TintaSiyasi.com -- Apakah Anda menilai kasus Sambo memiliki kesamaan dengan tragedi KM-50? Sebagaimana pandangan anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Aboe Bakar al-Habsy dalam rapat Komisi III DPR dengan Kapolri terkait kasus pembunuhan Brigadir J (24/8/2022). Ia melihat kasus tersebut memiliki kesamaan dengan insiden penembakan oleh aparat kepolisian di KM-50 Tol Jakarta-Cikampek yang menewaskan enam laskar Front Pembela Islam (eF-Pe-I) pada Desember 2020.
Aboe menyayangkan, kasus KM-50 justru tak banyak mendapat perhatian, terutama dari Presiden Jokowi. Senada, anggota Komisi III Fraksi Gerindra, Romo Muhammad Syafi'i menyarankan, insiden KM-50 mestinya bisa lebih mendapat atensi ketimbang kasus Brigadir J (CNNIndonesia.com, 24/8/2022).
Merespons demikian, Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan siap membuka kembali proses penyidikan kasus KM-50. Pengusutan itu akan dilakukan jika muncul novum atau fakta baru yang diajukan dalam kasus itu (republika.co.id, 25/8/2022).
Benarkah Kapolri serius siap membuka kembali tragedi KM-50? Jika iya, semestinya Kapolri bukan hanya menyatakan 'apabila ada novum baru', tetapi 'kami akan mencari dan mengumpulkan bukti-bukti baru' untuk mengungkap kasus KM-50. Tidak ada alasan rasional untuk tidak membuka seterang-terangnya tabir yang menyelubungi pembunuhan sadis enam laskar eF-Pe-I.
Terlebih tercium aroma sandiwara di balik proses peradilannya. Diduga ada upaya menutup-nutupi kasus KM-50 seperti tak adanya penjelasan polisi terkait bukti CCTV yang hilang hingga tempat lokasi kejadian yang kini telah dihilangkan. Sementara hilangnya sejumlah alat bukti merupakan sesuatu yang bertentangan dengan tata cara penanganan kasus di tubuh kepolisian.
Maka penting bagi masyarakat untuk mendesak presiden agar segera menginstruksikan Kapolri membuka kembali atau menuntaskan pengusutan kasus KM-50. Jangan biarkan misteri penegakan hukum dalam KM-50 terus menghantui perjalanan panjang bangsa ini. Umat Islam menilai, kepolisian dan rezim Jokowi masih berutang nyawa atas enam warga negara, aktivis Islam. Tegakkan kebenaran dan keadilan karena itu wajib hukumnya.
Persamaan Kasus Sambo dengan KM-50 sehingga Berpotensi Membuka Kembali Penyelesaian Tragedi KM-50
Dalam istilah politik, kotak pandora sering digunakan. Hal ini sering diartikan sebagai membuka atau terbukanya aib yang telah disembunyikan secara rapi ke muka publik.
Misteri tragedi KM-50 wajib terkuak demi tegaknya keadilan dan kebenaran. Kasus KM-50 adalah kejahatan kemanusiaan (crime against humanity). Terbongkarnya kejahatan Duren Tiga yang disebut berbagai pihak berskema mirip KM-50, mendasari kuatnya dorongan untuk membuka dan membongkar kembali kasus KM-50 yang saat itu ditangani dengan penuh rekayasa dan dalam 'peradilan sesat.'
KM-50 wajib diusut kembali apalagi dengan terbongkarnya kerja dari Satgassus Polri yang dikomandani Irjen Ferdy Sambo. Beberapa personal yang ditahan dalam kasus Duren Tiga seperti Brigjen Hendra Kurniawan dan AKBP Handik Zusen ternyata berada juga di “ruang” KM-50.
Praktisi Hukum Senior, Dr. Alamsyah Hanafiah, S.H., M.H. pun menilai adanya kesamaan antara kasus Brigadir J dan kasus KM-50. Meskipun dua peristiwa tersebut terjadi di tempat dan waktu berbeda, namun ada kesamaan modus operandi di dalamnya. Berikut kesamaan kasus Brigadir J dan kasus KM-50:
1. Menggunakan senjata api
Kasus Brigadir J dan kasus KM-50 sama-sama menggunakan senjata api.
