TintaSiyasi.com -- Kondisi politik baik, tetapi tidak berdampak terhadap rakyat. Lantas kondisi politik yang baik ini mencerminkan kondisi siapa? Jika memang baik mengapa tidak berdampak besar terhadap rakyat? Lalu siapa yang mendapatkan keuntungan dari sinyal politik yang baik tersebut? Begitulah pertanyaan yang muncul ketika melihat hasil dari survei IPO.
Dikutip dari tirto.id (12/3/2023), lembaga Indonesia Political Opinion (IPO) telah merilis hasil survei nasional yang digelar 1—7 Maret 2023. Ada beberapa data yang menarik dari survei IPO tersebut. Pertama, kondisi politik hari ini di Indonesia tidak buruk. 42 persen responden menilai kondisi politik hari ini baik dan 1 persen menilai sangat baik.
Kedua, dalam survei yang sama, 76 persen responden menilai kondisi politik hari ini tidak berdampak apa-apa ke kehidupan mereka. 5 persen sisanya menilai sangat tidak berdampak. Ketiga, untuk kondisi ekonomi hari ini, 53 persen responden menilai kondisinya buruk dan 3 persennya sisa mengaku sangat buruk. Kondisi itu berpengaruh ke aktifitas rumah tangga 57 persen responden. Bahkan 8 persen lainnya mengaku sangat berdampak.
Keempat, di sektor lembaga penegak hukum, Polri menjadi lembaga yang paling tidak dipercaya. 51 persen responden tidak percaya dengan lembaga yang dipimpin Listyo Sigit Prabowo tersebut, 6 persen lainnya mengaku sangat tidak percaya. Angka ketidakpercayaan tersebut sangat tinggi jauh di atas lembaga penegak hukum lain, semisal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang hanya 37 persen, pengadilan yang hanya 24 persen, dan Kejaksaan Agung yang hanya 18 persen.
Sejatinya, hasil survei di atas menyiratkan, Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Sulitnya ekonomi memperparah kondisi rakyat dan lemahnya kepercayaan rakyat pada hukum menunjukkan bobroknya kondisi penegakan keadilan di negeri ini. Kesejahteraan maupun keadilan seolah menjadi utopis untuk diwujudkan, karena kapitalisme sekuler yang dijadikan pijakan dalam mengatur negeri ini. Dampak penerapan kapitalisme sekuler adalah kekuasaan dalam kendali oligarki, korporasi, kapitalis, atau elit politik saja.
Pengaruh Oligarki terhadap Buruknya Kondisi Ekonomi Indonesia
Istilah oligarki sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat. Pengesahan kebijakan yang menuai penolakan karena dinilai lebih menguntungkan oligarki telah menjadi perbincangan publik. Alih-alih malu, wajah perpolitikan hari ini makin mengukuhkan pengaruh oligarki mencengkeram negeri ini. Maka wajar, jika hal itu memengaruhi kondisi ekonomi yang makin lama makin sulit
Sulitnya ekonomi hari ini tidak bisa ditutup-tutupi lagi. Hal tersebut dirasakan oleh berbagai lapisan masyarakat, baik lapisan bawah maupun atas. Yang miskin meronta-ronta mencari sesuap nasi demi menyambung hidup. Yang kaya sibuk memperkaya diri di tengah kondisi ekonomi yang tidak ada kepastian dan jaminan. Ya, beginilah ekonomi kapitalisme. Tidak bisa membawa kesejahteraan kecuali hanya segelintir orang saja (baca: oligarki) dan segelintir orang yang rakus ini ingin menguasai segalanya dengan merampas hak-hak publik yang telah dilegitimasi hukum.
Apabila melihat hasil survei IPO yang menyatakan kondisi ekonomi sedang tidak baik-baik saja, hal itu dapat dilihat dari beberapa catatan penting di bawah ini. Pertama, negara tidak mampu menstabilkan harga pangan. Lonjakan harga jelang Ramadhan, hari raya Idulfitri Iduladha, bahkan agama lain telah menjadi fenomena rutin terjadi. Ketika hal itu makin membebani rakyat, maka wajar jika rakyat kesusahan dan menganggap kondisi ekonomi makin susah.
