Empat Cara Islam Menuntaskan Kemiskinan


TintaSiyasi.com -- Aktivis Muslimah Ustazah Iffah Ainur Rochmah membeberkan bagaimana cara Islam menuntaskan kemiskinan, sekaligus mewujudkan pemerataan ekonomi. 

“Mari kita lihat bagaimana Khilafah Islamiyah, bekerja untuk menuntaskan kemiskinan, sekaligus mewujudkan pemerataan pembangunan ekonomi”, ujarnya di YouTube Muslimah Media Center: 4 Cara Islam Menuntaskan Kemiskinan, Jumat (24/3/2023).

Pertama, Islam memerintahkan negara (Khilafah Islamiyah) memberikan subsidi kepada rakyat yang tidak mampu. 
Sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an Surah Al-Hasyr ayat 7, yang artinya: Agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya di tengah-tengah kalian.

“Ayat itu menyerukan kepada negara sebagai pemilik otoritas, untuk mendistribusikan kekayaan yang Allah anugerahkan pada satu negeri. Allah perintahkan untuk menghasilkan sebuah sistem, agar harta itu tidak hanya berada di kalangan aghniya, di kalangan orang-orang kaya, the have, atau orang sekarang menyebut di antara sultan-sultan pemilik kekayaan yang luar biasa,” paparnya.

Ustazah Iffah menambahkan, negara harus memberikan harta kepada mereka yang tidak punya harta, baik harta bergerak maupun harta yang tidak bergerak. Itu semua akan diambil dari baitulmal. Targetnya jelas, yakni untuk membuat semua orang, bukan hanya rerata, bukan kumulatif, tapi individu per individu, mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, mampu memenuhi kebutuhan mendesaknya, dan kebutuhan jangka panjang.

“Kalau kita bicara subsidi hari ini, subsidi hanya memberikan beberapa nominal uang untuk memenuhi kebutuhan yang sangat mendesak, itupun tidak terpenuhi. Apalagi kemudian bicara tentang harta yang diberikan oleh negara, atau subsidi itu bisa memenuhi kebutuhan jangka panjang,” ujarnya.

Lebih jauh Ustazah menggambarkan langkah praktis yang dilakukan khilafah untuk mengatasi kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan pada rakyatnya. Dikatakan bahwa khalifah memiliki struktur administratif atau Maslahah Daulah yang akan mendata orang per orang secara detail. Dari data tersebut diketahui berapa penghasilannya, siapa yang terkategori miskin dan tidak miskin, berdasarkan kategori syariat. 

“Demikian juga semacam dinas sosialnya, akan mendata skill apa saja yang dimiliki oleh tiap-tiap orang, sehingga akan bisa dipilah mana orang-orang yang sudah memiliki skill memadai untuk bekerja, dan mana yang tidak,” ulasnya.

Menurut Ustazah Iffah, apa yang diterapkan oleh khilafah tersebut bertolak belakang dengan apa yang dilakukan oleh negara yang menerapkan sistem kapitalisme hari ini. Ia memberikan contoh, di mana negara mengekspos angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi pasca pandemi, tetapi jumlah orang miskin pun bertambah banyak. Negara menyampaikan, ada beberapa pekerjaan yang hilang selama Covid-19, dan ada pekerjaan-pekerjaan baru, khususnya terkait industri digital yang berbasis teknologi digital, yang tidak bisa diakses oleh kebanyakan orang.

“Orang-orang yang tidak bisa mengaksesnya ini seolah-olah sudah dimaklumkan, kalau mereka tidak mampu lagi bertahan hidup, karena tidak bisa memenuhi kebutuhan dasarnya. Ini adalah hal yang sangat kejam yang lahir dari sistem kapitalisme. Dan hal semacam ini tidak akan pernah terjadi di dalam sistem Islam,” tegasnya.

Lebih jauh Ustazah Iffah menggambarkan secara rinci, bagaimana jika prinsip Islam dalam mengentaskan kemiskinan tersebut diterapkan secara praktis oleh negara saat ini. Menurutnya, jika negara memberikan subsidi sampai semua orang bisa memiliki pekerjaan, sesungguhnya hal tersebut tidak akan menghabiskan semua harta kekayaan negara. 

