TintaSiyasi.com -- Perang Tabuk merupakan salah satu perang yang dimenangkan oleh umat Muslim jaman Rasulullah. Perang ini terjadi di bulan Rajab tahun 9 Hijriyah dan merupakan peperangan yang masyhur dalam sejarah perkembangan Islam. Bahkan merupakan perang terakhir yang diikuti oleh Nabi Muhammad SAW. Selain itu, perang Tabuk juga menjadi ujian untuk keimanan dan loyalitas kaum Muslim.
Perlawanan ini berlokasi di sebuah kota yang terletak di antara lembah al-Qura dan Syam. Perang Tabuk diduga disebabkan oleh Raja Romawi, Heraklius, yang hendak menyerang Madinah Munawwarah dengan tentara yang besar melalui Syam. Raja Heraklius dendam sebab peperangan sebelumnya yaitu perang Mutah, dimenangkan dengan gemilang oleh kaum Muslim.
Mendengar kabar persiapan penyerangan itu, Nabi Muhammad SAW langsung mempersiapkan diri. Rasulullah mengumumkan kepada kaum Muslim babar umtuk segera melakukan persiapan. Beliau juga menyarankan pengumpulan dana.
Sahabat Abu Bakar ra, akhirnya mengorbankan seluruh hartanya. Sahabat Umar ra, juga mengorbankan setengah harta dan sahabat Utsman ra, mengorbankan perlengkapan perang untuk sepertiga pasukan. Sahabat lainnya pun turut menginfakkan lebih dari kemampuan mereka.
Setelah persiapan selesai, Rasulullah SAW memimpin 30.000 kaum Muslim secara langsung. Mereka semua berangkat untuk menghadang pasukan Romawi.
Kabar kedatangan Nabi Muhammad SAW dan pasukan dianggap sebelah mata oleh Heraklius. Dia yakin kaum Muslim tidak akan mampu melewati padang pasir dan mendatangi mereka lantaran cuaca kala itu sangat panas. Panasnya cuaca bukan satu-satunya tantangan dalam Perang Tabuk. Kaum Muslim juga harus memperjuangkan keimanan mereka. Sebab, kebun-kebun di Madinah sedang musim panen. Sebagian besar penduduk Madinah mendapat penghasilan dari bertanam kurma. Bisa dikatakan musim panen tersebut adalah rezeki mereka selama setahun. Meski begitu, kaum Muslim tetap bertakwa kepada Allah. Mereka mengorbankan rezeki itu dan berangkat untuk menghadang pasukan Romawi.
Setelah pasukan Muslim sampai di Tabuk, pasukan Romawi justru mundur. Mereka gentar terhadap kaum Muslim yang kuat. Pasukan Romawi memilih untuk bersembunyi di benteng-bentengnya. Panglima Khalid bin Walid sempat meminta izin untuk mengejar Heraklius dan pasukannya. Namun, Nabi Muhammad SAW mencegahnya. Beliau mengatakan bahwa tujuan kedatangan kaum Muslim adalah untuk merebut wilayah Arab yang sempat ditaklukkan pasukan Romawi.
Setelah menetap di Tabuk selama beberapa hari, tentara Islam akhirnya kembali ke Madinah. Nabi Muhammad SAW kembali pada tanggal 26 Ramadhan dan ini menjadi perang terakhir beliau.
Pelajaran (ibroh) apa yang dapat dimaknai dari kemenangan “tanpa perang” ini? Jika mencermati bagaimana Rasulullah SAW memobilisasi kekuatan fisik dan peralatan perang untuk mempersiapkan diri beliau dan kaum Muslim, serta para sahabat juga sangat all out keikutsertaan secara fisik dan finansial dalam perang tersebut, betapa luar biasa persiapan perang tersebut. Seandainya saja nabi dan para sahabat tahu akan dimenangkan Allah secara “telak” tanpa harus berperang, tentu tidak akan semaksimal itu. Itulah, Allah menguji kekuatan iman dan komitmen jihad fii sabilillah meski kemenangan itu begitu dekat nantinya.
Ujian untuk tidak tergoda harta dunia juga telah lulus bagi para mujahid perang Tabuk tersebut. Mereka harus meninggalkan panen kurma yang tepat jatuh di saat menjelang harus berangkat jihad. Alhamdulillah dengan tidak jadinya perang Tabuk, maka nikmat panen mereka masih dapat merasakan. Allah telah mencatat niat jihad fii sabilillah. Untuk menjadi mujahid, tidak selalu harus gugur di medan perang. Niat mendapat ridha Allah, sebagai tekad awal para tentara perang Tabuk sudah dicatat sebagai niat berjihad, insyaallah.
