TintaSiyasi.com -- Penolakan Timnas U-20 Israel adalah sikap benar umat Islam terhadap Israel. Rekam jejak Israel sudah terang benderang sebagai negara yang menjajah kaum Muslim di Palestina. Penjajahan yang mereka lakukan itu nyata, tidak omong kosong. Korban dari kebiadaban mereka itu nyata, tidak hanya kabar burung semata. Maka, wajar jika Indonesia sebagai negeri mayoritas Muslim menolak. Masalah Palestina itu tidak hanya soal agama tetapi masalah kemanusiaan, yang dilakukan Israel terhadap Palestina itu tidak manusiawi dan tidak beradab, masih bisakah kita mentolerir Israel hanya demi menyelenggarakan piala dunia U-20?
Sungguh aneh jika pemerintah hari ini membangun narasi, "Jangan mencampuradukkan politik dengan olahraga". Dikonfirmasi melalui CNNIndonesia.com (28/3/2023), tidak hanya Presiden Joko Widodo, tetapi perwakilan Kedubes Palestina pun berpendapat demikian. Ini adalah pendapat egois, nirempati, dan tidak berperikemanusiaan. Bagaimana bisa seorang Muslim melontarkan pernyataan itu? Olahraga memang hal mubah, tetapi tidak berarti negeri Indonesia mengabaikan makna politik di balik segala kejadian yang ada dan segala hal yang terjadi di negeri ini tidak terlepas dari kebijakan politik yang diterapkan. Andai Indonesia menerima kedatangan Israel berlaga di piala dunia U-20, maka sama saja Indonesia mengakui eksistensi dan mengabaikan kezaliman Israel terhadap Palestina.
Penolakan Timnas U-20 Israel adalah sikap yang berperikemanusiaan dan beradab. Karena membiarkan mereka berlaga di perhelatan piala dunia di Bali adalah sikap tidak berperikemanusiaan, tidak beradab, dan mengamini penjajahan Israel terhadap Palestina. Jangan sampai hanya ingin jadi tuan rumah piala dunia U-20, Indonesia membiarkan penjajah Israel berlaga di pertandingan itu. Kalaupun konsekuensi yang diterima Indonesia adalah pembatalan piala dunia U-20 di Bali, ya tidak masalah. Karena menolak Israel adalah sikap Muslim yang dilindungi oleh konstitusi negeri ini. Jangan karena mengejar prestis perhelatan itu, Indonesia melanggar jati diri dan konstitusinya.
Kontroversi di Balik Penolakan Kedatangan Timnas U-20 Israel
Penolakan Timnas U-20 Israel berlaga di Indonesia tidak hanya datang dari umat Islam. Tetapi langsung dari Gubernur Bali dan Jawa Tengah. I Wayan Koster Gubernur Bali dan Ganjar Pranowo Gubernur Jawa Tengah mereka berdua menolak kedatangan Timnas U-20 Israel bertandang ke Indonesia. Awal-awal Koster menyampaikan penolakan tersebut lantaran Israel adalah negara yang menjajah Palestina. Alasan Koster ini benar, sekalipun dia bukan seorang Muslim, Koster telah mengikuti amanah konstitusi dengan tidak menerima kedatangan negara penjajah Israel.
Aneh, jika Koster dirundung di akun media sosial Pemrov Bali. Selain itu, Indonesia juga tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, mengapa banyak yang sewot? Seharusnya yang mengalah adalah Israel, janganlah mereka mengikuti ajang Piala Dunia U-20 di Indonesia. Tetapi mengapa Indonesia yang seolah-olah disuruh mengalah dan disudutkan atas permasalahan ini?
