TintaSiyasi.com -- Sistem ekonomi Islam dibangun dengan atas dalil-dalil syarak yang diturunkan Allah Subhanahuwa wata'ala melalui Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wasallam. Tentunya Islam memiliki cara untuk mengatasi krisis. Karena ancaman krisis dalam sebuah negara itu tentu ada. Tetapi bedanya adalah negara kapitalisme sekuler mengundang bencana krisis itu akibat mencampakkan syariat Islam. Sehingga, mereka masuk ke lingkaran setan kapitalisme ribawi.
Berbeda dengan Islam, jika krisis mengancam negara Islam hal itu murni karena paceklik yang menimpa negaranya. Bukan karena akad-akad ribawi yang dilakukan. Karena jelas, dalam Islam haram hukumnya utang ribawi, apalagi utang tersebut diambil ke negara penjajah kafir. Sekalipun negara Islam ditimpa paceklik, negara yang menerapkan sistem Islam tidak akan melirik sedikit pun untuk mengambil utang ribawi tersebut. Karena umat Islam yang di dalam dirinya ada akidah Islam yakin, Allah Subhanahuwa wata'ala akan menolongnya dan Allah Maha Kaya.
Berbicara soal sistem ekonomi Islam tahan krisis, kuat, tidak mudah ditumbangkan, dan diintervensi asing adalah sebagai berikut. Rapuhnya fundamentalisme dari sistem kapitalisme telah menunjukkan betapa bobroknya bangunan sistem ini. Apa yang menjadi kasalahan mendasar kapitalisme tidak akan dimiliki oleh sistem Islam, karena sebagai berikut.
Pertama, sistem Islam akan mengakhiri sistem mata uang kertas yang rentan terjadi fluktuasi dan tentu akan menghapuskan dominasi dolar sebagai standart nilai dan alat pembayaran perdagangan internasional. Sistem ekonomi Islam akan menjadikan dinar dan dirham sebagai nahkoda untuk alat pembayaran. Dinar dan dirham tersebut mempunyai nilai intrinsik dan ekstrinsik yang sama. Jelas ini mampu membuat ekonomi Islam kuat dan tak terbelenggu oleh dolar. Selain itu teruji memiliki fluktuasi yang sangat kecil.
Kedua, dalam sistem ekonomi Islam tidak dibenarkan adanya riba dalam segala aktivitas ekonominya. Sehingga sektor non riil yang menjadikan uang sebagai komoditas tidak dibenarkan dan jelas ditutup segala bentuk akad yang terdapat perjudian atau riba. Segala hutang piutang termasuk kegemaran hutang oleh negara untuk pembiayaan APBN tidak akan terjadi. Dari sini maka pintu terjadinya pelemahan ekonomi akibat beban pembayaran hutang dapat dikurangi. Secara politis, pintu untuk dikuasainya kedaulatan negara oleh asing juga dapat dicegah.
Ketiga, syariat Islam akan menghapus sektor non riil seperti pasar saham yang penuh dengan spekulasi dan perjudian. Sistem ekonomi islam akan memaksimalkan usaha peningkatan laju pertumbuhan sektor riil saja.
Selain dari tiga hal tersebut, sistem ekonomi Islam sebenarnya memiliki paradigma mendasar yang bertentangan dengan sistem kapitalisme. Jika kapitalisme fokus pada peningkatan laju produksi untuk melihat terpenuhinya kebutuhan manusia atau tidak, atau dengan kata lain terpenuhinya kebutuhan secara kolektif yang terlihat dari produksi dan pendapatan nasional maka dalam sistem islam yang menjadi fokus adalah sampai atau tidaknya distribusi kebutuhan pokok manusia kepada setiap individu warga negara.
An Nabhani (2010) menyatakan bahwa yang perlu dibahas dalam sistem ekonomi adalah bagaimana memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok setiap individu, bukan bagaimana memproduksi barang-barang ekonomi. Maka fokus negara adalah tetap memastikan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pokok setiap individu, tidak perlu melihat indikator-indikator ekonomi kapitalis seperti pertumbuhan ekonomi, produksi kasar nasional dan sejenisnya yang selama ini menjadi tolak ukur keberhasilan ekonomi sebuah negara.
Dengan demikian tidak perlu negara berbusa-busa dalam menyuntikkan stimulus fiskal untuk menyelamatkan neraca keuangan negara, terlebih sudah dihapuskannya ketergantungan pada dolar, utang piutang ribawi dan investasi pasar saham pada pembahasan sebelumnya.
Sistem Islam juga mempersiapkan bangunan ketahanan yang kuat tatkala islam membagi kepemilikan dengan tiga jenis. Ada kepemilikan umum, negara, dan individu. Apa yang menjadi kepemilikan umum seperti tambang, hutan dan laut atau sejenisnyam tidak boleh dikuasai bahkan dimiliki oleh individu atau korporasi tertentu. Wilayah tersebut harus dikuasai oleh negara dan keuntungannya dikembalikan ke umat.
Inilah yang terjadi pada sistem kapitalisme yang zalim ini saat ini. Adanya kebebasan kepemilikan, telah menjadikan hak untuk umum atau negara telah dikuasai oleh segelintir orang saja. Akhirnya sumber-sumber pendapatan potensial yang harusnya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan umat hilang.
Sebagai penutup, sistem ekonomi Islam selain bebas dari riba, juga mampu mewujudkan perdagangan yang sehat. Tentunya dengan meniadakan monopoli, kartel, mafia, penipuan, dan segala akad yang bertentangan dengan Islam. Hal tersebut akan mempercepat memulihkan kondisi ekonomi jika terancam krisis.[] Ika Mawarningtyas
0 Komentar