IWD 2022 Campaign #BreakTheBias: Break False Campaign, Let's True Campaign!


TintaSiyais.com -- #BreakTheBias menjadi tema kampanye International Women Day (IWD) 2022. Masih sama, tetap, dan terus berlanjut di setiap tahunnya, diperingati setiap tanggal 8 Maret. Meskipun mengusung tema yang berbeda, namun tujuannya sama, memperjuangkan kesetaraan gender.

Euforia itu masih digaungkan dan dikampanyekan ke seluruh penjuru dunia. Meskipun sudah lebih dari seabad perjuangan mereka, namun belum juga menemukan titik terang kesejahteraan perempuan. Yang nampak terlihat, perempuan semakin terpuruk ke jurang penderitaan yang lebih dalam.

"Imagine a gender equal world. A world free of bias, stereotypes, and discrimination. A world that is diverse, equitable, and inclusive. A world where difference is valued and celebrated. Together we can forge women's equality. Collectively we can all #BreakTheBias." (dalam laman resmi International Women’s Day).

Nampak dari harapan mereka, dalam kampanye global #BreakTheBias mengajak dunia untuk mematahkan bias, stereotip, dan diskriminasi yang melekat pada perempuan, sehingga tercapai kesetaraan gender. Karena menurut mereka, semua itulah yang menjadi biang hambatan kemajuan perempuan.

Inikah true campaign bagi seluruh perempuan di dunia? Ataukah malah perempuan sedang terjebak dalam false campaign?


#BreakTheBias Menjebak Perempuan dalam Pusaran False Campaign

Upaya perempuan di seluruh dunia untuk mematahkan bias gender yang mengungkung kehidupan kaum perempuan akankah menjadi jalan sejati perempuan untuk meraih tujuannya. Perjuangan ini dilakukan perempuan di seluruh dunia demi memperoleh kemajuan dan kemidahan meraih prestasi tanpa batas serta terbebas dari pandangan negatif bias gender.

Harapan mulia untuk meraih kemajuan dan prestasi, di tengah keterpurukan perempuan hari ini haruslah di dukung dengan sepenuhnya. Namun, perjuangan ini tidak boleh salah arah apalagi salah jalan, yang malah akan semakin menjerat perempuan ke dalam jurang keterpurukan yang lebih dalam.

Perempuan harus pintar menganalisis dan menarik akar permasalahan sesungguhnya yang memunculkan ketertindasan perempuan di seluruh dunia. Salah memahami akar masalah berujung kepada kesalahan menentukan solusi permasalahan hakiki perempuan.

Akar munculnya permasalahan perempuan berpangkal dari cara pandang sistem kapitalisme yang sekuler dan liberal. Tidak bisa disangkal, karena dari sanalah yakni negera-negara Barat munculnya pertama kali kampanye perempuan yang menuntut kesetaraan gender.

Di negera-negara Barat, perempuan dipandang sekadar sebagai objek sensualitas belaka. Kapitalisme menghalalkan eksploitasi sensualitas perempuan demi meraih keuntungan yang besar, berbagai bidang industri menggunakan unsur sensualitas perempuan untuk memasarkan produknya. Di sana perempuan digaji lebih rendah dari laki-laki hanya karena dianggap lebih lemah dari mereka. Bahkan, cara pandang sekuler liberal negara-negara Barat tak lebih menjadikan perempuan sebagai pemuas nafsu belaka, dijatuhkan kehormatannya ke dalam kehinaan. Inilah akar pangkal permasalahan perempuan hari ini, terkungkung dalam jerat sistem yang menghinakan mereka.

Akar permasalahan tersebut, yang menuntun perempuan-perempuan Barat menuntut kesetaraan gender. Perempuan Barat menuntut hak yang sama sebagaimana laki-laki. Sebagaimana khas sistem kapitalisme yang menjadikan materi sebagai sumber kebahagiaan, perempuan mengarahkan tujuan kemajuan mereka pun demi kemudahan memperoleh materi sebanyak-banyaknya.

