TintaSiyasi.com -- Sobat. Kasih sayang pada diri Rasulullah SAW telah menjadi ajaran sekaligus perilaku. Beliau bersabda, “Para penyayang di sayang Allah SWT. Sayangilah yang berada di bumi, niscaya kalian disayangi oleh yang berada di langit.” Dalam riwayat lain beliau bersabda, “Sesungguhnya Aku dan umatku ibarat seorang laki-laki yang menyalakan api unggun, lalu serangga-serangga dan kupu-kupu datang menghampiri (dan terbakar di dalamnya). Aku pun mulai menghalang-halangi kalian, sementara kalian hendak menceburkan diri ke dalamnya.” (HR. Bukhari-Muslim).
Sobat. Pendidik yang kurang penyayang dan berhati kasar tidak akan berhasil dan tidak akan disukai orang. Allah SWT berfirman :
فَبِمَا رَحۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِۖ فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali-Imran (3) : 159).
Sobat. Meskipun dalam keadaan genting, seperti terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh sebagian kaum Muslim dalam Perang Uhud sehingga menyebabkan kaum Muslim menderita, tetapi Rasulullah tetap bersikap lemah lembut dan tidak marah terhadap para pelanggar itu, bahkan memaafkannya, dan memohonkan ampunan dari Allah untuk mereka. Andaikata Nabi Muhammad SAW bersikap keras, berhati kasar tentulah mereka akan menjauhkan diri dari beliau.
Di samping itu Nabi Muhammad SAW selalu bermusyawarah dengan mereka dalam segala hal, apalagi dalam urusan peperangan. Oleh karena itu kaum Muslim patuh melaksanakan keputusan-keputusan musyawarah itu karena keputusan itu merupakan keputusan mereka sendiri bersama Nabi. Mereka tetap berjuang dan berjihad di jalan Allah dengan tekad yang bulat tanpa menghiraukan bahaya dan kesulitan yang mereka hadapi. Mereka bertawakal sepenuhnya kepada Allah, karena tidak ada yang dapat membela kaum Muslim selain Allah.
Sobat. Ilmu hanya akan melewati bibir selama tidak terdapat hubungan cinta antara guru dan murid. Rasulullah SAW paling tinggidan luhur dalam kasih sayang. Beliau menghindari kesusahan dan mengutamakan kemudahan, kelembutan, keinginan kuat akan keselamatan, serta mencurahkan ilmu dan kebaikan bagi murid.
Allah SWT berfirman :
لَقَدۡ جَآءَكُمۡ رَسُولٞ مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ عَزِيزٌ عَلَيۡهِ مَا عَنِتُّمۡ حَرِيصٌ عَلَيۡكُم بِٱلۡمُؤۡمِنِينَ رَءُوفٞ رَّحِيمٞ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang Mukmin.” (QS. At-Taubah (9) : 128).
Sobat. Ayat ini sekalipun khusus ditujukan kepada bangsa Arab di masa Nabi, tetapi juga ditujukan kepada seluruh umat manusia. Semula ditujukan kepada orang Arab di masa Nabi, karena kepada merekalah Al-Qur'an pertama kali disampaikan, karena Al-Qur'an itu dalam bahasa Arab, tentulah orang Arab yang paling dapat memahami dan merasakan ketinggian sastra Al-Qur'an. Dengan demikian mereka mudah pula menyampaikan kepada orang-orang selain bangsa Arab. Jika orang-orang Arab sendiri tidak mempercayai Muhammad dan Al-Qur'an, tentu orang-orang selain Arab lebih sukar mempercayainya.
Ayat ini seakan-akan mengingatkan orang-orang Arab, sebagaimana isinya yang berbunyi, "Hai orang-orang Arab, telah diutus seorang Rasul dari bangsamu sendiri yang kamu ketahui sepenuhnya asal-usul dan kepribadian-nya, serta kamu lebih mengetahuinya dari orang-orang lain."
Sebagian mufassir menafsirkan perkataan "Rasulun min anfusikum" dengan hadis:
Bersabda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya Allah telah memilih Bani Kinanah dari keturunan Ismail, dan memilih suku Quraisy dari Bani Kinanah, dan memilih Bani Hasyim dari suku Quraisy, dan Allah telah memilihku dari Bani Hasyim." (Riwayat Muslim dan at-Tirmidzi dari Wasilah bin Asqa).
