TintaSiyasi.com -- Teror mematikan yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua terus berulang. Bahkan, kelompok yang telah resmi dikategorikan sebagai teroris oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD tahun 2021 lalu, yang dikenal dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM) telah melakukan aksi teror selama puluhan tahun yang beroperasi semenjak 1 Desember 1963. Aksi teror yang berulang itu telah menghilangkan rasa aman, harta, dan juga puluhan nyawa, baik dari warga sipil, aparat keamanan, tenaga medis, hingga pemuka agama.
Terbaru, sebanyak 10 orang warga di Kampung Nogoliat, Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga, Papua, tewas setelah diserang oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), pada Sabtu (16/7/2022) (kompas.com, 17/7/2022). Di antara 10 korban tersebut, termasuk pemuka agama, seperti ustaz hingga pendeta (DetikNews, 18/7/2022).
Kelompok teroris ini tiada henti terus melakukan terornya, seakan tak pernah hilang nyali. Terbukti berulang kali merusak fasilitas umum dan dengan brutalnya menghilangkan nyawa. Berlarut-larutnya keadaan ini seakan menunjukkan tiada ketegasan pemerintah dalam menumpas keberadaan kelompok teroris ini. Apa yang membuat negara tiada berdaya menumpas kelompok teroris?
Kedaulatan Negara Tersandera Kepentingan Korporat Dunia serta Tiada Mampu Menciptakan Kesejahteraan dan Keadilan
Berbagai macam ancaman dan kekerasan yang dilakukan kelompok teroris secara biadab ini, tidak lepas dari upaya mereka untuk melepaskan Papua dari wilayah Indonesia. Mereka terus menciptakan teror, karena merasa adanya diskriminasi, ketidakadilan, dan jauhnya dari kesejahteraan yang mereka idamkan.
Sejak Papua resmi masuk Indonesia dan meskipun setelah referendum Papua diakui lembaga internasional, namun kenyataannya Papua belum sepenuhnya dalam genggaman Indonesia. Adanya kelompok teroris yang terus merongrong dan menciptakan teror di masyarakat, khususnya warga di Papua tak juga mampu ditumpas hingga padam. Persoalan ini tak pernah tuntas terselesaikan dan terus menjadi masalah utama yang mengancam nyawa baik warga sipil, petugas pelayanan publik, aparat keamanan, hingga pemuka agama.
Persoalan yang menjadi pemicu ketidakberdayaan pemerintah dalam menumpas kelompok teroris di Papua, di antaranya:
Pertama, kedaulatan negara tersandera kepentingan korporat dunia. Ketidakberdaulatannya negara ini telah menghilangkan wibawa pemerintah di kancah internasional. Akibat rongrongan berbagai korporat dunia, negara belum mampu mandiri dan lepas dari intervensi internasional dalam membuat kebijakan terkait ini. Kekayaan alam Papua yang berlimpah telah menarik negara-negara asing berebut Papua. Sistem kapitalistik menciptakan negara-negara imperialis menghalalkan segala cara untuk mengeruk kekayaan alam negara lain berbalut kerjasama, melalui jalan investasi.
Ada Amerika dengan freeportnya yang telah menguasai tambang emas Papua lebih dari satu dekade. Ada Korea Selatan melalui perusahaan besar PT Korindo Group, menguasai hutan Papua yang kemudian dijadikan perkebunan sawit. Bahkan telah terjadi tragedi kebakaran hutan yang sangat besar, namun sepi pemberitaan. Dilansir dari bbc.com, Kamis (12/11/2020), sebuah investigasi visual yang dirilis pada Kamis (12/11) menunjukkan perusahaan raksasa asal Korea Selatan diduga "secara sengaja" menggunakan api untuk membuka lahan Papua demi memperluas lahan sawit. Bahkan, dalam pelepasan hutan adat ini, warga lokal hanya mendapat ganti rugi seratus ribu rupiah per hektarenya.
Memang nyata, kedaulatan negara tersandera kepentingan para korporat dunia di Papua. Terbukti, ULMWP yaitu lembaga yang pernah melakukan deklarasi, secara legal telah diakui oleh 40 negara. Lembaga ini banyak mendapat dukungan penuh berbagai negara besar dengan kepentingannya masing-masing. Rongrongan negara-negara asing dengan berbagai kepentingannya, menjadi pendukung dibalik disintegrasi Papua. Sedangkan Indonesia tak berdaya di hadapan kancah dunia, untuk berdiri kokoh melindungi wilayahnya.
