Aksiologi Ilmu

TintaSiyasi.com -- Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Jadi yang ingin dicapai oleh aksiologi adalah hakikat dan manfaat yang terdapat dalam suatu pengetahuan. Apa tujuan seseorang menuntut ilmu atau memiliki ilmu adalah inti dari aksiologi ilmu. 

Aksiologi berasal dari kata Yunani: axion (nilai) dan logos (teori), yang berarti teori tentang nilai. Pertanyaan di wilayah ini menyangkut, antara lain: Untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral?

Pertanyaan lain seputar aksiologi ilmu adalah: Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral dan professional? (filsafat etika). Dalam aksiologi, ada dua komponen mendasar, yakni etika (moralitas) dan estetika (keindahan).

Secara umum, banyak tujuan seseorang dalam menuntut ilmu, baik formal maupun tidak formal, baik di dalam negeri hingga ke luar negeri, baik beasiswa maupun yang berbiaya sendiri.  Ilmu memang seperangkat paradigma dan konsepsi bisa memiliki  banyak dimensi dari sisi kegunaan atau manfaat, bisa manfaat yang buruk maupun sebaliknya. Ilmu bisa dipakai untuk memberikan manfaat, namun bisa juga sebagai alat untuk menipu. 

Sedangkan aksiologi Islam, memandang bahwa ilmu itu berasal dari Allah SWT, Tuhan Sang Maha Pencipta (penentu nilai). Karena nilai kebaikan dan keburukan itu sejatinya telah ditetapkan oleh Allah, maka hanya kepada Allah-lah seorang Muslim mengembalikan segala tujuan hidupnya, termasuk dalam menuntut ilmu. 

Allah berfirman : Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam (QS Al An’am : 162).

Dalam kitab Bidayah Al-Hidayah karya Imam Al-Ghazali, beliau mengklasifikasi penuntut ilmu menjadi tiga kategori, yaitu:

Pertama, orang mencari ilmu dengan niat untuk bekal akhirat, hanya untuk memperoleh ridha Allah SWT dan untuk mencari kebahagiaan di akhirat. Orang yang mencari ilmu dengan niat demikian termasuk orang-orang yang beruntung. Ibarat lampu lalu lintas, kategori pertama ini adalah lampu hijau, selamat dalam perjalanan menuju kemuliaan. 

Kedua, orang mencari ilmu dengan niat untuk mempermudah urusan dunia. Penuntut ilmu kategori ketika ini ibarat lampu lalu lintas masuk dalam sebagai lampu kuning, yakni waspada. Sebab penuntut ilmu ini bisa saja terjebak dalam keburukan dan bisa saja dalam kebaikan. 

Sebagai contoh kategori kedua ini semisal mencari ilmu untuk mendapatkan pekerjaan, kedudukan dan mempermudah urusan dunia lainnya. Jika terbersit kejelekan niat dalam hatinya, maka sesungguhnya dia dalam keadaan waspada dan harus berhati-hati. Lampu kuning itu berada di antara lampu hijau dan merah. 

Kategori ketiga adalah orang yang menuntut ilmu dengan tujuan untuk menumpuk-numpuk harta, mengejar kebanggaan, mencari popularitas semata dan bahkan untuk berlomba mendapatkan pengikut yang banyak. Kategori ini juga adalah penuntut ilmu yang bertujuan untuk memperoleh pangkat, kedudukan dan pengaruh di dunia semata, tanpa memikirkan tujuan akhirat. 

Kategori ketiga ini tidak melibatkan Allah dalam hidupnya, semata hanya untuk tujuan duniawi.Ibarat lampu lalu lintas, golongan ini berwarna merah, artinya golongan orang-orang yang terjerumus dan celaka. 

Rasulullah bersabda : Barang siapa yang menuntut ilmu yang semestinya untuk mencari ridha Allah, tetapi ia menuntutnya untuk mencari keuntungan duniawi, maka dia kelak tidak akan dapat mencium bau nikmat surga. []


Oleh: Ahmad Sastra
Dosen Filsafat

Posting Komentar

0 Komentar