contohnya:
Pertama. Limbah tambang alias tailing PT Freeport Indonesia yang tidak dikelola dengan baik telah menciptakan kerusakan lingkungan. Sesuai dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan yang dirilis pada 2017, nilai kerugian lingkungan itu mencapai Rp 185 triliun. Kerusakan lingkungan terjadi karena tidak layaknya penampungan tailing di sepanjang Sungai Ajkwa, Kabupaten Mimika, Papua. Kerugian lingkungan di area hulu diperkirakan mencapai Rp 10,7 triliun, muara sekitar Rp 8,2 triliun, dan Laut Arafura Rp 166 triliun. Pelanggaran serius terjadi karena area penampungan tailing sebetulnya telah dibatasi hanya 230 kilometer persegi di wilayah hulu, tapi merembes hingga ke muara sungai. Freeport telah membuang limbah tambang area hulu Sungai Ajkwa sejak 1995. Dengan kapasitas produksi 300 ribu ton, menurut penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan, rata-rata 230 ribu ton limbah dihasilkan setiap hari. Melimpahnya tailing Freeport menyebabkan pencemaran air serta kerusakan hutan dan kebun sagu. Masyarakat setempat pun menjadi terisolasi (tempo.co, 30/1/2019).
Kedua. Kerusakan lingkungan hidup akibat limbah batubara di sepanjang DAS Air Bengkulu hingga pesisir pantai di Kota Bengkulu dan Bengkulu Tengah yang terjadi sejak 1980-an hingga kini. Pemerintah daerah tidak pernah berupaya menemukan perusahaan tambang untuk dimintai pertanggungjawaban. Indikasi lainnya seperti lubang bekas tambang tidak direklamasi, kerusakan kawasan hutan, kewajiban membayar jaminan reklamasi dan jaminan paska tambang yang tidak dipenuhi juga terkesan dibiarkan. Bahkan, masalah izin terindikasi masuk kawasan hutan konservasi dan lindung yang terungkap dalam surat Direktorat Jenderal Palonologi Kementerian Kehutanan No. S.706/VII-PKH/2014 bertanggal 10 Juli 2014 pun belum ditindaklanjuti (Mongabai.co.id).
Ketiga. Parahnya banjir di Kabupaten Sintang tak lepas dari pengaruh berkurangnya lahan hutan. Tutupan lahan hutan di Sintang mengalami pengurangan sampai 516 ribu hektare selama 10 tahun terakhir. Hilangnya lahan hutan tersebut paling banyak diakibatkan oleh konsesi perusahaan-perusahaan, seperti sawit dan tambang (CNN Indoneaia, 19/11/2021).
Keempat. Pencemaran udara akibat bau menyengat dari lokasi pengeboran gas dari sumur minyak kerap dialami penduduk sekitar lokasi pengeboran. Terbaru, dilansir dari suarabanyuurip.com (22/11/2021), sejumlah warga Desa Ngampel, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, kembali mencium bau menyengat, Senin (22/11/2021). Bau tersebut diduga berasal dari sumur migas Pad B, yang dikelola Pertamina Eksplorasi dan Produksi (PEP) Sukowati Field. Sejumlah warga dilaporkan terdampak.
Berbagai kerusakan alam yang telah dirasakan rakyat Indonesia akibat terdampak dari eksploitasi kekayaan alam besar-besaran yang dilakukan para korporat. Ini karena penguasa dengan worldview sekuler kapitalistik, penuh kontradiksi antara idealitas dan kebijakanya yang berpihak kepada korporat. Jadi, ketika penguasa negeri ini berharap rakyat menjaga dan melindungi, tidak dirusak dan mengeksploitasi secara berlebihan keragaman dan kekayaan alam negeri ini, harusnya dimulai dari pemerintah sendiri. Jangan sampai ini menjadi pepesan kosong, karena adanya kontradiksi antara idealitas dan kebijakan yang diterapkan.
Worldview Sekuler Kapitalistik, Penuh Kontradiksi Antara Idealitas dan Kebijakan telah Menghancurkan Harapan Sejahtera Rakyatnya
Berbagai eksploitasi terhadap keragaman dan kekayaan alam di negeri ini, secara nyata tak berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyat Indonesia. Keberlimpahan potensi kekayaan alam tak mampu mensejahterakan. Ketika keragaman dan kekayaan alam hanya mendulang nafsu syahwat para korporat global, sudah dipastikan inilah ciri negara atau penguasa dengan worldview sekuler kapitalistik.