Kedua, pemerintah gagal menjaga harga harga bahan bakar minyak, terlebih seolah tidak bisa turun, bisanya naik harga terus. Diketahui beberapa bulan yang lalu harga BBM pertalite naik, dari enam ribuan menjadi sepuluh ribu. Naiknya BBM tersebut telah membawa inflasi kenaikan harga-harga kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier masyarakat. Ketiga, kemiskinan meningkat. Menilai kemiskinan tidak hanya lewat angka kemiskinan yang naik dan turun. Selama ada rakyat yang miskin, berarti negara belum berhasil menciptakan kesejahteraan untuk masyarakat. Dan menciptakan kesejahteraan tidak bisa hanya dengan memberi bansos klasikal, tetapi rakyat butuh kebijakan yang berpihak pada mereka, bukan kebijakan yang melegalkan kapitalisasi dan swastanisasi sektor publik.
Keempat, maraknya pengangguran. Pengangguran terjadi bukan hanya karena badai PHK, tetapi daya kerja manusia hari ini menurun. Mereka lebih suka cari uang dengan cara yang instan dan cenderung mengabaikan halal dan haram. Sehingga, banyaknya pengangguran memicu tindakan kejahatan. Kasus kriminal banyak dan makin beragam. Naiknya angka kriminalitas pun menjadi hal yang tidak terelakkan.
Kelima, banyaknya kebijakan yang lebih menguntungkan oligarki, korporasi, dan para kapitalis. Sudah berapa sektor publik yang telah diliberalisasi? Sudah berapa banyak tambang yang dikapitalisasi? Saking serakahnya para korporasi, mereka berusaha meliberalisasi dari hulu hingga hilir. Minyak bumi, tambang emas, tambang batu bara, dan lain-lain sudah dilegalkan dikeruk oleh tangan-tangan korporasi yang serakah. Walhasil, rakyat yang jadi tumbal keserakahan mereka.
Keenam, banyak pekerja atau buruh yang dieksploitasi secara sistematis oleh Perppu Ciptaker. Lagi-lagi ini adalah hasil dari kebijakan yang lebih memihak kepentingan korporasi daripada rakyatnya sendiri. Sumber daya manusia yang seharusnya dibina untuk memajukan kehidupan bangsa, justru menjadi buruh-buruh kapitalis yang digaji semaunya mereka. Dan negara tidak bisa berperan banyak dalam menjamin nasib buruh.
Ketujuh, kapitalisasi sumber daya alam menjadi pintu masuk eksploitasi dan penjarahan SDA secara legal. Atas nama kerja sama dengan asing, perusahaan asing bebas membangun pabriknya di sini, bebas mengeruk SDA di sini, bahkan bebas memperkerjakan tenaga kerja asing di sini. Diduga kuat hal itu terjadi karena banyaknya undang-undang yang dijadikan karpet merah para korporasi asing. Ya, lumrah negeri ini miskin dan sukar untuk maju, karena SDA dikuasai asing, SDM dieksploitasi demi menuruti titah korporasi asing. Bagaimana negeri ini bisa maju?
Kedelapan, penerapan undang-undang dan kebijakan yang berlandaskan kapitalisme sekuler. Banyak kebijakan dibuat bukan karena ketaatan dan ketundukan pada konstitusi, tetapi lebih kebijakan yang menguntungkan segelintir orang. Kapitalisme sekuler inilah yang menjadi pelindung para oligarki membuat hukum-hukum yang mengkhianati rakyat dan penuh kezaliman.