“Kalau diilustrasikan, misalnya ada 28 juta penduduk negeri ini yang miskin. Rata-rata anggaplah disana satu keluarga itu 4 orang. Berarti ada 7 juta kepala keluarga yang anggap mereka miskin, karena membutuhkan modal usaha. Nah, kalau diberikan modal usaha oleh negara dengan pembinaan dan seterusnya, satu kepala keluarga misalnya 15 juta, maka dana yang dibutuhkan itu hanya sekitar 105 triliun. Kalau kita anggap ada dana-dana tambahan lainnya, untuk administratif dan seterusnya, maka program pemberantasan ketimpangan ekonomi dengan memberikan setiap orang pekerjaan dan modal usaha, hanya membutuhkan sekitar 115 triliun," jelasnya.

"Apakah negara sanggup memberikan 115 triliun tersebut? Tentu saja sanggup, kalau negara mengelola kekayaan milik publik, sumber daya alam, natural resources, tambang emas, batubara, kemudian minyak dan hutan-hutan dikelola sesuai dengan Sistem ekonomi Islam. Maka ini adalah besaran angka yang sangat kecil,” urainya.

Kedua, Islam memerintahkan negara untuk memberantas segala bentuk penimbunan uang untuk menghasilkan kehidupan pasar yang sehat di tengah-tengah masyarakat.

"Berbeda dengan sistem kapitalisme hari ini, seolah semua orang di-setting mentalitasnya untuk memiliki uang yang dicadangkan, untuk antisipasi pemenuhan berbagai keperluan. Antisipasi pendidikan anak yang makin mahal, pengobatan di masa sakit, di mana biaya kesehatan terus melonjak. Juga untuk pemenuhan kebutuhan di masa pensiun, penggerusan harta oleh inflasi, dan seterusnya," bebernya. 

“Seolah-olah ini adalah hal yang wajar, membuat ada orang-orang yang termasuk golongan the have, orang-orang yang punya dana, mereka menimbun uang mereka di deposito perbankan atau lembaga-lembaga keuangan. Ini akan menyebabkan ada kemandekan peredaran uang di pasar, dan ini akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi yang sedang diikhtiarkan dengan berjalannya seluruh sistem ekonomi Islam," imbuhnya. 

Ia menyarankan bahwa negara harus memberantas penimbunan uang, untuk
menghasilkan sebuah kehidupan pasar yang sehat di tengah-tengah masyarakat.

Ketiga, negara memberantas monopoli tanah. Dalam Islam, penguasaan terhadap tanah pertanian diatur dengan adil. Seseorang bisa saja menguasai tanah yang luas, tetapi kalau dia tidak sanggup untuk mengelolanya, maka diberi tenggat atau deadline selama 3 tahun. Jika selama 3 tahun dia tidak mampu untuk memproduktifkan tanah yang sangat luas itu, padahal itu adalah tanah produktif (tanah pertanian), maka negara harus mengambil tanah tersebut dan diberikan kepada warga lain, kaum Muslim lain, yang mampu mengelolanya.

“Hari ini kita saksikan kondisi, di mana penguasaan tanah, penguasaan lahan oleh konglomerat swasta, bahkan mencapai prosentase yang sangat mengerikan. Lebih banyak tanah-tanah yang dikuasai oleh swasta dibandingkan oleh negara. Apalagi kemudian, kalau kita bicara menjadikan fasilitas umum, maka ini adalah hal yang harus diberantas oleh negara, berdasarkan tuntunan syariat Islam,” ujarnya.

Keempat, Islam memerintahkan pelarangan pasar saham, yakni aktivitas ekonomi non real, dan mendorong aktivitas ekonomi real.

Islam menghapuskan pajak, mewajibkan zakat. Islam mengharamkan riba. Islam mengharamkan aktivitas ekonomi yang berbasis judi atau spekulasi. Islam
juga mengharamkan adanya monopoli harta, monopoli sektor-sektor tertentu oleh
pihak-pihak swasta.

“Kalau kita kembali kepada aturan-aturan Islam dengan pemberlakuan syariat di bidang ekonomi tadi, maka akan ada pertumbuhan ekonomi yang sehat. Bukan hanya ekonomi bertumbuh, tapi juga ada pemerataan penghasilan, sehingga orang miskin tidak akan lagi dalam jumlah puluhan juta sebagaimana hari ini,” pungkasnya.[] Binti Muzayyanah

Posting Komentar

0 Komentar