TintaSiyasi.com -- Ahli Fiqih Islam K.H. Shiddiq Al Jawi, S.Si., M.Si. memberikan penjelasan terkait pengertian, fakta, dan hukum produk BRANKAS LM yang dikeluarkan oleh P.T. ANTAM Tbk di Telegram Ustadz Shiddiq Al Jawi.
“Kita akan membahas pengertian, fakta, dan hukum dari studi kasus jual beli emas di P.T. ANTAM Tbk yaitu BRANKAS,” tulisnya, Jumat (03/06/2022).
Definisi BRANKAS
“BRANKAS yang dimaksud di sini bukanlah tempat untuk menyimpan uang, melainkan transaksi terkait emas oleh P.T. ANTAM Tbk melalui UBPP LM (Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia). Akronim BRANKAS adalah berencana, aman, kelola, dan emas,” jelas Ustaz Shiddiq
Ia menjelaskan dengan mengutip FAQ BRANKAS, berencana adalah edukasi publik mengenai perencanaan emas jangka panjang; aman adalah dijamin oleh P.T. ANTAM Tbk dan di-back up fisik; kelola adalah dikelola secara mandiri oleh konsumen; emas adalah emas yang digunakan adalah dengan kemurnian 99,99 persen dengan sertifikat berstandar LBMA (London Bullion Market Association).
“Ada lima macam layanan, pertama, pembelian emas pada harga BRANKAS yang lebih murah; kedua, penyimpanan emas; ketiga, penjualan kembali (buy back) pada harga yang lebih tinggi; keempat, pencetakan sesuai dengan pecahan yang diinginkan; kelima, kemudahan pembayaran zakat dan infak yang bekerjasama dengan BAZNAS.
Fakta BRANKAS
“Untuk mendapatkan layanan-layanan BRANKAS, calon pelanggan harus mendaftar dulu sebagai anggota BRANKAS, yang dilakukan secara langsung di Butik Emas LM di seluruh Indonesia dan mengisi form registrasi sebagai bukti menyetujui syarat dan ketentuan yang berlaku di sistem BRANKAS,” ujarnya.
Selanjutnya, untuk calon pelanggan perorangan wajib melampirkan dokumen utama, yaitu kopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang berlaku dan jika ada kopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) beserta Kartu Keluarga (KK) sebagai lampiran pendukung.
“Sedangkan, untuk calon pelanggan korporat wajib membawa kopi dokumen legalitas perusahaan dan surat kuasa asli bermaterai dan cap perusahaan dari pejabat berwenang sebagai pemberi kuasa kepada karyawan sebagai penerima kuasa serta menunjukkan KTP asli,” imbuhnya lagi.
Kiai Shiddiq mengatakan bahwa keanggotaan BRANKAS itu berbayar, berlaku satu tahun, dan dapat diperpanjang yang besarnya dibeda-bedakan berdasarkan jenis keanggotaan dan fasilitas coverage atau limit yang diberikan.
“Transaksi dapat dilakukan melalui situs web www.brankaslm.com pada hari dan jam kerja, baik untuk transaksi pembelian, penjualan (buy back), maupun order pengambilan emas fisik,” ujarnya.
Lanjut dijelaskan bahwa untuk pendaftaran dan penutupan keanggotaan BRANKAS, maka pelanggan diminta datang ke Kantor LM Pulogadung atau Butik Emas LM. “Transaksi-transaksi tersebut, yakni pembelian, penjualan, dan lain-lain, dilakukan secara online di mana saja,” bebernya menyitat FAQ BRANKAS.
Hukum BRANKAS
Founder Islamic Business Online School tersebut merinci hukum beberapa transaksi BRANKAS sebagai berikut.
Pertama, pembelian. “Haram hukumnya seorang anggota BRANKAS membeli emas di P.T. ANTAM Tbk (di berbagai Butik Logam Mulia), karena pada jual beli ini tidak terjadi serah terima secara segera (al-qabdhu al-fauri) emas fisiknya di majelis akad, padahal syarak telah mewajibkan atau mensyaratkan terjadinya serah terima emas secara segera (al-qabdhu al-fauri) di majelis akad, pada saat terjadinya akad jual beli emas,” ulasnya menukil pendapat Ziyad Ghazzal di dalam kitab Masyru’ Qanun Al-Buyu’ halaman 114.
Ustaz Shiddiq menyebutkan dalil dari sabda Nabi ﷺ,
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ ، وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ ، مثلاً بِمِثْل ، سَوَاءً بِسَوَاءٍ ، يداً بِيَدٍ ، فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ ، إذَا كَانَ يداً بِيَد
Emas ditukarkan dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum (al-burru bil burri), jewawut dengan jewawut (asy-sya’ir bi asy-sya’ir), kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus sama takarannya (mitslan bi mitslin sawa`an bi sawa`in) dan harus dilakukan dengan kontan (yadan bi yadin). Dan jika berbeda jenis-jenisnya, maka juallah sesukamu asalkan dilakukan dengan kontan (yadan bi yadin). (HR Muslim, no 1587).