Apabila penguasa telah berkolaborasi dengan pengusaha bahkan menjadi pengusaha itu sendiri, mungkinkah kebijakan yang lahir akan menyejahterakan rakyat? Apabila pengusaha berkamuflase menjadi penguasa, maka hubungan antara rakyat dan penguasa adalah hubungan pembeli dan penjual. Bagi rakyat yang mampu beli, mereka bisa mendapatkan kesejahteraan yang diinginkan. Tetapi, bagi rakyat yang hidupnya pas-pasan ya harus siap hidup seadanya. Karena kesejahteraan hari ini diukur dari uang yang dimiliki bukan diciptakan secara sistematis yang dipertanggungjawabkan negara. Negara mandul dalam sistem kapitalisme, sehingga tidak bisa melahirkan keadilan maupun kesejahteraan.
Dampak dari Buruknya Kondisi Ekonomi terhadap Pencapaian Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat
Malapetaka kapitalisme sekuler hari ini tercipta secara sistematis. Seolah-olah untuk keluar dari cengkeramannya amat sulit, terlebih kapitalisme sekuler hari ini dijaga dan dilestarikan oleh para penjaganya. Hal itulah yang menjadi sumber kesengsaraan di negeri ini dan membuat kondisi ekonomi tidak bisa pulih, malah sakit secara terus-menerus. Dampak yang diakibatkan dari kondisi ekonomi yang memburuk terhadap pencapaian keadilan dan kesejahteraan rakyat ada beberapa catatan sebagai berikut.
Pertama, kriminalitas meningkat. Sulitnya ekonomi memicu tindakan kriminal, seolah-olah tidak ada jalan lain kecuali melakukan tindak kejahatan. Bahkan sedihnya, kriminalitas yang dilakukan oleh korporasi asing dilegalisasi oleh undang-undang, sehingga kepemilikan publik yang harusnya dikelola negara dijarah asing.
Kedua, sakit mental. Kondisi ekonomi yang susah memicu adanya frustasi, depresi, stres, dan bunuh diri. Kesehatan mental masyarakat sakit akibat kondisi ekonomi yang susah. Ketiga, ancaman stunting. Ketika ekonomi susah, otomatis masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan gizi keluarganya. Sehingga ancaman stunting ini menjadi nyata dan sulit diatasi selama ekonomi masih berpijak pada kapitalisme.
Keempat, biaya hidup makin tinggi. Inflasi kenaikan harga kebutuhan masyarakat ini adalah dampak nyata yang sekarang sedang dialami masyarakat. Kelima, sulitnya mencari pekerjaan. Sekalipun ada pekerjaan tetapi gajinya tidak sesuai dan belum memenuhi untuk mencukupi kebutuhan yang ada. Kalau tidak begitu, pekerjaan yang berat tetapi tidak mendapatkan upah yang layak.
Keenam, pengeluaran lebih besar daripada pemasukan mengakibatkan masyarakat potong kompas untuk memenuhi kebutuhannya dengan utang riba. Banyak yang tersangkut pinjaman online, bank plecit, ataupun pinjam uang di bank dengan suku bunga yang fantastis. Sehingga mereka berada dalam kondisi sudah jatuh tertimpa tangga. Ketujuh, ancaman krisis ataupun resesi senantiasa membayangi masyarakat hari ini dan itu menambah beban mereka ketika krisis ataupun resesi itu benar-benar terjadi.
Begitu menyedihkan, dampak yang diciptakan oleh ekonomi kapitalisme sekuler, terjadi kesengsaraan secara sistematis yang menjadikan rakyat sebagai tumbal atas keserakahan kapitalis. Inilah dampak ketika negara ini tidak berdikari dalam mengatur ekonominya. Karena ketika menerapkan ekonomi kapitalisme, hal itu sama saja mengamini hegemoni Barat mengobrak-abrik kesejahteraan masyarakat yang ingin diwujudkan negara.
Strategi Islam dalam Mewujudkan Ekonomi Kuat, Mandiri, dan Berpengaruh
Kondisi ekonomi hari ini dipengaruhi oleh dua hal, sistem yang diterapkan dan siapa yang menerapkan. Apabila sistem yang diterapkan adalah sistem hasil dari hawa nafsu manusia maka itu tidak akan mengantarkan pada kesejahteraan, karena siapa pun yang mengendalikan akan ikut arus sistem tersebut. Berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang diatur dan dibuat berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah. Manusia yang ada hanyalah sebagai penggali hukum dan penerapan hukum yang diambil didasarkan Al-Qur'an dan Sunnah.
