TintaSiyasi.com -- Filolog Salman Iskandar menjelaskan bahwa sebelum era kemerdekaan, hubungan Palestina dengan Indonesia telah terjalin sekian lama, yaitu dengan adanya Islamisasi Jawa Dwipa sejak permulaan abad ke-15 Miladiyah.
“Sebelum era
kemerdekaan, hubungan Palestina dengan Indonesia telah terjalin sekian lama,
yaitu dengan adanya Islamisasi Jawa Dwipa sejak permulaan abad ke-15 Miladiyah.
Kedua bangsa Muslim ini semakin harmonis,” jelasnya Salman dalam siaran
langsung di YouTube Khilafah Channel Reborn bertema The Short History of Palestine
Indonesia Relationship pada Kamis
(11/08/2022).
Salman
menerangkan, awal Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-7 Masehi melalui jalur
maritim dan terjadi Islamisasi di Nanggroe Aceh Darussalam, kemudian berlanjut perkembangan Islamisasi yang ada di Nusantara dalam
bentuk kesultanan-kesultanan Islam.
“Sampai
membentuk instruksi politik Islam, di antaranya adalah kerajaan Jeumpa pada
tahun 770 yang kemudian diinisiasi oleh Abdullah Al-Hind dan diteruskan oleh
menantunya yaitu Salman Syahriansyah. Kekuasaan itu berlangsung sampai tahun
840,” lanjutnya.
Kemudian
dilanjutkan oleh Peurlak, salah satu di antara anak keturunan Bani Hasyim dan
Bani Abdul Muthalib, Salman menyebutkan Sayyid Abdul Aziz Shah, membentuk
kekuatan yang ada di wilayah Lhokseumawe (Peurlak) semenjak tahun 840 dan
disublimasi dengan keberadaan dari Kesultanan Samudera Pasai pada tahun 1267
dengan Sultan Malikul Shalih.
“Kekuasaan
Samudera Pasai merupakan kekuasaan Islam yang paling megah yang pernah ada di
Kepulauan Sumatera, bahkan pengaruhnya sampai ke wilayah Semenanjung Pamalayu
atau Malaysia, Patani di Muangthai Selatan, dan sampai di perbatasan Jawa
Dwipa,” terangnya.
Pada tahun
1404-1408, Salman mengatakan para duta dakwah mulai berdatangan ke Pulau Jawa.
“Dua di antaranya berasal dari Baitul Maqdis dengan memulai dakwahnya di Tatar
Sunda. Mereka juga ke daerah Demak, Kudus, dan lain-lain,” tuturnya.
Era Kemerdekaan
Sosok sejarawan
tersebut mengungkapkan bahwa Palestina termasuk negari Muslim pertama yang
mengakui kemerdekaan Indonesia.
“Dalam
catatan sejarah nasional, kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamasikan
tanggal 17 Agustus t1945, bahwasanya negeri-negeri pertama yang mengakui
kemerdekaan bangsa Indonesia lepas dari kolonialisme adalah Muslimin dari
Jazirah Arabia, baik itu dari Palestina, Mesir, Yordania, Saudi, Yaman, dan
lain sebagainya,” ungkap Salman.
Salman
mengisahkan, di era revolusi kemerdekaan sekira bulan September 1944, bala
tentara Dai Nippon yang sudah mulai terdesak dalam Perang Pasifik oleh pasukan
Amerika meminta bantuan dan dukungan dari masyarakat negeri-negeri yang
diduduki oleh bala tentara Nippon.
“Kekaisaran
Jepang yang ada di Tokyo yaitu pemerintahan junta militer Nippon dengan Perdana
Menterinya Jenderal Kuniaki Koiso memberikan janji kelak di kemudian hari
(kemerdekaan),” ujarnya.