Yang menjajah Israel, yang tidak berperikemanusiaan Israel, yang biadab Israel, mengapa Indonesia disuruh mengalah dengan menerima kedatangan Timnas U-20 mereka? Wajar jika ditolak, toh juga itu karena perbuatannya. Sudah ribuan umat Islam mati di tangan Israel. Dikutip dari Sindonews.com (24/8/2020), sekitar 750.000 warga Palestina harus terusir dengan datangnya kaum Yahudi yang mendirikan negara bernama Israel dan ada tujuh kota yang sudah dicaplok Israel. Bagaimana Indonesia bisa menerima kedatangan mereka? Bisa jadi setelah Timur Tengah dijajah Israel, mereka akan menjajah kaum Muslim yang ada di seluruh dunia.
Jika ada yang teriak jangan bawa-bawa politik ke dalam olahraga, faktanya olahraga hari ini dijadikan alat politik kapitalisme untuk eksploitasi dan kampanye gaya hidup liberal dan sekuler yang selama ini dijadikan standar kehidupan Barat. Melalui sepak bola, Barat menjadikannya industri yang bisa mendapatkan pundi-pundi uang. Bayangkan, berapa triliun piala dunia yang kemarin di Qatar? Piala dunia di Qatar menghabiskan dana lebih dari Rp3000 triliun, pastinya akan banyak yang dihabiskan jika Piala Dunia U-20 diselenggarakan di Indonesia. Ini bukan masalah prestis, tetapi ini masalah ekonomi, sanggupkah Indonesia menggelontorkan dana fantastis untuk perhelatan tersebut?
Penolakan yang dilakukan Koster dinyatakan tidak tanpa sebab, tetapi juga penuh pertimbangan. Seharusnya rakyat Indonesia mendukungnya terutama pemerintah pusat. Pemerintah pusat harus memiliki sikap sama sebagaimana Koster. Sekalipun ada kerugian ketika pelaksanaan Piala Dunia U-20 dipindah, sejatinya kerugian yang didapat tidak sebesar ketika pertandingan itu benar-benar dilakukan di Indonesia. Perlu diingat penolakan Timnas U-20 Israel adalah amanah konstitusi yang berupaya menghapuskan penjajahan dalam bentuk apa pun. Maka keputusan Koster selayaknya diapresiasi dan didukung.
Dampak Jika Indonesia Menerima Timnas U-20 Israel terhadap Perpolitikan di Negeri Ini
Koster dinilai tidak konsisten atas penolakan kedatangan Timnas U-20 Israel, padahal apa yang dilakukan Pemrov Bali sesuai dengan amanah konstitusi. Apabila Indonesia tetap bersikukuh menyelenggarakan Piala Dunia U-20 di Indonesia maka akan menuai dampak sebagai berikut.
Pertama, secara politis Indonesia seolah-olah telah mengakui dan menerima keberadaan Israel yang telah melakukan pembantaian terhadap umat Islam di Palestina. Padahal Israel lahir karena telah melakukan penjajahan terhadap umat Islam yang didukung oleh sekutunya, yakni Amerika Serikat (AS).
Jika Indonesia tidak bisa membantu membebaskan Palestina dari penjajahan Israel atasnya, apakah Indonesia tidak bisa sedikit saja berempati terhadap umat Islam di Palestina dengan menolak kedatangan Timnas U-20 Israel? Padahal menjadi kewajiban umat manusia di seluruh dunia untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di Palestina. Karena masalah di Palestina tidak hanya konflik antaragama tetapi juga konflik kemanusiaan. Untuk peduli terhadap Palestina tidak perlu menjadi seorang Muslim, tetapi hanya butuh menjadi manusia. Apakah mereka yang masih membela Israel bukan manusia? Atau nuraninya sudah mati?
Kedua, berpotensi konflik horizontal di Indonesia. Negeri ini mayoritas Muslim yang memiliki empati terhadap Islam di Palestina, maka tidak patut pemerintah Indonesia ngotot mengadakan Piala Dunia U-20 dengan konsekuensi kedatangan Timnas U-20 Israel. Ketiga, jika karena Indonesia menolak kedatangan Timnas U-20 Israel akan tidak dipercaya oleh FIFA lagi ya tidak masalah. Indonesia harus punya sikap dan tidak boleh disetir oleh FIFA. Dijadikan tuan rumah Piala Dunia U-20 juga bukan kebanggaan tersendiri. Pemerintah Indonesia patut bangga jika sudah mampu berdikari dan menjalankan pemerintahan tanpa utang luar negeri atau bergantung pada investor asing.
