TintaSiyasi.com -- Melihat polah Israel makin hari makin menunjukkan kesombongannya. Penyerangan yang dilakukan terhadap warga Palestina sudah tidak berperikemanusiaan. Tetapi, anehnya dunia seolah mati rasa, tidak ada satu pun penguasa yang punya nurani dan menghentikan kebrutalan Israel. Betapa tidak, Ahad (7/8/2022) Israel kembali melakukan penyerangan kepada warga Palestina. Dikutip dari Suara.com (9/8/2022), ketegangan itu dimulai setelah pasukan Israel menangkap Bassam al-Saadi, komandan Jihad Islam di Tepi Barat, pada Senin dalam serangan di kota Jenin. Dalam serangan ini, seorang remaja Palestina tewas.
Kemudian pasukan Israel pada Jumat mengebom gedung apartemen di pusat Kota Gaza sampai menewaskan Tayssir al-Jabari, komandan utara Jihad Islam. Setidaknya ada sembilan lainnya yang tewas, termasuk seorang gadis berusia lima tahun dan seorang wanita berusia 23 tahun. Israel juga melumpuhkan pembangkit listrik yang ada di sana.
Dikonfirmasi dari Suara.com, agresi pasukan Israel ke Gaza kian membabibuta sejak Jumat (5/8/2022) lalu. Puluhan orang meninggal dan ratusan lainnya luka-luka akibat serangan tersebut. Israel melakukan serangan yang diklaim sebagai "pre-emptive" ke Gaza untuk mengantisipasi serangan dari kelompok Jihad Islam Palestina setelah salah satu pimpinannya, Bassam Al-Saadi, ditangkap Israel dalam sebuah razia di Tepi Barat. Serangan ditujukan ke sebuah apartemen di Gaza, tempat tinggal pimpinan Jihad Islam yang lain, Tayseer Al-Jabari. Bahkan, pasukan Israel juga tak gencar untuk menyerbu kompleks Masjid Al-Aqsa hingga menuai kutukan keras dari negara-negara Muslim.
Sebenarnya negeri-negeri Muslim tak bisa hanya mengutuk tindakan biadab Israel, tetapi harus ada persatuan kaum Muslim di seluruh dunia untuk menghentikan kesombongan Israel dengan tindakan. Satu-satunya cara menghentikan kebiadaban Israel adalah dengan militer. Jika militer Palestina tidak mampu, menjadi tanggung jawab seluruh negeri-negeri Muslim untuk membantu menyetop penjajahan Israel.
Namun, kondisi kaum Muslim tersekat oleh nasionalisme. Dengan dalih nasionalisme, seolah-olah telah menjadi pembenaran dan pemakluman jika negeri-negeri Muslim hanya mengecam dan tak ada yang berani membantu militer Palestina. Kaum Muslim harus sadar bahwa isu Palestina bukan hanya sekadar isu kemanusiaan, tetapi adalah isu Islam. Dengan terulangnya kebrutalan Israel, maka cara satu-satunya bagi umat untuk memandang Palestina adalah melalui perspektif Islam.
Dalam pandangan Islam, walau beda suku, bangsa, dan wilayah, ketika kehormatan umat Islam dinodai, haknya diambil, dizalimi, bahkan ada yang sampai dibantai, wajib umat Islam untuk membantu menyelamatkan kehormatan dan jiwanya. Tak boleh sekat nasionalisme jadi batu sandungan untuk menolong saudara sesama Muslim. Karena umat Islam itu laksana satu tubuh. Jika ada yang terluka, seluruh umat Islam di dunia merasakan luka yang sama.
Jangan sampai umat menganggap hanya dengan mengecam selesai. Padahal tidak boleh membiarkan kebiadaban Israel dibiarkan. Karena masalah Palestina bukan hanya soal masalah Palestina, tetapi ini adalah masalah seluruh umat Islam sedunia. Nasionalisme yang berbasiskan ashabiyah adalah ide jahat untuk memecah belah dan menghancurkan Islam. Kaum Muslim tentu rindu melihat tanah Palestina dibebaskan dari pemerintahan tiran Israel oleh kepemimpinan Islam, yakni Khilafah Islamiah.
Agar hal tersebut bisa terlaksana, umat memang membutuhkan seorang khalifah pemimpin seluruh kaum Muslim. Sebab Rasulullah SAW telah bersabda, "Imam (khalifah) adalah perisai, di belakangnya kaum Muslim berperang dan berlindung."
(HR. Muslim)
Di sinilah pentingnya umat ini untuk serius dan sungguh-sungguh untuk memperjuangkan kembalinya Khilafah ala minhajin nubuwwah. Hanya dengan khilafahlah Palestina bisa dibebaskan dan dimerdekakan secara nyata. Karena itu, sungguh penting bagi kita merenungkan kembali pernyataan bernas dari Syekh Ahmad Yasin sang "Amir Syuhada" dalam salah satu kutipan khutbahnya, "Umat ini tidak akan pernah memiliki kemuliaan dan meraih kemenangan, kecuali dengan Islam. Tanpa Islam, tidak pernah ada kemenangan. Kita selamanya akan selalu berada dalam kemunduran sampai ada sekelompok orang dari umat ini yang siap menerima oanji kepemimpinan yang berpegang teguh dengan Islam, baik secara aturan, perilaku, pergerakan, pengetahuan, maupun jihad. Inilah satu-satunya jalan pilihlah oleh Anda, 'Allah atau binasa'."
Seluruh komponen bangsa ini sejatinya peduli dengan krisis Palestina. Jika tidak, maka kita sesungguhnya telah 'berkhianat' kepada bangsa Palestina saudara sesama Muslim, kepada Umar bin Al Khattab ra. yang telah membebaskan tanah Palestina untuk pertama kalinya, kepada Sultan Abdul Hamid II dan para khalifah yang beratus-ratus tahun mempertahankan bumi Palestina, kepada Syaikh Ahmad Yasin dan para syuhada yang telah mempersembahkan darah dan nyawanya demi pembebasan Palestina. Bahkan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya yang telah menetapkan Palestina sebagai tanah wakaf milik kaum Muslim. Karena itu, di bulan Muharam ini semestinya kita mengakhiri pengkhianatan tersebut dengan makin bersungguh-sungguh mewujudkan kemuliaan umat dan persatuan hakiki di bawah naungan Islam.[]
Oleh: Nabila Zidane (Analis Mutiara Umat Institute) dan Ika Mawarningtyas (Direktur Mutiara Umat Institute)
0 Komentar