2. Pelakunya polisi
Dalam kasus Brigadir J dan kasus KM 50, pelaku penembakan sama-sama polisi.
3. Bukti
Awalnya ada upaya menghilangkan bukti dalam kasus Brigadir J. Salah satu bukti paling vital yang berusaha dihilangkan adalah CCTV di TKP. Sedangkan untuk kasus KM 50, bukti saksi yang mereka miliki hanyalah saksi sesama pembunuh, sehingga sama sekali tidak memiliki kredibilitas.
Mengenai barang bukti, juga tidak kredibel karena tidak diperoleh secara sah, tidak ada proses penyitaan, dan tidak ada identifikasi, sidik jari. Sehingga keterangan ahli tidak mungkin bisa memberikan kepastian bahwa para pengawal H43RS pernah menguasai dan mempergunakan senjata api. Bukti dari keterangan terdakwa juga tidak mungkin diperoleh karena semua pengawal H43RS sudah tewas sehingga tidak bisa dijadikan terdakwa.
4. Istilah tembak-menembak
Sama-sama berangkat dari kronologi tembak menembak. Awalnya kasus Brigadir J dikatakan ada peristiwa tembak-menembak antarsesama polisi yang akhirnya menewaskan salah satu anggota polisi yang terlibat dalam aksi tersebut.
Untuk KM 50 juga sama, awalnya dikatakan ada peristiwa tembak-menembak sehingga ada pihak yang tewas, dan pelaku akhirnya tidak dijerat secara pidana dengan alasan membela diri. Sama halnya dengan Bharada E, ia merupakan pelaku penembakan, tetapi pada awal kasus justru dilindungi dengan alasan dirinya hanya membela diri dalam aksi saling tembak itu.
Setelah proses pemeriksaan panjang, terungkap bahwa tembak-menembak dalam kasus Brigadir J adalah rekayasa. Diduga, tembak-menembak dalam kasus KM-50 juga rekayasa.
5. Tempat kejadian perkara (TKP)
Setelah kejadian, TKP pada kasus Brigadir J maupun KM-50, tidak dipasang police line oleh pihak kepolisian. Diduga, kedua kasus ini akan dibekukan sejak awal, tidak ada niat polisi untuk membuka kasus secara terang-benderang. Kasus dibuka nanti setelah publik ramai dan police line baru dipasang di TKP setelah beberapa hari kedepan.
6. Rekonstruksi
Kedua kasus ini pada awalnya tidak dilakukan rekonstruksi. Rekonstruksi dalam kasus Brigadir J maupun KM-50 baru dilaksanakan setelah beberapa hari kemudian. Tak hanya itu, rekonstruksi dalam kedua kasus tersebut juga tidak diekspose ke publik. Diduga, sejak awal kedua kasus ini tidak ada niat untuk diungkap secara terang.
Salah satu contoh dalam kasus Brigadir J adalah tidak diamankannya TKP oleh Kapolres Jakarta Selatan saat itu. Padahal TKP pembunuhan wajib dilindungi demi pemeriksaan labfor seperti bukti sidik jari dan lain sebagainya, kemudian harus direkonstruksi.
7. Pelanggaran HAM
Kasus Brigadir J dan KM 50 sama-sama memenuhi unsur pelanggaran HAM karena menghilangkan nyawa orang.
8. Mobil Land Cruiser hitam
Setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus Brigadir J, semua yang berhubungan dengan mantan Kadiv Propam Polri ini ikut disorot publik. Tak hanya kehidupan pribadi, keluarga termasuk para ajudan dan kekayaan. Salah satu yang menjadi sorotan adalah mobil Land Cruiser hitam milik Ferdy Sambo.
Dengan adanya kasus Brigadir J, publik kembali mengusik peran mobil Land Cruiser hitam, pasalnya salah satu ajudan Ferdy Sambo aktif berpose di depan mobil tersebut. Publik menilai, jika selama ini mobil tersebut disembunyikan dirumah Ferdy Sambo, salah satu mobil yang diduga menjadi saksi kasus KM-50.