Sekitar satu
hari berikutnya, ia mengatakan bahwa janji kelak di kemudian hari itu sampai ke
seluruh dunia Islam. “Maka salah seorang di antara Imam Masjidil Aqsa, Baitul
Maqdis, Palestina di Yerusalem yaitu sosok yang dikenal sebagai Imam Muhammad
Amin Al Husaini begitu mendengar kabar bahwa Muslim di ujung timur dunia yaitu
nusantara Indonesia akan menyongsong kemerdekaannya, ia pun kepada rakyat
Muslim dunia untuk ikut mendukung kemerdekaan bangsa Muslim Nusantara
Indonesia,” bebernya.
“Kemudian
juga didukung sosok aghniya (kaya) Muhammad Tohir Aldi yang dengan
kekayaannya berderma untuk mendukung para pejuang untuk menyuarakan terkait
upaya merebut dan meraih kemerdekaan di Nusantara Indonesia,” terangnya.
Salman
mengungkapkan bahwa sosok Muhammad Tohir Aldi pun dikenal sebagai sosok
jurnalis dan pemilik koran dan media massa di Palestina dan wilayah Syam di
Timur Tengah.
“Melalui
keterampilan jurnalisnya, Muhammad Tohir Aldi itu menyuarakan dukungan bangsa
Arab khususnya Muslimin Palestina terhadap kemerdekaan bangsa Indonesia,”
jelasnya.
Efek
langsung atau imbas dari fatwa Imam Muhammad Amin Al Husaini dan publikasi oleh
Muhammad Tohir Aldi tersebut, dikatan Salman membuat Muslimin Palestina dan
Muslimin Arabia pada umumnya itu mendukung Indonesia dalam upaya untuk merebut
kemerdekaannya.
“Itu bukti
hubungan dan jalinan harmonisasi di antara dua negeri Muslim, baik yang ada di
negeri ini dengan Muslimin yang ada di Timur Tengah, khususnya yang ada di
Baitul Maqdis Palestina,” tandasnya.
Edukasi
Salman yang
juga seorang sejarawan menghimbau agar dilakukan edukasi kepada masyarakat, sehingga memahami
hubungan antar negeri-negeri Muslim. “Bagaimana kita
menyampaikan informasi yang sahih berkenaan dengan apa yang terjadi di negeri
kita dan negeri-negeri Muslim yang lain,” anjurnya.
“Saat ini dunia Islam tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja. Negeri Muslim itu telah
terpecah belah sedemikian rupa yang pada awalnya satu itu menjadi sekian banyak,” sebutnya.
Negeri-negeri Muslim yang terpecah belah, menurutnya tidak begitu sulit untuk menunjukkan soliditasnya ataupun
persatuannya, karena
Allah memerintahkan hal tersebut.
Ia menukil
potongan surah Ali Imran ayat 103,
وَاعْتَصِمُوا
بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا
Dan berpeganglah kamu semuanya
kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.
“Hendaknya kita semuanya bersatu padu dalam tali
agama Allah, itu dalam aqidah Islam. Janganlah kita terpecah belah dan harus
bersatu. Allah subhanahu wa taala memerintahkan untuk mengatur dalam satu naungan, kepemimpinan, junnah (perisai), dan perlindungan,” paparnya.
Dulu ketika ada seruan untuk Islamisasi Pulau Jawa, itu disambut di
dunia Islam. Ternyata bukan hanya Muslimin dari Samudra Pasai saja sebagai
inisiator awal, tetapi kemudian disambut oleh Sultan Marinia, Sultan Utsmani, bahkan oleh para alim
ulama dari Timur Tengah.
“Mereka berangkat dari kota pelabuhan satu ke kota pelabuhan yang lain.
Bahkan dikisahkan sosok yang dikenal sebagai Maulana Hasanuddin dari Palestina
tiba di perairan Kota Pelabuhan Karawang dan Kota Pelabuhan Muara Jati Cirebon,
itu ikut menumpang kapal misi persahabatannya Laksamana Cheng Hoo,” ungkapnya,
Salman memungkasi penjelasannya, “Ketika ada kampanye Islamisasi di Pulau
Jawa, satu sama lain saling mendukung dan menolong. Kenapa? Karena ada bentuk
ukhuwah islamiah yang dipahami secara begitu baik itu oleh
kaum Muslim.”[] Rere
0 Komentar