TintaSiyasi.com -- Terkait skandal mencurigakan Rp300 tiriliun yang sudah dikonfirmasi oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Pakar Ekonomi dan Politikus Rizal Ramli menyatakan, tidak mungkin dana sebesar itu dimainkan oleh orang bawah, melainkan permainan bos-bos besarnya.
“Kalau jumlah segitu, enggak mungkin itu permainan orang bawah. Pasti permainan bos-boslah yang di atas. Jadi, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) saya minta mulailah kerja mulia ini ya. Kalau kurang mampu untuk menganalisis atau untuk mencari akalnya minta tolong sama Rizal Ramli deh, nanti saya akan saya buat,” ujarnya dalam wawancara di kanal YouTube RealitaTV bertajuk Rizal Ramli: Suami Sri Mulyani Harusnya Juga Diperiksa, Jumat (09/03/2023).
Ia meminta KPK untuk menegakkan kembali kredibiltasnya dengan momentum kasus ini. Karena sebelumnya, kredebilitas KPK juga hampir anjlok.
“Saya minta ini momentum luar biasa bagi KPK untuk menegakkan dia punya kredibilitas. Sebelumnya kan, kredibilitas KPK agak anjloklah. Ini kesempatan luar biasa. Untuk siapa saja yang main uang Rp300 T? Pola penggunaannya seperti apa? Panggil saja, tangkap saja. Gitu lo,” pinta Rizal Ramli.
Ia menyampaikan agar rakyat jangan hanya disuguhi berita-berita drama, tetapi tidak ada tindakan. Padahal mereka berkuasa dan punya kemampuan untuk menindak, memenjarakan oknum-oknum di Departemen Keuangan yang terlibat permainan mega skandal tersebut. Karena tanpa tindakan hukum yang tegas bagi pelaku, menurut Rizal Ramli, maka semuanya hanyalah pencitraan.
Ia juga menyinggung Menko Polhukam, Mahfud MD sebagai seseorang yang seharusnya bisa bertindak. Karena angka 300 T yang luar biasa besar tidak jelas arah, tentunya membuat rakyat kaget.
Ia juga mengaku bingung melihat sikap penguasa dengan kasus yang begitu besar, sebagian hanya jadi analisis penyebar berita dan ajang menaikkan popularitas.
“Ini luar biasa angkanya. Rakyat kita kagetlah, sebanyak 300T enggak jelas dan sudah dikonfirmasi. Cuma saya bingung kalau udah ada case begitu, diambil tindakan dong. Pak Mahfud sebagai Menko Polhukam jangan jadi analis doang, ambil tindakan sebagai Menko Polhukam. Sikat dong! Jangan hanya pidato buat naikin popularitas,” imbuhnya.
Sebagai seorang pakar ekonomi, Ramli menyatakan bahwa skandal keuangan sudah lazim di Dirjen Pajak dan Bea Cukai. Ia menyebut demikian karena seringnya pengaduan beberapa anak buah dari lembaga tersebut mendatanginya dan melaporkan hal yang demikian. Menurutnya, pengaduan anak buah tersebut adalah sebuah kejujuran dan fakta yang terjadi.
“Sepuluh hari yang lalu ada yang datang ke sini, petugas pajak golongan 4. Ia betul-betul betul udah enek dengan permainan di Dirjen Pajak. Ia ditunjuk sebagai internal auditor. Buat nunjukin kalau ada yang patgulipat, ada yang main. Dan seringkali ditemukan gitu. Pejabat pajak terima 50 miliar 30 miliar sudah ada bukti-buktinya,” bebernya.
Namun sayangnya kata Ramli, direkturnya justru tidak percaya meskipun sudah terbukti oleh temuan internal auditornya. Bahkan sering dipertanyakan. Kemudian, direktur tersebut malah membuat komite penyelidikan ulang yang baru lagi. Sehingga kata Ramli, lama kelamaan kasusnya akan hilang. Kalaupun ada sanksi bagi yang terbukti, hanya sanksi administratif seperti teguran saja.
“Petugas pajak yang datang ke sini temui saya itu bingung. Kok polanya gini. Akhirnya ia pelajari. Jadinya ya tahu, kalau pejabat pajak ini pada main dagang dengan wajib pajak. Misalnya ada wajib pajak yang harus kena pajak itu Rp1,9 triliun. Cincailah sama pejabat pajak, Rp1 T saja kena pajak. Nah ada duit 200 miliar buat nyogok pejabat pajak. Itu direkturnya dapat, wakil direktur, panitia apalah. Dapat bagian semua,” ungkap Ramli.
Sebab itulah kata mantan Menko Kemaritiman itu, internal auditor tersebut sadar, ternyata kalau ada kasus, direkturnya malah bikin panitia baru untuk penyelidikan berulang-ulang. Karena akan menyetor ke atas, dan tentunya dilindungi dari atas juga.
Ia juga menuturkan bahwa case-case besar semisal Rafael yaitu Rp500 M, biasanya dalam bentuk tunai. Artinya, uang tunai sebanyak itu, pasti yang mendapat juga ramai.
Para pejabat atau pegawai pajak yang kacau itu akan disogok salah satunya dengan rumah. Sehingga mereka bisa punya rumah di mana-mana. Ada juga dengan mobil mewah. Bahkan barang sogokan juga kerap tidak atas nama pemiliknya.
“Ya Rubicon, motor mewah dan sebagainya. Penyogok akur, supaya istilahnya itu enggak atas nama siapa tadi? Si Rafael. Misalnya Rubicon dia, mobil dia atas nama tukang las di Gang Sempit, Office Boy dan sebagainya. Makanya mereka nggak bayar pajak semua. Jadi ini dudah ada polanya kayak begitu dan ini merasuki Dirjen Pajak, dan Bea Cukai,” jelasnya.
Namun pakar ekonomi itu mengakui bahwa masih banyak pegawai Departemen Keuangan termasuk Dirjen Pajak yang jujur dan tidak main-main. Sebab gaji mereka sudah cukup besar dan bisa hidup nyaman serta tunjangannya. Meskipun demikian, tetap saja ada yang brengsek.
“Gajinya sudah banyak. Dua kali lipat dari ASN, dapat tunjangan tahunan yang gede banget. Artinya tanpa ngaco-ngaco aja udah hidup nyaman. Tapi ada juga yang brengsek. Seperti yang main di tengah ini si Rafael, dan direktur tinggal terima setoran doang,” pungkasnya.[] M. Siregar
0 Komentar