Al-Qur'an Adalah Landasan Dasar Manusia untuk Berpikir


TintaSiyasi.com -- Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah landasan dasar manusia untuk berpikir. 

"Al-Qur'an adalah landasan, dasar manusia untuk berpikir. Agar manusia benar - benar dalam mengimani, mentadaburi, dan menerapkan Al-Qur'an," ujarnya dalam Fokus to The Point: Al-Qur'an yang Diabaikan di kanal YouTube UIY Official, Kamis (13/4/2023). 

Dia mengatakan, setelah mengimani Al-Qur'an maka seharusnya Muslim menjadikan Al-Qur'an sebagai sumber berpikir. Dari Al-Qur'an dan Al-Hadis, seorang Muslim akan menemukan perintah Allah untuk menjadi seorang Muslim yang benar-benar takwa. 

Lebih lanjut Ustaz Ismail menceritakan kisah Gary Miler, seorang ilmuwan matematika yang sekaligus juga seorang pendeta asal Amerika bagian utara, bahwa selama kurang lebih lima tahun melakukan riset mencari kelemahan Al-Qur'an, tapi justru kekuatan Al-Qur'an yang ia dapatkan. 

"Dia membaca Al-Qur'an yang akhirnya sampai pada surat Annisa ayat 82. "Apa engkau tidak mentadaburi Al-Qur'an, jika Al-Qur'an tidak datang dari sisi Allah SWT, maka engkau akan jumpai perselisihan yang banyak," tuturnya. 

Ustaz Ismail mengatakan bahwa riset Gary Miler tidak dijumpai adanya perbedaan pada satu ayat dengan ayat yang lain. Selain itu, juga sama sekali tidak dijumpai perselisihan antara Al-Qur'an dengan ilmu pengetahuan modern. 

"Dia juga jumpai ayat-ayat yang conform mulai dari ayat dua belas sampai lima belas pada surat Al Mu'minun yang bercerita tentang proses pertumbuhan janin dengan ilmu kedokteran modern," ujarnya. 

Akhirnya lanjut Ustaz Ismail, Gary Miler memutuskan masuk Islam pada tahun 1978 dan menjadi pendakwah yang terkemuka di Amerika bagian utara. 

Penyebab Rapuhnya Keimanan Manusia

Ustaz Ismail mengatakan bahwa penyebab rapuhnya keimanan manusia adalah karena Al-Qur'an tidak dijadikan landasan berpikir. Akibat dari rapuhnya keimanan manusia berdampak kepada gerak hati atau keinginan untuk mempelajari bacaan Al-Qur'an. 

"Kemudian kalau dia tidak mau membaca, bagaimana dia bisa membaca. Kalau pun dia bisa membaca, dia tidak mentadaburinya bahkan dia tidak menerapkannya. Kalau dia melaksanakannya, akhirnya dia pilah-pilih," ujarnya. 

Dia mengatakan bahwa ini tugas yang sangat besar, karena menanamkan keyakinan yang benar kepada Al-Qur'an sehingga kaum Muslim dengan keyakinan itu tergerak untuk membaca, mentadaburi, mengamalkan, dan memperjuangkan Al-Qur'an. 

"Mengamalkan itu, ya mengamalkan secara kaffah, secara menyeluruh. Kalau mengamalkan sebagian, itu ya sekuler," ucapnya. 

Dia mengatakan bahwa karena rapuhnya keimanan seseorang terhadap Al-Qur'an, rapuhnya koneksi kepada Al-Qur'an maka satu sisi seorang Muslim percaya Al-Qur'an, sisi lain seorang percaya pada yang lain. 

"Akibatnya dia menjadi orang yang split, orang aneh. Satu sisi tampak Muslim dalam shalat, puasa, zakat, umroh, haji. Dalam berpolitik seperti orang asing, seperti bukan orang Islam yang tidak mengenal Al-Qur'an," tuturnya. 

Dia juga mengatakan inilah yang terjadi di negeri yang mayoritas Muslim yaitu Al-Qur'an tidak menjadi dasar untuk mengatur kehidupan. 

"Inilah yang dikeluhkan Baginda Nabi Muhammad SAW yang terekam dalam Al-Qur'an bahwa sesungguhnya kaumku telah me"mahjuroi", telah mengabaikan Al-Qur'an," pungkasnya. [] Ma'arif Apriadi

Posting Komentar

0 Komentar