Penyerahan pengelolaan keragaman dan kekayaan alam kepada korporat-korporat telah menghilangkan potensinya sebagai pemasukan terbesar bagi pendapatan negara. Dilansir dari situs resmi kementerian energi dan sumber daya mineral, www.esdm.go.id, Indonesia sendiri terbilang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah. Di subsektor migas, cadangan minyak Indonesia yang tercatat saat ini 3,8 miliar barel. Lalu, dari sisa cekungan yang belum dieksplorasi yakni sebanyak 74 cekungan menyimpan potensi minyak 7,5 miliar barel.
Selain minyak, Indonesia tercatat memiliki cadangan gas sebanyak 135,55 trillion standard cubic feet (TSCF). Cadangan gas tersebut tersebar di beberapa lokasi dengan pembagian P1 atau terbukti 99,06 TSCF, P2 atau cadangan potensi sebesar 21,26 TSCF dan P3 (cadangan harapan) sebanyak 18,23 TSCF.
Dalam subsektor Energi Baru Terbarukan (EBT), Indonesia memiliki potensi panas bumi (11 GW), angin (60,6 GW), bioenergi (32,6 GW), air dan mikrohidro (94,3 GW), surya (207,8 GWp) dan laut (17,9 GW). Total, Indonesia memiliki 442 GW potensi EBT dan baru diutilisasi sebesar 2,1% atau 9 GW.
Di subsektor minerba, cadangan batu bara terbukti kini menyentuh 39,89 miliar ton. Sementara cadangan komoditas tembaga sebesar 2,76 miliar ton. Jumlah tersebut sama dengan cadangan produksi bijih selama 39 tahun.
Sedangkan cadangan komoditas nikel sebanyak 3,57 miliar ton dengan produksi tambang per tahun 17 juta ton bijih. Umur cadangan berdasarkan produksi bijih 184 tahun.
Selanjutnya, untuk logam besi cadangannya sebanyak 3 miliar ton dengan produksi bijih besi dan pasir besi 3,9 juta ton per tahun, dan konsentrat besi 3,1 juta on. Umur cadangan berdasarkan produksi bijih 769 tahun.
Kemudian, bauksit cadangan 2,4 miliar ton dengan umur cadangan 422 tahun; emas cadangannya 1.132 Au dengan umur 28 tahun. Sementara perak cadangan 171.499 ton Ag dengan umur cadangan 1.143 tahun. Serta timah cadangan 1,5 juta ton Sn, umur cadangan 21 tahun.
Namun, seluruh kekayaan SDA ini tidak dikelola sebagaimana mestinya, untuk kemudian digunakan sepenuhnya bagi pembangunan negara dan pemenuhan hajat hidup rakyat. Penguasa dengan worldview sekuler kapitalistik telah menyerahkan pengelolaannya kepada korporasi asing
Pada akhirnya, penguasa dengan worldview sekuler kapitalistik yang penuh kontradiksi antara idealitas dan kebijakannya telah menghancurkan harapan sejahtera rakyatnya. Bukan hanya memberikan dampak lingkungan yang tidak sehat bagi rakyat, namum juga menghilangkan potensi pemasukan terbesar bagi pendapatan negara. Sehingga berdampak pada hilang dan hancurnya harapan rakyat negeri kaya raya ini untuk dapat hidup sejahtera dengan kekayaan berlimpahnya.
Worldview Islam Sesuai Antara Idealitas dan Kebijakannya yang Bertanggung Jawab Meriayah Rakyatnya
Worldview Islam memahami makna politik adalah riayah su'unul ummah (mengurusi urusan umat/rakyat). Ini juga mencakup dalam upaya kelestarian keragaman dan kekayaan alam, agar tak mengeksploitasinya secara berlebih. Ini adalah tugas penguasa dalam suatu negara. Karena semua pengelolaan negara berada dalam tanggung jawabnya.
Sejak zaman Rasulullah SAW sudah memberlakukan kawasan konservasi, yang kemudian diikuti para khalifah sesudah beliau yaitu dengan konsep "Hima'", yaitu suatu kawasan yang khusus dilindungi oleh pemerintah (Khalifah) atas dasar syariat guna melestarikan hutan serta kehidupan liar. Rasulullah SAW bersabda: "Tidak ada hima' kecuali milik Allah dan Rasulnya." (Riwayat Al-Bukhari).