Yang membuat sistem ekonomi Islam bebas dari penjajahan dan penjarahan adalah sebagai berikut. Pertama, sistem ekonomi Islam mengatur soal kepemilikan. Ada kepemilikan publik, kepemilikan negara, dan individu. Maka, sektor publik tidak akan boleh dikuasai oleh individu. Sektor kepemilikan publik ataupun negara itu juga jelas tuntunannya. Tidak berdasarkan hawa nafsu manusia, melainkan bersumber dari hadis-hadis Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, tidak akan ditemukan sektor publik dikapitalisasi ataupun diswastanisasi.
Kedua, sistem ekonomi Islam memiliki mata uang dinar dan dirham yang membebaskan dari ancaman inflasi dan penjajahan dolar oleh Barat. Ketiga, sistem ekonomi Islam mengharamkan riba di berbagai aspek kehidupan. Sungguh riba ini sejatinya pembawa kesengsaraan hari ini. Tetapi itu malah dinikmati dan dijadikan sumber penghasilan ekonomi kapitalisme. Sungguh zalim bukan?
Keempat, negara sebagai pengawas dan penegak hukum atas segala transaksi ekonomi yang terjadi. Sehingga jika ada muamalah yang tidak syar'i, maka negara akan menegakkan hukum padanya. Kelima, orientasi penerapan sistem ekonomi Islam menyeluruh dengan sistem Islam secara totalitas. Karena melaksanakan hukum Islam adalah bagian dari ketaatan yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak.
Sungguh unggul ekonomi Islam tersebut. Pertanyaannya maukah negeri ini hijrah ke arah yang lebih baik dengan menerapkan sistem Islam yang unggul di berbagai aspek kehidupan? Sebagai seorang Muslim tentunya tidak boleh menolak ajakan mulia ini. Karena tidak ada keselamatan kecuali hanya dengan Islam.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
Apabila penguasa telah berkolaborasi dengan pengusaha bahkan menjadi pengusaha itu sendiri, mungkinkah kebijakan yang lahir akan menyejahterakan rakyat? Apabila pengusaha berkamuflase menjadi penguasa, maka hubungan antara rakyat dan penguasa adalah hubungan pembeli dan penjual. Bagi rakyat yang mampu beli, mereka bisa mendapatkan kesejahteraan yang diinginkan. Tetapi, bagi rakyat yang hidupnya pas-pasan ya harus siap hidup seadanya. Karena kesejahteraan hari ini diukur dari uang yang dimiliki bukan diciptakan secara sistematis yang dipertanggungjawabkan negara. Negara mandul dalam sistem kapitalisme, sehingga tidak bisa melahirkan keadilan maupun kesejahteraan.
Begitu menyedihkan, dampak yang diciptakan oleh ekonomi kapitalisme sekuler, terjadi kesengsaraan secara sistematis yang menjadikan rakyat sebagai tumbal atas keserakahan kapitalis. Inilah dampak ketika negara ini tidak berdikari dalam mengatur ekonominya. Karena ketika menerapkan ekonomi kapitalisme, hal itu sama saja mengamini hegemoni Barat mengobrak-abrik kesejahteraan masyarakat yang ingin diwujudkan negara.
Sungguh unggul ekonomi Islam tersebut. Pertanyaannya maukah negeri ini hijrah ke arah yang lebih baik dengan menerapkan sistem Islam yang unggul di berbagai aspek kehidupan? Sebagai seorang Muslim tentunya tidak boleh menolak ajakan mulia ini. Karena tidak ada keselamatan kecuali hanya dengan Islam.[]
Oleh: Ika Mawarningtyas
Dosol Uniol 4.0 Diponorogo dan Direktur Mutiara Umat Institute
Materi Kuliah Online Uniol 4.0 Diponorogo
Rabu, 15 Maret 2023 di bawah asuhan Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum.
#Lamrad #LiveOpperessedOrRiseUpAgainst
0 Komentar