Keutamaan Menuntut Ilmu


TintaSiyasi.com -- Sobat. Abu Darda’ pernah berkata, ”Belajar satu masalah (agama) bagiku lebih baik daripada sholat tahajud semalam suntuk”. Abdullah bin Mas’ud berkata, ”Sekarang kalian hidup di zaman ‘Amal lebih baik daripada Ilmu, tetapi di masa datang ‘Ilmu lebih utama daripada amal’".

Sobat. Dari Sa’id Musayyab, dari Abu Sa’id Khudry, Rasulullah SAW bersabda, ”Di dunia ini amal yang paling utama tiga yaitu :
 
Pertama. Menimba Ilmu, karena orang yang selalu menimba ilmu menjadi kekasih Allah.
Kedua. Jihad atau perang sabil, karena orang yang jihad adalah waliyullah.
Ketiga. Mencari penghidupan (kasab), karena pengusaha yang takwa adalah shiddiqullah.

Sobat. Ilmu adalah kawan di saat sunyi atau di tengah pengasingan, ia sebagai penunjuk jalan kegembiraan, dan penolong saat kesukaran, penghias diantara kawan, dan senjata penghalau musuh, Allah mengangkat derajat bangsa atau masyarakat dunia dengan ilmu, sehingga menjadi pimpinan yang dapat dicontoh, malaikat senang bersahabat dengan mereka, bahkan mengusap-usap mereka dengan sayapnya, segala benda basah-kering mendoakan mereka yang berilmu, sampai ikan-ikan di laut, serangga dan hewan-hewan buas darat-laut, apalagi ternak. Sebab Ilmu adalah penghidup hati dari kebodohan, pelita kegelapan, kekuatan dari segala kelemahan, dan alat menempuh derajat Abrar (baik) dunia dan akhirat erat. Demikian penjelasan Abu Laits dalam Tanbihul Ghafilin.

Sobat. Muadz bin Jabal berpesan, “Belajarlah Ilmu, sebab belajar itu adalah suatu kebaikan, dan menimbanya adalah ibadah, sedang mengingatnya adalah tasbih, lalu mengadakan penyelidikan padanya berarti jihad, kemudian mengajarkannya berarti sedekah, dan memberikannya kepada orang yang berhak adalah taqarrub, karena ilmu itu adalah cara untuk menempuh tingkatan atau derajat surga.

كِتَٰبٌ أَنزَلۡنَٰهُ إِلَيۡكَ مُبَٰرَكٞ لِّيَدَّبَّرُوٓاْ ءَايَٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ (٢٩)

Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Shad (38) : 29).

Sobat. Allah menjelaskan bahwa Dia telah menurunkan Al-Qur'an kepada Rasulullah SAW dan para pengikutnya. Al-Qur'an itu adalah kitab yang sempurna mengandung bimbingan yang sangat bermanfaat kepada umat manusia. Bimbingan itu menuntun manusia agar hidup sejahtera di dunia dan berbahagia di akhirat. 

Sobat. Dengan merenungkan isinya, manusia akan menemukan cara-cara mengatur kemaslahatan hidup di dunia. Tamsil ibarat dan kisah dari umat terdahulu menjadi pelajaran dalam menempuh tujuan hidup mereka dan menjauhi rintangan dan hambatan yang menghalangi pencapaian tujuan hidup.

Sobat. Al-Qur'an itu diturunkan dengan maksud agar direnungkan kandungan isinya, kemudian dipahami dengan pengertian yang benar, lalu diamalkan sebagaimana mestinya. Pengertian yang benar diperoleh dengan jalan mengikuti petunjuk-petunjuk rasul, dengan dibantu ilmu pengetahuan yang dimiliki, baik yang berhubungan dengan bahasa ataupun perkembangan masyarakat. 

Begitu pula dalam mendalami petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam kitab itu, hendaknya dilandasi tuntunan rasul serta berusaha untuk menyemarakkan pengalamannya dengan ilmu pengetahuan hasil pengalaman dan pemikiran mereka.