“Hadis di atas menunjukkan bahwa jual beli emas, wajib dilakukan secara yadan biyadin (kontan), atau terjadi serah terima di majelis akad (at-taqaabudh fi majelis al-’aqad). Dalam jual beli yang terjadi BRANKAS di P.T. ANTAM Tbk, tidak terjadi serah terima emasnya secara fisik, maka jual beli emas ini hukumnya haram,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, yang dimaksud bahwa emas (adz-dzahab) dalam hadis itu berarti emas secara umum. Hal itu dijelaskan olem Imam Syaukani di dalam kitab Nailul Authar, Beirut : Dar Ibnu Hazm, 2000, halaman 1059-1061.
“Jadi, emas dalam hadis itu mencakup segala macam emas, baik emas sebagai alat tukar (dinar) maupun emas sebagai komoditi (misal emas perhiasan, bijih emas, emas batangan, dsb),” tandasnya.
Kedua, penyimpanan. “Haram hukumnya melakukan penyimpanan emas yang sudah dibeli oleh anggota kepada pihak P.T. ANTAM Tbk (melalui berbagai Butik Logam Mulia), karena emas yang akan disimpan atau dititipkan itu sendiri, tidak ada. Dengan kata lain, emas yang dibeli itu sebenarnya belum dicetak,” ungkapnya.
“Akad penyimpanan itu secara fiqih disebut titipan (wadiah), yaitu akad untuk menitipkan suatu barang kepada pihak penerima titipan untuk dipelihara tanpa melakukan tasharruf (perbuatan hukum) pada barang titipan tersebut,” nukilnya dari Abdullah Husain Al-Maujan dalam kitab Ahkamul Wadi’ah halaman 7.
Ditegaskannya, sebagaimana pendapat dari Abdurrahman Al-Jaziri di dalam kitab Al-Fiqih ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, Juz III, halaman 220 bahwa salah satu rukun akad wadiah, adalah al-’ain al-muuda’ah (barang yang dititipkan). Jika rukun ini tidak ada, otomatis akad wadiahnya tidak sah.
Ketiga, pengambilan emas (order cetak). “Haram hukumnya seorang anggota melakukan pengambilan emas yang sebelumnya dititipkan, dengan melakukan order cetak emas secara fisik,” ujarnya.
Keharaman tersebut ada dua alasannya. “Pertama, dalam hukum wadiah, yang berhak mengambil barang titipan, adalah pemilik barang titipan (al-muudi’). Padahal dalam transaksi BRANKAS, anggota yang melakukan order cetak itu sebenarnya BUKAN pemilik emasnya, karena anggota itu tidak pernah menerima (al-qabdh) fisik emasnya saat transaksi jual beli sebelumnya, sebagai syarat kepemilikan sempurna untuk barang yang dibeli. Seperti dikatakan oleh Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Al-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, Juz II, halaman 290. Kedua, dalam hukum wadiah, barang yang diambil seharusnya barang yang sama secara zatnya (al-’ain) dengan barang yang semula dititipkan di awal. Hal ini tidak mungkin terjadi, karena di awal, saat penyimpanan atau penitipan terjadi, memang tidak ada emas secara fisik yang dititipkan oleh anggota,” paparnya.
Keempat, penjualan (buy back). “Haram hukumnya seorang anggota melakukan penjualan kembali (buy back) emas yang disimpannya kepada pihak PT ANTAM Tbk (melalui berbagai Butik Logam Mulia), karena emas yang dijual itu sendiri tidak ada. Dengan kata lain, emas yang disimpan itu belum dicetak,” cetusnya.
Lanjutnya, jika emasnya tidak ada karena belum dicetak, berarti anggota itu telah menjual barang yang sebenarnya tidak pernah dia miliki, yang demikian itu jelas haram hukumnya dalam Islam.
Kiai Shiddiq menukil sabda Rasulullah ﷺ,
لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
Janganlah kamu menjual apa-apa yang tidak ada di sisimu. (HR Tirmidzi)
Kelima, syarat keanggotaan. “Haram hukumnya seorang membayar sejumlah uang untuk mendapat status anggota, sebagai syarat agar dapat melakukan berbagai transaksi,” lugasnya.
“Keharamannya dikarenakan telah terjadi penggabungan dua akad ke dalam satu akad yang bersifat mengikat (mulzim), atau dengan kata lain, terjadi pensyaratan satu akad agar dapat melakukan akad lain,” bayannya.
Kiai Shiddiq menutup penjelasannya dengan menukil hadis Ibnu Mas’ud RA,
نَهَى رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهُ وَسَلَّمَ عَنْ صَفْقَتَيْن فِي صَفْقَةٍ واحِدَةٍ
Rasulullah ﷺ telah melarang penggabungan dua akad ke dalam satu akad. (HR Ahmad, Musnad Ahmad, Juz I, hlm. 398. (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, Juz II, hlm. 308).[] Reni Tri Yuli Setiawati
0 Komentar