Parahnya, permasalahan yang berakar dari rusaknya sistem Barat hari ini, dijadikan Barat sebagai senjata untuk menghancurkan perempuan-perempuan Muslim. Padahal, bila sama-sama memandang sejarah sistem yang memimpin peradaban dunia, sepanjang peradaban Islam, tidak bisa ditutupi bahwa Islam telah mengentaskan perempuan dari bias gender kehidupan jahiliah dahulu. Islam melarang membunuh bayi-bayi perempuan, Islam menjaga kehormatan perempuan dari pandangan-pandangan sensualitas semata. Islam memberi hak yang sama dalam meraih prestasi, bebas mengenyam pendidikan setinggi apa pun.

Sejatinya yang patut dipahami oleh perempuan Muslim khususnya dan perempuan di seluruh dunia pada umumnya, perjuangan mereka, campaign #BreakTheBias dan campaign-campaign yang akan mereka gaungkan dari waktu ke waktu, telah menjebak perempuan dalam pusaran false campaign. Karena biang penderitaan perempuan adalah dari kerusakan sistem kehidupan yang hadir hari ini, maka perlu mencari solusi sistem lain yang benar yang dapat mengantarkan perempuan meraih tujuannya secara hakiki.


Dampak Campaign #BreakTheBias bagi Perjuangan Perempuan

Salah dalam memahami akar permasalahan, akan berakibat kepada salahnya solusi yang dihadirkan, dan berujung kepada perjuangan yang sia-sia. Karena telah nyata, pasti tak dapat ditutupi, sistem kapitalisme sekuler hari ini, mengantarkan perempuan ke jurang eksploitasi lebih dalam, semakin menghamba materi, dan memunculkan masalah-masalah baru yang tak kunjung usai.

Lihat saja, campaign #BreakTheBias yang diusung IWD tahun ini, dan juga campaign-campaign sebelumnya, seakan telah membuat perempuan terjebak dalam sekadar euforia belaka. Perjuangan semu yang berdampak kepada kehancuran perempuan lebih dalam lagi. Apabila terus dibiarkan, ini hanya akan semakin menjauhkan perempuan dari solusi yang hakiki untuk meraih perubahan yang hakiki.

Faktanya, atas nama kesetaraan gender, demi menghapus bias gender, telah mengakibatkan bermunculan perempuan-perempuan pembangkang. Tidak sedikit perempuan semakin berani terhadap suami, hilang rasa hormat ketika ia merasa mampu mencukupi diri sendiri.

Semakin nampak, perempuan yang kehilangan fitrahnya. Demi memperoleh kebahagian semu, yakni materi yang sebanyak-banyaknya, perempuan tak lagi seutuhnya memerankan tanggung jawab sebagai ummun warabatul bait. Semakin banyak anak yang kekurangan perhatian dan kepengurusan tangan lembut seorang ibu. Marak perselingkuhan di dunia kerja. Parahnya, semakin banyaknya perempuan mengejar materi, tak berbanding lurus perolehan kebahagian, tapi semakin banyak perempuan terjebak berbalik menjadi tulang punggung ekonomi keluarga.

Lebih miris lagi, perjuangan perempuan yang ingin terbebas dari sekadar menjadi pemuas nafsu, tapi berbuah kepada eksploitasi sisi sensualiatas mereka jauh lebih mengerikan. Anehnya, perempuan hari ini menikmatinya dan menganggapnya sebagai sebuah penghormatan. Buktinya, banyaknya perempuan menikmati kontes-kontes kecantikan yang tak jarang mengeksploitasi tubuh perempuan daripada sisi kecerdasannya. Tak ada industri kapitalis yang tidak menggunakan sisi sensualitas perempuan untuk menarik minat konsumen, perempuan dijadikan objek pemasaran produk-produk industri.

Lebih buruknya lagi, Barat menjadikan keterpurukan perempuan hari ini sebagai senjata untuk menghancurkan syariat Islam. Biang kehancuran sekuler kapitalisme tapi menjadikan Islam sebagai common enemy. Perempuan Muslim dipaksa untuk meragukan syariat-Nya, hingga berujung enggan untuk tunduk kepada syariat-Nya.

Dampak campaign #BreakTheBias dan campaign-campaign lainnya yang digaungkan IWD demi meraih kesetaraan gender, telah menjerumuskan perjuangan perempuan menuju ke jurang kehancuran lebih dalam. Bukan kemajuan dari sisi kecerdasannya, namun eksploitasi sisi sensualitas perempuan makin marak dengan kemasan-kemasan madu, yang itu tak disadari perempuan, malah dinikmati. Banyaknya perolehan materi, tak memberi ujung kebahagian, perempuan semakin diperas demi menggenjot laju ekonomi, hingga membalikkan peran mereka menjadi tulang punggung ekonomi keluarga.