Kedua, gagal memenuhi kesejahteraan masyarakat. Tidak terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat Papua dengan baik, tidak adanya pendidikan dan kesehatan yang layak adalah salah satu pemicu utamanya. Bahkan pembangunan berbagai macam infrastruktur tak dapat menjamin kesejahteraan mereka. Seharusnya pemerintah menyadari betul, bahwa pemenuhan kesejahteraan tidak bertumpu pada pembangunan berbagai macam infrastruktur-infrastruktur. Rakyat lebih butuh terpenuhinya kebutuhan dasar mereka, sandang pangan, dan papan, mereka ingin hidup layak, terpenuhi pendidikan dan kesehatan mereka.
Ketiga, adanya ketidakadilan. Berbagai macam konflik telah menimpa masyarakat Papua. Mulai dari tragedi berdarah yang menghilangkan banyak nyawa yang belum tuntas dan masih menghantui warga Papua. Dan ini juga menjadi salah satu penyebab inginnya masyarakat Papua memisahkan diri dari Indonesia. Konflik berdarah di Papua terus terjadi dari tahun ke tahun, tragedi terbesar yang pada akhirnya ditetapkan sebagai bencana nasional adalah konflik di Nduga yang menewaskan 182 orang. Bahkan, warga Nduga yang mengungsi ada yang menolak bantuan pemerintah.
Belum lagi persoalan diskriminasi yang masih sering diterima masyarakat Papua. Bahkan, persoalan diskriminasi ini tiada henti terus dihembuskan oleh media internasional. Isu rasisme menjadi isu yang paling sering dimainkan untuk menyulut tuntutan disintegrasi. Inilah kebusukan korporat dunia dalam menebar propagandanya terhadap masyarakat Papua.
Ketidakmampuan negara memberikan kesejahteraan dan keadilan telah menciptakan kekecewaan masyarakat Papua, dan memudahkan korporat dunia menyulut api disintegrasi. Apalagi, akibat kedaulatan negara yang tersandera kepentingan korporat dunia, tak mampu memadamkan ancaman kelompok teroris ini. Menjadikan negara tidak mampu memberikan perlindungan bagi warga negaranya dari rongrongan kelompok teroris. Negara tiada berdaya dalam menumpas kelompok teroris, menyebabkan masyarakat Papua mengalami penyerangan yang terus berulang.
Dampak Ketidakberdayaan Negara dalam Menumpas Kelompok Teroris
Aksi teror KKB yang terus berulang memang menjadi bukti tak terbantahkan, bahwa negara tiada berdaya dalam menumpas kelompok teroris. Dampak nyata dari ketidakberdayaan negara bagi masyarakat Papua, di antaranya:
Pertama, negara gagal memberi rasa aman. Memberikan rasa aman bagi setiap rakyatnya adalah tanggung jawab negara. Namun, akibat kelompok teroris yang terus melakukan aksi terornya terhadap masyarakat Papua telah menciptakan ketakutan, trauma, dan hilangnya rasa aman. Kelompok teroris telah benar-benar mengancam keselamatan masyarakat, dalam aksi terornya mereka tanpa ragu menghilangkan nyawa secara brutal.
Kedua, semakin menyebarkan teror dan mengganggu aktivitas-aktivitas vital masyarakat. Rasa ketakutan sewaktu-waktu akan mendapatkan ancaman dari kelompok teroris akan menghambat aktivitas warga. Karena warga telah kehilangan rasa percayanya akan mendapat perlindungan dan keamanan dari negara.
Ketiga, menguatkan adanya ketidakberdaulatan negara. Lemahnya negara dalam menumpas kelompok teroris, telah menunjukkan di mata dunia ketidakmampuan pertahanan negara menjaga keutuhan wilayahnya. Ini akan dipandang kecil dan sebelah mata oleh dunia. Indonesia kehilangan wibawanya.