Oleh karena itu, dengan adanya modus operandi sama antara kasus Brigadir J dan kasus KM-50, sepatutnya kasus KM-50 kembali dibuka seperti yang diharapkan berbagai kalangan umat Islam. Agar kasus terang-benderang, spekulasi publik bisa diberhentikan, dan hukum bisa ditegakkan.
Strategi Membuka Kembali Penyelesaian Kasus KM-50 untuk Menegakkan Hukum yang Berkeadilan
Merujuk pada pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat gelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR RI bersama Kapolri (24/8), ia menjanjikan akan membuka kembali proses penyidikan kasus KM-50 jika muncul novum atau fakta baru yang diajukan dalam kasus tersebut.
Advokat dan Ketua Koalisi Persaudaraan dan Advokasi Umat (KPAU), Ahmad Khozinudin, S.H. membenarkan novum yang disampaikan Kapolri tersebut bisa dalam dua pengertian:
1. Novum dalam pengertian bukti baru yang dapat digunakan untuk mengajukan peninjauan kembali (PK).
Untuk novum dalam pengertian ini, tentu menunggu kasus KM-50 berkekuatan hukum tetap. Sementara, saat ini kasusnya baru dalam tahap Kasasi.
Sebagaimana diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus KM-50 sedang menempuh upaya Kasasi. Sebelumnya JPU menuntut dua terdakwa KM-50 yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella dengan pidana penjara selama enam tahun. Akan tetapi Majelis Hakim memvonis lepas (Onslag) dengan dalih alasan pembenar dan pemaaf.
2. Novum dalam pengertian akan melakukan penyelidikan dan penyidikan ulang saat ditemukan fakta baru (novum) yang membuat konstruksi hukum peristiwa KM 50 berbeda 180° dari peristiwa sebelumnya.
Kalau peristiwa sebelumnya adalah peristiwa tembak-menembak yang dilatarbelakangi kegiatan penguntitan pada rombongan pengajian H43RS. Dalam peristiwa tembak-menembak inilah, enam laskar eF-Pe-I dibunuh aparat polisi dengan alasan melaksanakan perintah jabatan dan kondisi pembelaan terpaksa.
Kalau ditemukan novum, bukti baru yang menerangkan tidak ada peristiwa tembak-menembak, tidak ada pembelaan terpaksa, dan motifnya adalah menghabisi H43RS dan karena gagal akhirnya aparat geram dan menghabisi enam laskar eF-Pe-I sebagai pelampiasan, ada penyiksaan sebelum akhirnya ditembak mati.
Kalau ada novum baik berupa pengakuan saksi yang ada di TKP, bukti rekaman penyiksaan dan penembakan, dan sejumlah lokasi napak tilas pembantaian 6 laskar eF-Pe-I, tentu saja Kapolri harus melakukan penyidikan ulang. Kasus ini kasus baru, berbeda sama sekali dengan kasus KM-50 yang sedang bergulir di Majelis Kasasi.
Berikut cara menemukan novum agar kasus KM-50 dapat dibuka kembali demi tegaknya hukum yang berkeadilan:
1. Kapolri dapat mencari dan menemukan novum dengan melakukan audit terhadap Satgassus Merah Putih Pimpinan Ferdy Sambo yang belum lama ini justru dibubarkan. Melalui audit inilah, Kapolri dapat mengetahui apakah kegiatan Satgassus yang menjalankan fungsi dan tugas penyelidikan dan penyidikan atas atensi pimpinan, apakah termasuk di dalamnya terlibat dalam kegiatan penguntitan KM-50 yang berujung dengan pembantaian enam laskar eF-Pe-I.
Melalui audit ini, Satgassus dapat diperiksa seluruh kegiatannya, baik yang telah, sedang, dan direncanakan akan dilakukan. Melalui pemeriksaan seluruh anggota Satgassus, diharapkan ada peran 'Bharada E' dalam kasus KM-50 saat audit Satgassus.