Keempat, menghamburkan uang negara di kala kondisi negara makin sulit. Penyelenggaraan Piala Dunia U-20 pasti menelan biaya yang tidak sedikit, dari biaya renovasi dan sebagainya. Oleh karena itu, jika perhelatan itu jadi dilakukan di Indonesia pasti akan menghabiskan biaya yang fantastis, padahal tahun lalu Indonesia baru menyelenggarakan KTT G20 di Bali. Tentu juga menelan biaya yang fantastis.
Kelima, jika mereka berdalih untuk meningkatkan sektor pariwisata, maka kita harus ingat bagaimana kelakuan wisawatan asing yang bikin gerah warga Bali. Oleh karena itu, tidak patut Indonesia ngotot menyelenggarakan piala dunia itu di Bali. Lebih baik Indonesia memprioritaskan untuk memperbaiki kondisi ekonomi yang makin lama makin sulit dan fokus untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Posisi kapitalisme global hari ini memihak dan menganakemaskan Yahudi Israel. Begitu juga FIFA, kebijakan yang ada di FIFA tentunya seirama dengan titah kapitalisme global, oleh karena itu Indonesia harus mengambil sikap yang tegas soal ini. Penolakan Timnas U-20 Israel adalah benar dan jangan sampai goyah hanya karena pernyataan politik dan olahraga tidak boleh dicampuradukkan. Karena apa pun yang terjadi di negeri ini tidak terlepas dari aspek politik pemerintah dalam mengurusi urusan rakyatnya.
Jangankan olahraga, diam atau bicaranya pemerintah Indonesia terhadap berbagai problematika politik yang ada di dunia ini adalah cerminan jati diri bangsa. Maka sudah seharusnya, semua sikap politik Indonesia dalam menangani berbagai hal jangan diputuskan dengan kacamata Barat, melainkan harus diputuskan bagaimana Islam memandang karena akan dipertanggungjawabkan besok di akhirat kelak.
Strategi Islam dalam Menyikapi Perhelatan Olahraga di Piala Dunia
Olahraga dalam Islam adalah hal yang mubah. Karena hukumnya mubah, maka olahraga jangan sampai dilakukan disertai melanggar ketentuan syariat Islam yang lain. Menyikapi pagelaran piala dunia, sikap Islam atau negara Islam tentunya akan mempertimbangkan beberapa hal yang berkenaan terhadap syariat Islam, beberapa contohnya seperti berikut. Pertama, dalam penyelenggaraan olahraga umat Islam wajib menutup aurat dengan benar. Sebagai Muslim aurat yang harus ditutup dari pusar hingga lutut, maka dalam perhelatan itu harus diterapkan aturan menutup aurat yang syar'i. Jika penyelenggara tidak bisa memenuhi hal tersebut, maka umat Islam tidak boleh mengikuti ajang sepak bola dunia itu.
Kedua, penyelenggaraan pertandingan tidak boleh ikhtilat dan harus terpisah antara penonton laki-laki atau perempuan. Apabila pihak penyelenggara tidak bisa memenuhi hal itu, maka umat Islam tidak usah menghadiri ajang olahraga tersebut. Ketiga, dalam penyelenggaraan pertandingan olahraga tersebut tidak boleh diperjualbelikan makanan atau minuman haram. Jika pihak penyelenggara tidak mengindahkan hal itu, maka keberadaana institusi Islam tidak digubris dan umat Islam tidak boleh mengikuti ajang tersebut.
