TintaSiyasi.com -- Siapa sangka ketika Kerajaan Kristen Inggris menganggap Islam adalah agama setan, anak seorang pendeta Gereja Metodis, William Henry Quilliam, malah masuk Islam. Lebih dari itu, ia juga menyeru secara terbuka agar orang-orang Kristen meninggalkan keyakinan trinitasnya untuk masuk Islam, karena menurutnya, Islam bukanlah agama setan.
Berkat kekonsistenannya dalam berdakwah, Khalifah Sultan Abdul Hamid II pada 1894 mengangkatnya menjadi Syaikhul Islam untuk Kepulauan Inggris. Di tengah tingginya permusuhan Inggris terhadap Islam terutama menjelang Perang Dunia I, Quilliam tetap berdakwah dan menyeru kaum Muslim untuk bersatu mendukung Khilafah Utsmani serta berjihad melawan penjajah.
Tentu saja seruan tersebut dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap Ratu Inggris. Sehingga menjadi amunisi para loyalis kerajaan untuk semakin menambah sikap intoleran dan anarkis kepada diri dan para pengikutnya.
Masuk Islam
Quilliam lahir di Liverpool, Inggris pada 10 April 1856 dari keluarga kaya dan terpandang. Selain seorang pendeta Metodis, ayahnya, Robert Quilliam, adalah seorang pembuat jam. Sedangkan ibunya, Harriet Quilliam adalah seorang aktivis Gereja Metodis.
Sejak kecil, William Henry Quilliam sudah mendapatkan pendidikan yang memadai. Oleh kedua orang tuanya disekolahkan pada jurusan hukum di Liverpool Institute dan King William’s College. Pada 1878, ia memulai karirnya sebagai seorang pengacara sukses. Selain sebagai pengacara handal, ia juga dikenal sebagai sastrawan, jurnalis, editor, filantropis, pembicara dan pebisnis.
Banyak hal yang membuatnya tertarik pada Islam, salah satunya ketika dalam perjalanan dari Gibraltar menuju Maroko, Quilliam menyaksikan beberapa orang Muslim yang wudhu dan shalat di atas kapal. Quilliam sangat tersentuh dengan kekhusyukan shalat dan ketenangan wajah mereka, tak peduli kuatnya angin yang berhembus maupun goyangnya kapal diterpa gelombang. Sejak saat itulah, ia tertarik untuk mempelajari Islam lebih lanjut.
Akhirnya pada tahun 1887, bersaksi bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan mengganti namanya menjadi Abdullah Quilliam. “Salah satu alasan dia tertarik kepada Islam adalah bahwa alkohol dilarang bagi umat Islam. Selain itu, ia juga memiliki keprihatinan teologis tentang Trinitas Kristen,” tutur Ron Geaves, profesor agama dari Universitas Hope Liverpool.
Aktif Berdakwah
Setelah itu, ia aktif berdakwah kepada pribumi Inggris khususnya di Liverpool. Dua tahun setelah keislamannya, ia mendirikan Liverpool Muslim Institute (LMI), sebuah pusat kajian keislaman di Brougham Terrace No 8, West Derby Street, Liverpool. Islamic centre yang sekaligus berfungsi sebagai masjid. Sehingga tempat ini tercatat sebagai Islamic Centre dan masjid pertama di Inggris. Di masjid inilah umat Muslim biasa melaksanakan shalat berjamaah dan shalat Jumat, yang khutbahnya disampaikan dalam bahasa Arab dan Inggris.
Abdullah juga mendirikan sekolah asrama untuk anak laki-laki dan sekolah siang untuk anak perempuan, serta panti asuhan bernama Medina Home untuk anak-anak terlantar. LMI semakin berkembang dengan menyelenggarakan pendidikan di berbagai bidang yang diikuti oleh masyarakat umum, baik Muslim dan non-Muslim. Bahkan LMI kemudian membangun perguruan tinggi yang mempunyai museum dan laboratorium sendiri.
Guna menarik minat warga non-Muslim untuk mempelajari Islam, Abdullah kerap menyelenggarakan acara debat pekanan dan komunitas sastra. “Ia berhasil mengajak 200 warga lokal dan 600 orang di seluruh Inggris untuk pindah agama dan ia menghabiskan banyak waktu melakukan syiar tentang Islam dan bahwa Islam bukan agama setan,” kata Jahangir Mohammed dari Abdullah Quilliam Society ---lembaga yang melestarikan peninggalan bersejarah Quilliam.
