TintaSiyasi.com -- Tanya :
Ustaz, jika rangkaian ibadah haji di Mekkah belum dimulai, mengapa di luar Mekkah (di negeri-negeri muslim yang secara waktu lebih dulu karena berada di sebelah timur Mekkah secara geografis), sudah boleh memulai shalat Iduladha dan menyembelih kurban, sebagai konsekuensi dari rukyatul hilal global? (Hamba Allah, Tangerang).
Jawab:
Shalat Iduladha dan penyembelihan kurban itu, dari segi waktu (jam berapa pelaksanaannya) acuannya adalah waktu berdasarkan pergerakan matahari, bukan berdasarkan pergerakan bulan.
Sedangkan penentuan Iduladha, yaitu hari apa (atau tanggal berapa), acuannya adalah pergerakan bulan, bukan pergerakan matahari.
Dalam bahasa Ushul Fiqih, ada sebab yang berbeda antara Shalat Iduladha itu dilaksanakan jam berapa, dengan sebab penetapan masuknya bulan Dzulhijjah, yaitu Iduladha itu jatuhnya hari apa atau tanggal berapa (dalam kalender Masehi).
Sebab pelaksanaan shalat Iduladha adalah dukhulul waqti, yaitu sudah masuknya waktu untuk melakukan Shalat Dhuha, yaitu sekira waktu ketika matahari sudah sepenggalah naik (irtifa’u al-syams).
Berkata Imam Ibnu Baththal :
أجمَع الفقهاء أنَّ العيد لا يُصلَّى قبل طلوع الشمس، ولا عند طلوعها، فإذا ارتفعتِ الشمسُ وابيضَّتْ وجازتْ صلاة النافلة، فهو وقتُ العيد) (ابنُ بطَّال، شرح صحيح البخاري ج2ص560)
“Para fuqoha sepakat bahwa sholat Ied (Idul Fitri dan Iduladha) tidak dilakukan sebelum terbitnya matahari, tidak pula pada saat bersamaan dengan terbitnya matahari. Maka jika matahari sudah naik dan sudah putih cahayanya, boleh dilakukan sholat nafilah (shalat sunnah), dan itulah waktu shalat Ied (Idul Fitri dan Iduladha).” (Imam Ibnu Baththal, Syarah Shahih Al-Bukhari, 2/560).
Jadi acuan waktu sholat Iduladha (dari segi jam-nya, bukan dari segi tanggal berapa-nya), adalah mengikuti pergerakan matahari, bukan pergerakan bulan.
Sedangkan sebab penetapan Iduladha, yaitu Iduladha dari segi jatuh hari apa atau tanggal ke-berapa dalam kalender Masehi, acuannya adalah rukyatul hilal, yaitu terlihatnya hilal bulan Dzulhijjah pada tanggal ke-29 malam ke-30 bulan Dzulqa'dah, pada saat maghrib (tenggelamnya matahari). Rukyatul hilal ini khusus dari Penguasa Mekkah, sesuai hadits dari Husain bin Al-Harits Al-Jadali RA, dia berkata :
أنَّ أَمِيْرَ مَكَّةَ خَطَبَ ، ثُمَّ قَالَ : عَهِدَ إلَيْنَا رَسُوْلُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ أَنْ نَنْسُكَ لِلرُّؤيَةَ ، فَإِنْ لَمْ نَرَهُ ، وَشَهِدَ شَاهِدَا عَدْلٍ نَسَكْنَا بِشَهَادَتِهِمَا
"Sesungguhnya Amir (Penguasa) Mekkah berkhutbah, kemudian dia berkata,"Rasulullah SAW telah berpesan kepada kita agar kita menjalankan manasik haji berdasarkan rukyat. Lalu jika kita tidak melihat hilal, dan ada dua orang saksi yang adil yang menyaksikannya, maka kita akan menjalankan manasik haji berdasarkan kesaksian keduanya." (HR. Abu Dawud, hadis no 2340. Imam Ad-Daruquthni berkata, "Hadis ini isnadnya muttashil dan shahih." Lihat Sunan Ad-Daraquthni, 2/267. Syeikh Nashiruddin Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud (2/54) berkata, "Hadis ini shahih").
