Amar Makruf Nahi Mungkar

 TintaSiyasi.com -- Ada tugas dan kewajiban kita sebagai muslim yang langsung diperintahkan Allah SWT dalam Alquran،yaitu amar ma'ruf dan nahi munkar,menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran.

Tugas ini sangat mulia karena mengajak, menyuruh dan menunjukkan satu kebaikan, serta mencegah kemungkaran. Diantara kita umat muslim harus ada yang mau dan peduli untuk melaksanakan tugas agama ini. Paling tidak merekalah yang punya ilmu agama, para asatidz dan kiyai dan ulama sebagai pewaris para nabi.

Allah SWT berfirman 

 وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ “

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung." (Qs.Ali-Imran: 104)

Insya Allah akan menjadi umat terbaik, sebagaimana firman Allah :
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik." (Qs. li Imran :110)

Kita umat muslim akan menjadi "khaira ummah" (umat terbaik) asal mau berdakwah dan beramar
makruf nahi mungkar serta beriman kepada Allah SWT. Dan jangan sebaliknya, menjadi umat yang terburuk yang tidak mau tahu dengan berbagai macam kemungkaran dan kezaliman.

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

 مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
 
“Barang siapa yang melihat satu kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman“. [HR Muslim].

Hadits ini juga menunjukkan bahwa tugas amar ma'ruf nahi munkar itu akan sangat efektif jika dilaksanakan dengan tangan atau kekuasaan. Para pejabat yang  punya otoritas kekuasaan akan sangat efektif untuk melakukan tugas amar ma'ruf dan nahi munkar.

Untuk menyelesaikan suatu kemunkaran, seorang pejabat negara bisa dengan membuat undang-undang atau peraturan untuk mengatasi berbagai kemunkaran, termasuk 'pelanggaran syariat'. Jika tugas ini dilaksanakan dengan baik akan sangat bermanfaat untuk umat dan sekaligus pahalanya lebih 'afdhal' dibanding ibadah 'mahdhah' suatu ibadah yg manfaatnya hanya untuk pribadi.

Manfaatkanlah kesempatan saat punya jabatan untuk mensejahterakan rakyat dengan berbagai aktifitas pembangunan yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Dan ingat bahwa masa jabatan itu tidak lama tapi hisabnya di hari kiamat itu sangat lama karena jabatannya itu.

Jangan sampai punya semboyan akan berbuat baik setelah pensiun nanti. Bertobat itu benar tapi ibadah dan amal shalih saat punya power jabatan akan sangat baik dan disukai Allah SWT.
 
Saat menjadi pejabat, jangan sampai termasuk pejabat yang menyusahkan rakyatnya. Ini namanya pejabat zalim yang akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah di 'yaumil mahsyar' nanti.

Sudah sunnatullah, kebaikan akan selalu berhadapan dengan kemunkaran; kebenaran akan berhadapan dengan kebathilan. Yang menjadi masalah adalah saat merebaknya kemungkaran, orang-orang shaleh banyak yang diam tidak melaksanakan kewajiban amar makruf nahi munkar.

 Kalau kita diam atas kemungkaran yang nampak didepan mata kita, maka ini yang  oleh seorang  ulama salaf, Abu Ali ad-Daqqaq disebut sebagai 'setan bisu', Katanya :

الساكت عن الحق شيطان أخرس، والناطق بالباطل شيطان ناطق 

"Orang yang diam dari kebenaran itu adalah setan bisu, namun orang orang bicara dengan kebatilan itu adalah setan yang berbicara" ( Kitab Ar-Risalah Al-Qusyairiyah bab as-shumti, halm.62).

Diam menjadi 'setan bisu', banyak bicara kebatilan namanya 'jubir setan', alias juru bicara setan, na'udzubillahi mindzalik.

Ungkapan ini bukan hadis, tapi dikutip oleh banyak ulama dalam fatwa dan kitab-kitab mereka. Ibnu Taimiyah menyebutkannya dalam Majmu' fatawa. Ibnu al-Qayyim juga menukilnya, Imam an-Nawawi dalam Syarah Muslim juga mengutipnya dari Abi al-Qasim al-Qusyairy yang meriwayatkan dari Abu 'Ali ad-Daqqaq an-Naisaburi as-Syafi'i. 

Kendati bukan hadis, isi dan jiwa kalimat tersebut sejalan dengan QS Ali Imran ayat 104, at-Taubah:71, dan lainnya. Juga seirama dengan makna banyak hadis amar makruf dan nahi mungkar.

Ketika maksiat berkeliaran di tengah-tengah umat manusia, penyelewengan merata di mana-mana sedangkan setan bisu  dan jubir setan semakin banyak, maka Allah akan menimpakan kepada umat ini beberapa malapetaka yang mengerikan: pertama, diberi musibah merata; kedua, umat akan dikuasai preman; ketiga, manusia akan saling bunuh; dan keempat, doa ulama tidak dikabulkan.

Dalam hadits juga ditegaskan :

وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ، وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ، أَوْ لَيُوْشِكَنَّ اللهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ، ثُمَّ تَدْعُوْنَهُ فَلاَ يُسْتَجَابُ لَكُمْ

“Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaklah kalian bersunguh-sungguh menyuruh berbuat kebaikan dan mencegah kemunkaran, atau Allah akan menimpakan siksaan kepada kalian dari sisi-Nya, kemudian kalian berdo’a kepada-Nya tetapi Dia tidak mengabulkan do’a kalian.”(HR. At-Turmudzi. 2169)

Hadits tersebut menjelaskan, apabila amar ma’ruf nahi munkar tidak ditegakkan, maka do’a pun tidak dikabulkan. Lantas apa lagi yang kita tunggu! Apakah kita akan mendiamkan kemungkaran yang merajalela, kemaksiatan di mana-mana, kemudian Allah Ta’ala murka dan menurunkan adzab-Nya!

Walaupun didalamnya terdapat orang yang sholeh dan taat yang selalu berdoa kepada Rabb-Nya, ‎walaupun di dalamnya ada orang yang selalu shalat, infak, shadaqoh, puasa, tapi kalau dia ‎mendiamkan kemaksiatan maka tunggulah adzab dari Allah Ta’ala

Kondisi pelaku kemungkaran memang berbeda-beda. Ada yang mau kembali setelah dinasehati, ada pula yang terus menolak kebenaran. Apapun kondisinya, menurut Syaikh Jamaluddin Al-Qashimi, “Upaya meluruskan kemungkaran tidak akan pernah gugur. Meski seorang muslim menilai upayanya tidak akan membuahkan hasil.” Karena manfaat bagi penyeru adalah mendapatkan udzur di hadapan Allah. Manfaat berikutnya didapatkan pelaku maksiat yang terselamatkan dari hukuman Allah.

Wallahu a'lam bishshowab

Oleh: Abdul Mukti
 Pemerhati Kehudupan Beragama

Posting Komentar

0 Komentar