Dari ayat dan hadis di atas dapat dipahami tentang kesucian keturunan Nabi Muhammad SAW, yang berasal dari suku-suku pilihan dari bangsa Arab. Dan orang-orang Arab mengetahui benar tentang hal ini.
Nabi Muhammad SAW yang berasal dari keturunan yang baik dan terhormat mempunyai sifat-sifat yang mulia dan agung, yaitu:
Pertama. Nabi merasa tidak senang jika umatnya ditimpa sesuatu yang tidak diinginkan, seperti dihinakan karena dijajah dan diperhamba oleh musuh-musuh kaum Muslim, sebagaimana ia tidak senang pula melihat umatnya ditimpa azab yang pedih di akhirat nanti.
Kedua. Nabi sangat menginginkan agar umatnya mendapat taufik dari Allah, bertambah kuat imannya, dan bertambah baik keadaannya. Keinginan beliau ini dilukiskan oleh Allah dalam firman-Nya:
إِن تَحۡرِصۡ عَلَىٰ هُدَىٰهُمۡ فَإِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي مَن يُضِلُّۖ وَمَا لَهُم مِّن نَّٰصِرِينَ
Jika engkau (Muhammad) sangat mengharapkan agar mereka mendapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya, dan mereka tidak mempunyai penolong. (An-Nahl/16: 37).
Dan Allah berfirman:
Dan kebanyakan manusia tidak akan beriman walaupun engkau sangat menginginkannya. (Yusuf/12: 103).
Ketiga. Nabi selalu belas kasihan dan amat penyayang kepada kaum Muslim. Keinginannya ini tampak pada tujuan risalah yang disampaikannya, yaitu agar manusia hidup berbahagia di dunia dan akhirat nanti.
Sobat. Dalam ayat ini Allah memberikan dua macam sifat kepada Nabi Muhammad, kedua sifat itu juga merupakan sifat Allah sendiri, yang termasuk di antara "asmaul husna", yaitu sifat "rauf" (amat belas kasihan) dan sifat "rahim" (penyayang) sebagai tersebut dalam firman-Nya:
"... Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia." (Al-Baqarah/2: 143). Pemberian kedua sifat itu kepada Muhammad menunjukkan bahwa Allah menjadikan Muhammad sebagai Rasul yang dimuliakan-Nya.
Sobat. Allah SWT lalu menjelaskan kepada Nabi Muhammad SAW agar jangan kecewa menghadapi keingkaran kaumnya dan pembangkangan yang berlebihan, padahal Rasul sendiri sangat menginginkan mereka menjadi orang-orang yang beriman. Allah SWT menjelaskan kepada Rasulullah SAW bahwa meskipun dia sangat mengharapkan agar kaumnya mendapat petunjuk dan mengikuti seruannya, harapan tersebut tidak ada gunanya apabila Allah tidak menghendaki mereka mendapat petunjuk karena mereka telah menentukan pilihannya sendiri. Mereka itu berpaling dari bimbingan wahyu dan tertarik kepada tipu daya setan sehingga terjerumus ke dalam lembah kemaksiatan dan kemusyrikan.
Allah SWT berfirman:
Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (Al-Qasas/28: 56).
Dan firman-Nya:
Dan nasihatku tidak akan bermanfaat bagimu sekalipun aku ingin memberi nasihat kepadamu, kalau Allah hendak menyesatkan kamu. Dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan." (Hud/11: 34).
Dan firman Allah:
Dan barang siapa disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun yang memberi petunjuk baginya. (Ar-Ra'd/13: 33).
Karena itulah Allah tidak akan memberikan petunjuk lagi kepada mereka, karena mereka telah memilih kesesatan dan telah diberi penjelasan akibat yang akan menimpa diri mereka.
Di akhir ayat, Allah SWT menjelaskan bahwa apabila Ia berkehendak untuk menyiksa mereka, tidak ada seorang pun yang dapat memberikan pertolongan kepada mereka. Allah berkuasa kepada makhluk-Nya dan Allah yang menentukan nasib makhluk itu. []
Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku BIGWIN dan Buku Gizi Spiritual, Dosen Pascasarjana Universitas Islam Tribakti Lirboyo, Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur
0 Komentar