Keempat, tidak mengikuti ajang olahraga yang diselenggarakan negara penjajah ataupun mengundang negara penjajah. Umat Islam memiliki sikap yang jelas terhadap penjajahan yaitu menentang segala bentuk penjajahan karena itu adalah bagian dari kezaliman. Sehingga tidak mungkin umat Islam atau negara Islam berada dalam satu panggung dengan negara penjajah yang telah nyata melakukan kezaliman dan kemungkaran.
Kelima, seumpama perhelatan piala dunia tidak bisa mengakomodasi pendapat Islam, umat Islam atau negara Islam tidak boleh mengikuti ajang tersebut. Seumpama ingin mengadakan pertandingan-pertandingan olahraga harus sesuai koridor dan syariat Islam.
Dalam penyelenggaraan pertandingan olahraga harus memperhatikan halal-haram, ketentuan syariat Islam, dan tidak boleh asal ikut saja. Menjaga syariat Islam adalah bagian dari marwah umat Islam dan negaranya, maka tidak boleh gegabah dalam mengambil keputusan. Sekalipun itu hanya sekadar pertandingan olahraga, tetapi segala hal harus diputuskan berdasarkan syariat Islam. Olahraga dan politik tidak boleh terpisah, dan politik harus diatur dari bagaimana Islam itu mengatur. Begitulah Islam dalam menyikapi perhelatan olahraga dalam ajang kompetisi dunia.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
Penolakan yang dilakukan Koster dinyatakan tidak tanpa sebab, tetapi juga penuh pertimbangan. Seharusnya rakyat Indonesia mendukungnya terutama pemerintah pusat. Pemerintah pusat harus memiliki sikap sama sebagaimana Koster. Sekalipun ada kerugian ketika pelaksanaan Piala Dunia U-20 dipindah, sejatinya kerugian yang didapat tidak sebesar ketika pertandingan itu benar-benar dilakukan di Indonesia. Perlu diingat penolakan Timnas U-20 Israel adalah amanah konstitusi yang berupaya menghapuskan penjajahan dalam bentuk apa pun. Maka keputusan Koster selayaknya diapresiasi dan didukung.
Posisi kapitalisme global hari ini memihak dan menganakemaskan Yahudi Israel. Begitu juga FIFA, kebijakan yang ada di FIFA tentunya seirama dengan titah kapitalisme global, oleh karena itu Indonesia harus mengambil sikap yang tegas soal ini. Penolakan Timnas U-20 Israel adalah benar dan jangan sampai goyah hanya karena pernyataan politik dan olahraga tidak boleh dicampuradukkan. Karena apa pun yang terjadi di negeri ini tidak terlepas dari aspek politik pemerintah dalam mengurusi urusan rakyatnya.
Jangankan olahraga, diam atau bicaranya pemerintah Indonesia terhadap berbagai problematika politik yang ada di dunia ini adalah cerminan jati diri bangsa. Maka sudah seharusnya, semua sikap politik Indonesia dalam menangani berbagai hal jangan diputuskan dengan kacamata Barat, melainkan harus diputuskan bagaimana Islam memandang karena akan dipertanggungjawabkan besok di akhirat kelak.
Dalam penyelenggaraan pertandingan olahraga harus memperhatikan halal-haram, ketentuan syariat Islam, dan tidak boleh asal ikut saja. Menjaga syariat Islam adalah bagian dari marwah umat Islam dan negaranya, maka tidak boleh gegabah dalam mengambil keputusan. Sekalipun itu hanya sekadar pertandingan olahraga, tetapi segala hal harus diputuskan berdasarkan syariat Islam. Olahraga dan politik tidak boleh terpisah, dan politik harus diatur dari bagaimana Islam itu mengatur. Begitulah Islam dalam menyikapi perhelatan olahraga dalam ajang kompetisi dunia.
Oleh: Ika Mawarningtyas
Direktur Mutiara Umat Institute dan Dosen Online Uniol 4.0 Diponorogo
Materi Kuliah Online Uniol 4.0 Diponorogo, Rabu, 29 Maret 2023, di bawah asuhan Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum.
#Lamrad #LiveOpperessedOrRiseUpAgaints
0 Komentar