Kasus pembunuhan Brigadir J ini awalnya terungkap karena ada pengakuan Bharada E. Andai Bharada E atau Richard Elizer Pudihang tidak mengakui cerita sesungguhnya, bahwa tidak ada tembak-menembak, niscaya Ferdy Sambo tidak akan menjadi tersangka dan kasus pembunuhan Brigadir J tetap gelap selamanya.
Peristiwa KM-50 memilikii konstruksi hukum yang 'gelap' sama seperti konstruksi hukum 'tembak-menembak' dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Andai cerita tembak-menembak dalam kasus Brigadir J tetap dipertahankan, maka kasus Brigadir J ini akan selamanya gelap.
Kasus KM-50 juga gelap karena dianggap terjadi tembak-menembak. Padahal enam laskar eF-Pe-I tidak memiliki senjata, korban hanya ada di pihak enam laskar, TKP KM-50 dimusnahkan, CCTV 'dirusak', enam laskar dituduh menyerang aparat sehingga meskipun sudah menjadi mayat tetap bergelar tersangka (walau akhirnya di SP3 berdasarkan pasal 77 KUHP).
Nah, melalui audit Satgassus merah putih inilah, Kapolri bisa mendapatkan novum dan membongkar ulang pembantaian KM-50. Itu kalau kapolri serius dengan janjinya.
Namun, alih-alih melakukan audit Satgassus, Kapolri justru membubarkan Satgassus. Bukankah, ini sama saja menghilangkan potensi didapatkannya novum dalam kasus KM-50?
2. Kapolri dapat menemukan novum pembantaian KM-50 dengan melakukan pendalaman pada fakta putusan kasus Habib Bahar bin Smith. Menurut Aziz Yanuar selaku Penasehat Hukum, terdapat fakta persidangan yang berbeda antara klaim terdakwa KM-50 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan keterangan ahli dokter forensik yang bersaksi di Pengadilan Negeri Bandung dalam kasus Habib Bahar bin Smith.
Apalagi, dokter forensik tersebut juga mengakui ada kesalahan prosedur dalam proses otopsi enam laskar FPI. Apalagi sejak konferensi pers Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran, sudah banyak kejanggalan penanganan perkara KM-50 seperti dengan melibatkan Mayjen TNI Dudung Abdurahman. Padahal, kasus ini adalah kasus pidana biasa, tidak ada hubungannya dengan isu pertahanan dan keamanan yang menjadi tupoksi TNI.
Dalam hal ini, Kapolri dapat mengundang Aziz Yanuar dan keluarga korban KM-50, untuk didengar keterangannya seputar adanya kejanggalan tersebut. Termasuk dapat membentuk Tim Khusus untuk mengkaji fakta putusan Habib Bahar bin Smith karena ada substansi fakta substansi laskar eF-Pe-I yang berbeda dengan keputusan hakim yang menjerat Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella.
Alhasil, jika dua kegiatan ini dilakukan Kapolri, yakni melakukan audit terhadap Satgassus dan membentuk Timsus untuk menelaah fakta putusan Habib Bahar bin Smith, maka publik dapat memberikan kepercayaan kepada Kapolri soal janji akan membuka kembali peristiwa KM-50.
Namun, jika dua kegiatan ini tidak dilakukan, maka 'janji soal novum' dalam kasus KM-50 yang diungkapkan Kapolri di Komisi III DPR RI sulit dipercaya publik sebagai komitmen yang jujur, akan dianggap hanya bualan atau lip service semata.
Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. (Pakar Hukum dan Masyarakat) dan Puspita Satyawati (Analis Politik dan Media)
PUSTAKA
8 Persamaan Kasus Brigadir J dan KM 50, Alamsyah Hanafiah: Modus Operandinya Sama! gorontalo.pikiran-rakyat.com, 21/8/2022
Ahmad Khozinudin, Menakar Keseriusan Janji Kapolri akan Mengusut Ulang Pembantaian 6 Laskar eF-Pe-I dalam Peristiwa KM-50
M. Rizal Fadillah, Jika Kasus KM-50 Tetap Ditutup: Islamofobia atau 'Perang Salib?'
0 Komentar