Islam juga mencontohkan dalam mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesamanya serta hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Islam juga mengatur tentang perilaku atau akhlaq manusia terhadap makhluk hidup lainnya, termasuk di antaranya adalah menjaga keragaman dan kekayaan alam agar tak berlebih dalam mengeksploitasinya.
Allah SWT berfirman dalam surat al-An'am ayat 38 yang artinya, "Dan tidak ada seekor binatang pun yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab, kemudian kepada Tuhan mereka dikumpulkan."
Ini sangat berbeda jauh dengan penguasa dengan worldview sekuler kapitalistik yang menghalalkan mengeksploitasi keragaman dan kekayaan alam demi memperoleh manfaat sebanyak-banyaknya. Kerakusan sistem sekuler kapitalistik, telah menjadikan manusia sebagai pemangsa dari segala pemangsa (top predator) di alam ini. Pangkal dari semuanya itu adalah nafsu serakah dalam diri manusia, yang pada akhirnya menciptakan kerusakan di muka bumi. Sebagaimana firman Allah: "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut (disebabkan) karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah meresakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ar Ruum: 44)
Dalam mengeksploitasi kekayaan alam, penguasa yang menjadikan Islam sebagai worldview akan memaksimalkannya sesuai ketentuan syariah Islam. Sesuai dengan ketentuan syariah, kekayaan alam merupakan terkategori kepemilikan umum yang akan masuk ke dalam Baitul Mal sebagai pendapatan negara .
Harta kepemilikan umum ini menjadi tempat penyimpanan dan pencatatan harta-harta milik umum. Badan ini juga berfungsi sebagai pengkaji, pencari, pengambilan, pemasaran, pemasukan dan yang membelanjakan dan menerima harta-harta milik umum. Untuk harta benda yang menjadi milik umum, dibuat tempat khusus di Baitul Mal, tidak bercampur dengan harta-harta lainnya. Ini karena harta tersebut milik seluruh kaum Muslim. Khalifah menggunakan harta ini untuk kepentingan kaum Muslim berdasarkan keputusan dan ijtihadnya, dalam koridor hukum-hukum syara’.
Bagian pemilikan umum dibagi menjadi beberapa seksi berdasarkan jenis harta pemilikan umum, yaitu: seksi minyak dan gas, seksi listrik, seksi pertambangan, seksi laut, sungai, perairan dan mata air, seksi hutan dan padang (rumput) gembalaan, seksi tempat khusus (yang diambil alih dan dipagar bagi negara).
Dari harta kepemilikan umum ini, negara akan menggunakannya untuk kemaslahatan umat, membangun fasilitas kesehatan, jalan, pendidikan, dan kebutuhan publik lainnya sehingga dapat dinikmati secara murah bahkan gratis bagi seluruh rakyat.
Penguasa dengan worldview Islam tidak akan sekali-kali menyerahkan keragaman dan kekayaan alam negerinya kepada swasta untuk diprivatisasi, apalagi kepada korporasi asing. Ini diharamkan dalam Islam. Dikisahkan dalam sebuah hadis:
Dari Abyadh bin Hammal bahwasannya ia mendatangi Rasulullah SAW dan meminta kepada beliau agar memberikan tambang garam kepadanya, maka Rasulullah SAW memberikannya. Setelah Abyadh berlalu, salah seorang dari sahabat berkata kepada Nabi SAW, “Wahai Rasulullah, tahukah engkau apa yang baru saja engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti “air yang mengalir–sumber air”. Kemudian Rasulullah SAW mencabut kembali pemberiannya kepada Abyadh. (HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud, al-Baihaqi dan an-Nasa’iy).
Jadi, hanya penguasa dengan worldview Islam sesuai antara idealitas dan kebijakannya yang bertanggung jawab meriayah rakyatnya, baik Muslim maupun non-Muslim, baik kaya maupun miskin, semuanya memiliki hak yang sama untuk dipenuhi kesejahteraannya. Salah satunya dengan potensi keragaman dan kekayaaan alam berlimpah yang diberikan oleh Sang Khaliq, sudah semestinya dikelola dan digunakan sebaik-baiknya sesuai ketentuan syariat, yaitu untuk memenuhi kebutuhan seluruh rakyat, bukan untuk dieksploitasi sebesar-besarnya dan hanya dinikmati oleh korporat. []
#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst
Oleh: Dewi Srimurtiningsih
Dosen Online Uniol 4.0 Diponorogo
0 Komentar