Break False Campaign, Let's True Campaign!

Kini saatnya perempuan-perempuan Muslim khususnya dan juga perempuan-perempuan di seluruh dunia, berani untuk mengambil sikap. Break false campaign, let's true campaign! Keterpurukan yang diakibatkan oleh buruknya sebuah sistem, solusi hakikinya harusnya mencari alternatif sistem yang benar untuk mengganti sistem yang buruk.

Jika dulu dunia ini pernah ada di bawah peradaban yang mampu memuliakan perempuan, itu bukanlah sekadar romantisme sejarah. Namun, memberikan harapan pada perempuan-perempuan untuk berani kembali hidup di bawah naungan sistem tersebut.

Dulu, ada peradaban yang bertahan belasan ribu abad, dan di bawahnya terukir kemuliaan perempuan. Ada peradaban yang mampu mencetak puluhan ribuan ulama perempuan, yang dinilai bukan dari sisi sensualitasnya namun kecerdasannya. Cendekiawan Islam India modern Mohammad Akram yang melakukan proyek kamus biografi ulama hadis perempuan telah berhasil menulis 43 volume kamus biografi yang disebut Al-Wafa Bi Asma Al-Nisa (Kamus Biografi Wanita Narator Hadis), yang mencatat kehidupan 10.000 wanita ulama dan perawi hadis.

Ada peradaban yang mengukir perempuan Muslimah sebagai pendiri universitas pertama di dunia, Fatimah Muhammad al-Fihri mendirikan Universitas al-Qarawiyyin di Fes, Maroko. Dalam peradaban ini, materi tidak menjerumuskan perempuan ke dalam kepuasan semu, namun dijadikan sebagai sarana membangun generasi masa depan yang cemerlang.

Ada peradaban yang menghormati dan memuliakan perempuan, dengan syariat-Nya mewajibkan memuupi auratnya agar tak terlihat mata liar laki-laki yang bukan mahramnya. Menjaga peran fitrahnya sebaga pencetak generasi dan pengatur rumah tangganya. Dari tangan lembut perempuan-perempuan di bawah peradaban ini, bermunculan ksatria-ksatria penakhluk yang menyebarkan Islam ke seluruh dunia.

Ada peradaban yang memberikan pilihan kemubahan bagi perempuan-perempuan untuk meraih prestasi di dunia kerja, dengan syarat tidak menyalahinkoridor syariat-Nya, tanpa menjadikan perempuan sebagai penggenjot laju ekonomi, apalagi berbalik menjadi tulang punggung ekonomi keluarga. Karena di peradaban itu, negara dapat hadir sebagai periayah urusan rakyatnya dan menanggung kebutuhan dasar tiap individu, memudahkan para pencari nafkah dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.

Ada peradaban yang mampu melindungi para perempuannya, dari kejahatan orang-orang yang menistakan kehormatannya. Demi membela seorang Muslimah yang dinista, Rasulullah mengerahkan kaum Muslim untuk mengepung benteng Yahudi Bani Qainuqa selama 15 hari 15 malam, hingga akhirnya mereka menyerah dan berujung pengusiran mereka dari Madinah. Begitu pula di masa Khalifah al-Mu'tasim Billah, dikerahkanlah pasukan yang panjang barisannya tidak putus dari gerbang istana di Kota Baghdad sampai Kota Ammuriah (Turki), hingga menjadikan Ammuriah takluk di tangan kaum Muslim. Hari ini, di dalam peradaban kapitalisme banyak perempuan Muslim yang dinista di seluruh dunia, tak ada perisai yang dapat membela mereka.

Adalah peradaban Islam, telah mengukir sejarah mampu menjaga dan mewujudkan kemuliaan perempuan. Bukan sekadar bagi perempuan Muslim, namun juga seluruh perempuan yang berada dalam naungan Khilafah Islamiyah. Inilah yang seharusnya menjadi true campaign bagi perjuangan perempuan, yakni mewujudkan kembali kehidupan Islam. Saatnya seluruh perempuan merubah arah perjuangannya. Let's true campaign! []


#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst


Oleh: Dewi Srimurtiningsih
Dosol Uniol 4.0 Diponorogo

Posting Komentar

0 Komentar