Keempat, korporat dunia semakin gencar melancarkan propagandanya. Ketiadaberdayaan negara dalam menumpas kelompok teroris sudah barang tentu membuat korporat dunia akan terus melancarkan propaganda disintegrasi kepada masyarakat Papua tanpa rasa takut.
Sudah seharusnya negara mengerahkan kekuatan untuk menumpas mereka hingga ke akarnya. Menutup pintu terbukanya kembali peluang munculnya kelompok-kelompok teroris lainnya. Sehingga negara mampu menjalankan fungsinya sebagai pelindung warga negaranya.
Strategi Islam dalam Menumpas Kelompok Teroris
Sesungguhnya pintu disintegrasi memiliki peluang besar terbuka lebar di dalam sistem kapitalisme saat ini. Kemandulan sistem ini dalam memberikan jaminan kesejahteraan yang merata akibat sistem ekonomi yang timpang, berbagai macam ketidakadilan yang dihadapi masyarakat Papua, serta ketidakmampuan negara berdaulat di hadapan kancah perpolitikan dunia, ini semua adalah peluang besar penyebab munculnya kelompok teroris yang menginginkan berlepas diri dari negara yang mereka anggap tidak mampu memenuhi tuntutan mereka.
Ditambah lagi adanya rongrongan asing melalui berbagai media untuk menciptakan provokasi publik, menambah luka dan rasa kecewa publik terhadap pemerintah, akan kenyataan ketidakmampuan negaranya memenuhi tuntutan mereka. Terlebih lagi, kenyataan akan kekayaan alam yang berlimpah di wilayah mereka, tak berbanding dengan kesejahteraan yang mereka peroleh.
Tidak ada pilihan lain, untuk menutup pintu munculnya kelompok-kelompok yang mengancam disintegrasi ini, negara harus mampu menjalankan fungsinya, meriayah urusan umat. Yang dapat dilakukan pemerintah di antaranya:
Pertama, memenuhi kebutuhan dasar masyarakat Papua, sandang, pangan, papan, termasuk juga kesehatan dan pendidikan. Ketika adanya tambang emas terbesar berada di Papua, minyak bumi, dan kekayaan alam lainnya, tapi masyarakat tidak merasakan sejahtera. Kemudian muncul suara-suara internasional yang menyuarakan kemerdekaan (freedom), maka sangat besar kemungkinan akan tersulut. Apalagi, isu rasialisme tiada henti digaungkan media-media yang membawa misi para korporat dunia.
Kedua, memberlakukan hukum yang adil dan menuntaskan segala konflik yang terjadi di Papua. Persoalan keadilan ini bukan hanya PR besar di tanah Papua, namun juga di seluruh Indonesia. Keadilan seakan sudah menjadi hal langka dalam sistem demokrasi-kapitalisme saat ini.
Ketiga, negara harus memiliki wibawa di hadapan dunia. Ini berarti negara harus berdaulat, harus mandiri dari segala macam bentuk intervensi asing.
Mampukah sistem demokrasi kapitalisme saat ini menjadikan negara menjalankan fungsinya sebagaimana seharusnya? Jauh panggang dari api. Kenyataannya sistem hari ini, telah membangun peradabannya dengan menindas rakyat kecil dan menjadikan para kapitalis semakin serakah. Penguasa dalam sistem ini pun, seakan hanya sebagai fasilitator penyedia karpet merah bagi kaum oligarki memuluskan kepentingannya.
Tak ada jalan lain, jika Indonesia ingin terbebas dari kelompok teroris yang terus merongrong disintegrasi dan menciptakan teror di tengah masyarakat, strategi yang dapat diambil adalah dengan mencampakkan sistem demokrasi kapitalisme, dan menggantinya dengan sistem yang mampu menjalankan fungsi sebuah negara, meriayah urusan umat.
Sistem Islam dengan penerapan syariat Islam secara kaffah, adalah jawabannya. Telah terbukti selama berabad-abad lamanya mampu memimpin dunia. Disegani di kancah internasional, ditakuti akan kewibawaan dan ketegasannya serta keadilan hukumnya, dicintai karena kesejahteraan yang diciptakannya merata baik bagi Muslim ataupun non-Muslim. []
#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst
Oleh: Dewi Srimurtiningsih
Dosol Uniol 4.0 Diponorogo
0 Komentar