Jadi acuan penetapan Iduladha, dari segi harinya itu hari apa (bukan dari segi jam-nya) adalah rukyatul hilal (penguasa Mekkah) dan rukyatul hilal itu mengacu pada pergerakan bulan, bukan pergerakan matahari.
Rukyatul Hilal itu jika berhasil dilakukan, yaitu jika perukyat berhasil melihat hilal (bulan sabit), maka akan ditetapkan bahwa tanggal 1 Dzulhijjah sudah masuk, dan tanggal 10 Dzulhijjah-nya dihitung berdasarkan tanggal 1 Dzulhijjah tersebut.
Dengan demikian, dari segi jam, jelas jam untuk orang Indonesia lebih cepat empat jam jika dibanding orang Arab Saudi. Waktu ibadahnya orang Indonesia juga akan lebih cepat empat jam jika dibandingkan dengan waktu Arab Saudi.
Misalkan, nanti hari Sabtu tanggal 9 Juli 2022, pukul 07.00 kita di Indonesia akan melakukan shalat Iduladha. Sedangkan di Arab Saudi, pada waktu yang saat sama, orang-orang mungkin masih tidur karena di Arab Saudi baru pukul 03.00 dini hari. Jadi di Arab Saudi belum ada sebab untuk pelaksanaan Shalat Iduladha.
Di sinilah muncul pertanyaan, apakah sholat Iduladha dan penyembelihan kurban di Indonesia itu dibolehkan? Bukankah berarti kita mendahului Arab Saudi yang belum Shalat Iduladha dan belum juga menyembelih kurban?
Jawabnya, shalatnya orang Indonesia sah, demikian juga penyembelihan kurban di Indonesia. Hal ini karena di Indonesia sudah terwujud sebab untuk melakukan shalat Iduladha, yaitu sudah masuk waktu shalat untuk shalat Dhuha, bagi orang Indonesia, walaupun bagi orang Arab Saudi, pada saat yang sama belum masuk waktu shalat untuk shalat Iduladha bagi mereka.
Jadi, shalat Iduladha itu, dari segi waktu (jam berapa pelaksanaannya) acuannya adalah waktu berdasarkan pergerakan matahari, bukan pergerakan bulan. Sedangkan penentuan Iduladha, yaitu hari apa (atau tanggal ke-berapa), acuannya adalah pergerakan bulan, bukan pergerakan matahari.
Fakta tersebut, yaitu orang Indonsia mendahului Arab Saudi dalam shalat Idul Adha dan penyembelihan kurban, sesungguhnya tidak ada masalah, selama orang Indonesia dan orang Saudi melakukan shalat Iduladha pada hari yang sama, yaitu hari Sabtu tanggal 9 Juli 2022. Walaupun pelaksanaan ibadah tersebut di Indonesia dari segi jam-nya, terjadi lebih dulu dibandingkan dengan di Arab Saudi.
Dengan demikian, konsekuensi rukyatul hilal global, hanya terbatas persoalan hari (bukan persoalan jam) untuk melakukan shalat Iduladha dan penyembelihan kurban bagi Muslim Indonesia.
Dengan demikian, tidak ada masalah secara syariah, kita di Indonesia sudah mulai menyembelih kurban, sementara pada detik yang sama di Mekkah para jamaah haji belum menyembelih karena ada selisih waktu 4 jam di mana waktu Indonesia lebih cepat 4 jam. Ini karena yang menjadi sebab untuk memulai menyembelih adalah telah tibanya waktu shalat Iduladha di wilayah masing-masing, bukan setelah shalat Iduladha atau setelah penyembelihan kurban yang dilakukan oleh jamaah haji di Mekkah. Wallahu a’lam.
Jogjakarta, 30 Juni 2022
Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Ahli Fiqih Islam
0 Komentar