Demikian juga bagi para penerus risalah, para dai, para pejuang Islam, tak perlu ragu berjuang. Meski mungkin kita tidak merasakan kemenangan Islam, mungkin telah dipanggil kehadirat Allah sebelum kegemilangan kejayaan Islam dirasakan, maka yakinlah bahwa Allah telah mencatatnya sebagai bagian dari komitmen kita dalam berjuang fii sabilillah.
Pelajaran penting lainnya dari perang Tabuk ini adalah kemenangan membentuk opini kekuatan para mujahid Islam. Dari beberapa perang sebelumnya yang dimenangkan umat Islam, selalu dalam kondisi jumlah prajurit jauh lebih sedikit dari jumlah prajurit kaum kafir. Kekuatan ruhiyah jauh lebih kuat dari kekuatan jasmaniyah. Para prajurit Muslim selalu membentengi diri dengan kekuatan doa, shalat malam dan semangat jihad. Yakin dengan janji Allah jika mereka syahid di medan juang, surgalah balasannya. Keyakinan ini tentu tidak dimiliki oleh tentara musuh (Romawi). Justru kelemahan para tantara Romawi karena tidak ada semangat ruhiyah jihad fii sabilillah. Mereka mempersiapkan diri dengan meminum khamar, bermabuk-mabukan, bahkan bermaksiat. Hal inilah yang diakui oleh para tentara Romawi sendiri saat mereka ditanya raja Heraklius mengapa mereka sering kalah dalam perang terhadap kaum Muslim.
Dalam konteks kekinian, di mana era informasi demikian luar biasa kemajuannya, pelajaran dari kemenangan Perang Tabuk tentu dapat dijadikan “ibroh”. Berbagai informasi kekuatan dakwah Islam, serta semangat “jihad” fii sabilillah dengan versi bukan berperang secara fisik, bisa jadi saat ini telah membuat panik kaum kuffar. Mereka sewa dan bayar para “buzzer” untuk melemahkan kaum Muslim, mengadu domba dengan berbagai pola fitnah dan modus. Justru perilaku seperti itu membuat umat Islam semakin bersatu, semakin kuat. Umat Islam semakin paham, mana kawan mana lawan.
Berbagai jurus fitnah yang mengarah kepada Islamofobia harus dilawan dengan perang pemikiran. Melawannya dengan semakin menderaskan kampanye Islam kaffah. Islam sebagai ideologi sempurna dan way of life. Arus deras “ghazwul fikr” yang sebagian besar disutradarai kaum kapitalis global dan dipertajam dengan praktik-praktik kekejaman sosialis komunis, harus ditangkal serta dilawan dengan gencarnya dakwah Islam yang solutif.
Umat Islam dan umat manusia di seluruh dunia harus disadarkan bahwa berbagai masalah yang muncul saat ini karena Islam tidak dijadikan sebagai sandaran kehidupan, sumber hukum dari segala sumber hukum. Untuk itu maka diharapkan konten dakwah Islam yang ditampilkan agar diutamakan berisi berbagai solusi dari masalah kehidupan saat ini yang sudah porak poranda dari tatanan masyarakat ideal.
Kekuatan membentuk opini bahwa Islam adalah solusi berbagai masalah dan aspek kehidupan akan semakin dikuatkan dengan kekuatan ruhiyah para pengemban dakwah yang senantiasa memperkuat akidah dan semangat juangnya. Dengan menambah amalan-amalan penguat jiwa. Zikrullah, shalat malam, puasa sunnah dan terus mengkaji berbagai tsaqofah Islam. Keterbukaan peluang secara teknologi digital harus dimanfaatkan untuk terus menguatkan dakwah. Berbagai media online dan offline didominasi oleh pesan-pesan kebaikan. Memanfaatkan jaringan para influencer/tokoh umat sebagai perluasan jejaring dakwah ke segala lini profesi dan kekuasaan.
Jika kita sudah melakukan berbagai usaha maksimal dalam upaya membangun opini kekuatan jamaah Islam, maka insyaallah nashrullah (pertolongan Allah) akan diberikan berupa kejayaan Islam kembali di muka bumi. Intansurullah yansurkum.
Allah jualah yang akan membalikkan kekuasaan itu di muka bumi, sebagaimana janji-Nya dalam Q.S Ali Imran ayat 140, “...Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada…”. []
Oleh: Dr. Hj. Septimar, P., MPd.
(Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Masalah Keumatan)
0 Komentar