TintaSiyasi.com -- Islam secara tegas telah melarang korupsi. Karena korupsi adalah salah satu upaya pengambilan hak orang lain. Dalam aturan pemerintahan Islam, yakni Khilafah Islamiah terdapat larangan keras menerima harta ghulul, yaitu harta yang diperoleh para wali (gubernur), para amil (kepala daerah setingkat walikota/bupati) dan para pegawai Negara dengan cara yang tidak syar’i, baik diperoleh dari harta milik Negara maupun harta milik masyarakat. Pejabat akan memperoleh gaji/tunjangan. Selain itu harta-harta yang diperoleh karena memanfaatkan jabatan dan kekuasaanya seperti suap, korupsi maka termasuk harta ghulul atau harta yang diperoleh secara curang. (Abdul Qadim Zallum, Al amwal fi daulah Khilafah hlm. 118).
Strategi dalam menanggulangi kasus korupsi dalam Islam adalah dengan menerapkan sistem Islam secara totalitas dalam segala aspek kehidupan. Pertama, memiliki akidah yang kuat. Pondasi terkuat sistem pemerintahan Islam adalah akidah Islam. Kristalisasi akidah Islam adalah kunci suksesnya bangunan peradaban Islam. Karena akidah yang kuat, sebanyak apa pun godaan kenikmatan dunia yang datang tidak akan menggoyahkan imannya untuk mengambil harta haram.
Kedua, ada badan pengawas harta kekayaan pejabat. Dalam Islam semua harta kekayaan pejabat dilaporkan, apabila dia memiliki usaha juga melaporkannya. Sehingga, jika terjadi penggelembungan dana pada rekening dan dia tidak mampu membuktikan dari mana harta itu didapat, patut diduga harta tersebut diperoleh dari jalan haram. Oleh karena itu, dalam Islam, yang membuktikan, hartanya bebas dari korupsi bukan lembaga tertentu, tetapi dirinya sendiri.
Berbeda dengan sistem kapitalis, rekening gendut pada pejabat yang harus membuktikan bukannya mereka, tapi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Ini yang bikin susah. Seharusnya korupsi bisa diberantas dengan pembuktian terbalik yang dilakukan pejabat, tetapi demokrasi takut melakukan hal ini. Khawatir kebobrokan sistem ini ditelanjangi. Walhasil korupsi sudah diberantas dan marak terjadi.
Khalifah Umar bin Khatthab pernah membuat kebijakan, agar kekayaan para pejabatnya dihitung, sebelum dan setelah menjabat. Jika bertambah sangat banyak, tidak sesuai dengan gaji selama masa jabatannya, maka beliau tidak segan-segan untuk menyitanya. Rasulullah pernah menyita harta yang dikorupsi pegawainya. “Nabi pernah mempekejakan Ibn Atabiyyah, sebagai pengumpul zakat. Setelah selesai melaksanakan tugasnya Ibn Atabiyyah datang kepada Rasulullah seraya berkata: “Ini kuserahkan kepadamu, sedangkan harta ini adalah yang diberikan orang kepadaku…lalu Rasulullah bersabda: Seorang pegawai yang kami pekerjakan, kemudian dia datang dan berkata: “Ini kuserahkan kepadamu, sedangkan harta ini adalah yang diberikan orang kepadaku. Apakah tidak lebih baik dia duduk (saja) di rumah bapak/ibunya, kemudian dapat mengetahui apakah dia diberi hadiah atau tidak. Demi Dzat yang nyawaku ada di tanganNya, salah seorang dari kalian tidak akan mendapatkan sedikitpun dari hadiah itu, kecuali pada hari kiamat dia akan datang dengan membawa unta di lehernya…(HR. Bukhari-Muslim, Abdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan Khilafah, hlm. 119).
Ketiga, penerapan sanksi dan hukuman yang tegas. Dalam sistem khilafah, hukum Islam ditegakkan seadil-adilnya. Karena dalam Islam hukuman di dunia selain berfungsi sebagai jawabir juga sebagai jawazir. Jawabir sebagai penebus dosa dan jawazir sebagai pencegah terjadinya tindakan dosa tersebut. Sehingga penerapan syariat Islam akan membawa berkah di dunia dan akhirat. Orang akan berpikir ribuan kali jika ingin melakukan pelanggaran hukum syarak. Mereka juga akan berpikir ribuan kali jika akan mengambil harta yang bukan miliknya.
Begitulah keberkahan dan keteraturan hadir ketika sistem Islam khilafah diterapkan. Menurut Syekh Taqiyuddin An Nabhani:
الخلافة هي رئاسة عامة للمسلمين جميعاً في الدنيا لإقامة أحكام الشرع الإسلامي، وحمل الدعوة الإسلامية إلى العالم
Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum Muslimin secara keseluruhan di dunia untuk menegakkan hukum syariah Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Dengan demikian pemerintahan Khilafah dalam menjalankan roda pemerintahan Islam berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. (Taqiyuddin an Nabhani, al Syakhshiyah al Islamiyah Juz II, Beirut, Libanon: Dar al Ummah, 2003. hlm 13).[] Ika Mawarningtyas
0 Komentar