Sobat. Al-hasan al-Bashri menjelaskan pengertian ayat ini dengan mengatakan, "Banyak hamba Allah dan anak-anak yang tidak mengerti makna Al-Qur'an, walaupun telah membacanya di luar kepala. Mereka ini hafal betul hingga tak satu pun huruf yang ketinggalan. Namun mereka mengabaikan ketentuan-ketentuan Al-Qur'an itu hingga salah seorang di antara mereka mengatakan, 

"Demi Allah saya telah membaca Al-Qur'an, hingga tak satu huruf pun yang kulewatkan." 
Sebenarnya orang yang seperti itu telah melewatkan Al-Qur'an seluruhnya, karena pengaruh Al-Qur'an tidak tampak pada dirinya, baik pada budi pekerti maupun pada perbuatannya. Demi Allah, apa gunanya ia menghafal setiap hurufnya, selama mereka mengabaikan ketentuan-ketentuan Allah. Mereka itu bukan ahli hikmat dan ahli pemberi pengajaran. Semoga Allah tidak memperbanyak jumlah orang yang seperti itu."

Sobat. Ibnu Mas'ud mengatakan: Orang-orang di antara kami apabila belajar sepuluh ayat Al-Qur'an, mereka tidak pindah ke ayat lain, sampai memahami kandungan sepuluh ayat tersebut dan mengamalkan isinya (Riwayat Ahmad).

Sobat. Allah menurunkan kitab-Nya untuk mendidik hamba-Nya dengan adab-Nya, berakhlak dengan akhlak-Nya, dan merenungkan kandungannya berupa pujian kepada Allah. Jika tidak direnungkan hingga dipahami, ajarannya tidak bisa diamalkan. Sesungguhnya ayat-ayat suci itu merupakan risalah yang Allah sampaikan kepada para hamba-Nya agar mereka menunaikannya. Bukan hanya untuk dibaca tetapi tidak dipahami dan tidak dilaksanakan.

Allah SWT berfirman :

وَإِذَا مَآ أُنزِلَتۡ سُورَةٞ فَمِنۡهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمۡ زَادَتۡهُ هَٰذِهِۦٓ إِيمَٰنٗاۚ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ فَزَادَتۡهُمۡ إِيمَٰنٗا وَهُمۡ يَسۡتَبۡشِرُونَ (١٢٤)

Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira.” (QS. at-Tawbah (9): 124).

Sobat. Sikap kaum munafik di masa Nabi Muhammad SAW di antaranya adalah apabila ayat-ayat Al-Qur'an diturunkan kepada beliau dan disampaikan kepada mereka, maka di antara mereka itu ada yang bertanya kepada teman-temannya baik dari kalangan munafik sendiri maupun teman-teman mereka dari kaum Muslim yang lemah imannya bahwa siapakah di antara mereka yang bertambah imannya dengan turunnya surah ini. Ini meyakinkan bahwa Al-Qur'an ini benar-benar dari Allah bahwa Muhammad itu benar-benar pesuruh Allah, bahwa tiap-tiap ayat Al-Qur'an merupakan mukjizat bagi Muhammad, dan bahwa Al-Qur'an itu bukan buatan Muhammad.

Sobat. Jika diperhatikan pertanyaan orang munafik yang tersebut dalam ayat-ayat ini, dirasakan bahwa pertanyaan itu bukanlah maksudnya untuk menanyakan sesuatu yang tidak diketahui, tetapi menunjukkan apa yang menjadi isi hati mereka; yaitu mereka belum percaya kepada Rasulullah, sekalipun mulut mereka telah mengakuinya. Bahkan mereka ingin agar orang-orang Islam yang lemah imannya menjadi seperti mereka pula. Seandainya tidak ada penyakit di dalam hati orang-orang munafik itu, pasti mereka mengetahui bahwa iman yang sesungguhnya yang disertai dengan ketundukan dan penghambaan diri kepada Allah, karena telah merasakan dan meyakini kekuasaan-Nya, pasti akan bertambah dengan mendengar dan membaca ayat-ayat Al-Qur'an, apalagi jika langsung mendengarnya dari Rasulullah SAW sendiri.

Sifat-sifat munafik ini diterangkan dalam firman-Nya: Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu; dan mereka mendapat azab yang pedih, karena mereka berdusta (QS. al-Baqarah/2: 9-10).

Mengenai kesan terhadap ayat-ayat Al-Qur'an dalam hati orang-orang yang beriman diterangkan dalam firman Allah: Sebenarnya, (Al-Qur'an) itu adalah ayat-ayat yang jelas di dalam dada orang-orang yang berilmu. Hanya orang-orang yang zalim yang mengingkari ayat-ayat Kami (QS. al-'Ankabut/29: 49).

Sobat. Pertanyaan orang-orang munafik itu dijawab Allah dengan ungkapan yang tersebut pada akhir ayat ini yang maksudnya adalah orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya dan mereka merasa gembira. []


Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Ceo Educoach, Penulis Buku Goreskan Tinta Emas, Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo, Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Posting Komentar

0 Komentar