Mereka yang masuk Islam di antaranya adalah ibunda tercinta yang kemudian mengganti namanya menjadi Khadija setelah masuk Islam pada 1893. Selain itu, tercatat pula beberapa tokoh penting yang masuk Islam setelah didakwahi Quilliam, di antaranya Gubernur Staleybridge Resched Stanley dan Lord Stanley of Alderley Cheshire. Sehingga Cheshire tercatat sebagai Muslim pertama dari keluarga bangsawan (House of Lord) Inggris.
Tahun 1893, LMI menerbitkan majalah pekanan The Crescent dan tak lama kemudian majalah bulanan The Islamic World. Majalah-majalah ini dicetak sendiri oleh LMI dan didistribusikan ke lebih dari 20 negara. Abdullah juga menulis beberapa buku, salah satunya Faith of Islam yang telah diterjemahkan ke dalam 13 bahasa. Berkat aktivitas dakwah dan publikasi-publikasi tersebut, Quilliam semakin dikenal di berbagai negara sebagai tokoh Islam dari Inggris.
Berdasarkan prestasi dakwahnya tersebut, pada 1894, Khalifah Abdul Hamid II secara resmi mengangkatnya sebagai Syaikhul Islam untuk Kepulauan Inggris. Meskipun minoritas, Quilliam tak pernah segan menampakkan identitas keislamannya dan sering tampil mengenakan gamis dan sorban di acara resmi sekalipun. Statusnya sebagai warga Inggris tidak menghalanginya untuk menyuarakan penentangannya terhadap imperialisme dan kolonialisme.
Bahkan pada 1896, ia menyerukan fatwa haramnya seorang Muslim berpartisipasi sekecil apa pun bersama Inggris untuk memerangi kaum Muslim di Sudan.
.
“Saya memperingatkan setiap Mukmin sejati (True-Believer), jika memberikan bantuan sekecil apa pun dalam ekspedisi yang diproyeksikan melawan kaum Muslim di Sudan, meskipun hanya membawa bingkisan, atau memberikan segigit roti untuk makan atau minum air kepada setiap orang yang ikut ekspedisi melawan umat Islam hingga mampu membantu anjing kafir (giaour) melawan Muslim, namanya tidak layak untuk tetap ada pada daftar orang beriman (the roll of the faithful),” tegasnya seperti dipublikasikan The Crescent Vol VII, No 167, 11 Syawal 1313/25 Maret 1896.
Padahal, masa itu adalah puncak dari imperialisme dan kolonialisme Kerajaan Kristen Inggris sehingga hampir 100 juta orang Islam berada di bawah kekuasaan Ratu Victoria. Fatwa ini tentunya mengundang kemarahan para loyalis kerajaan.
Di saat Khilafah Utsmani mengalami serangan bertubi-tubi dari Inggris dan negara-negara Eropa lainnya yang berusaha menghancurkan Khilafah dengan menebar bibit-bibit nasionalisme di setiap negeri jajahannya, Quilliam menyerukan agar umat tetap bersatu dalam naungan Khilafah Utsmani serta mengingatkan umat akan bahaya dari konspirasi Kristen yang berusaha memecah belah kesatuan umat Islam.
“Muslim semua! Arsy berada di bawah standar Khalifah (bukan Ratu, red). Mari kita bersatu di sana, satu dan semua, dan sekaligus!” tegasnya seperti dilansir The Crescent, Vol VII No 171, 7 Dzulqa’dah 1313/22 April 1896.
Karena sikap tegas ini, Quilliam dan LMI seringkali menjadi target anarkisme. Para jamaah masjid sering dilempari dengan batu, lumpur, bola salju dan sayuran busuk. Petasan dilempar ke dalam masjid dan pecahan gelas disebar di karpet untuk melukai jamaah yang shalat. Bahkan Quilliam pernah diancam untuk dibakar hidup-hidup.
Hingga puncaknya pada 1908, LMI dan media massa yang terbitkannya pun ditutup paksa. Quilliam dan para pengikutnya diusir ke Istambul, ibu kota Khilafah Utsmani.
Namun, pada 1914, beberapa saat sebelum berkecamuknya Perang Dunia I, ia kembali ke Inggris tepatnya ke Woking dengan nama samaran Profesor Hendri Marcel Leon. Pada 28 April 1932 wafat di London dan dimakamkan di Pemakaman Brookwood, dekat Woking dengan nama Haroun Musthapa di batu nisannya.
Baru saja beberapa bulan di Woking, tepatnya pada Desember 1914, ia dapat mendirikan British Muslim Society (BMS) di Masjid Shah Jehan. Melalui BMS pula, ia kembali berdakwah secara terorganisir. Allahu Akbar! []
Oleh: Joko Prasetyo
Jurnalis
Dimuat pada rubrik Sosok tabloid Media Umat edisi 142 (awal Januari 2015).
0 Komentar