TintaSiyasi.com -- Ulama Aswaja K.H. Rokhmat S. Labib mengatakan bahwa mereka yang menentang, mengingkari dakwah, bahkan memusuhi dakwah, mereka itulah mujrimin, yakni kalangan yang berdosa.
“Mereka yang menentang, mengingkari, bahkan memusuhi dakwah, mereka itulah mujrimin, minal mujrimin, yakni kalangan yang berdosa,” ungkapnya dalam Kesepuhan TV: Jangan Menjadi Penentang Dakwah, Selasa (28/3/2023).
Ia menjelaskan makna Mahjuron, dalam surah Al Furqon ayat 30, adalah ismul maj’ul Isim maf’ul dari kata Hajar, meninggalkan, mengabaikan. Menjadikan Al Qur’an sebagai Mahjuron artinya, menjadikan Al Qur’an sesuatu yang ditinggalkan, diabaikan.
Selanjutnya, ustaz Labib mengutip pendapat Al Imam Fachrudin ar-Razi dalam tafsirnya mengatakan, diantara makna Al- Mahjuron tarabul iman bihi. Mereka tidak mau beriman dan mendengarkan, bahkan berpaling dari mendengarkan.
“Jangankan beriman, jangankan mereka menerima, bahkan mendengarkan saja tidak mau. Inilah yang dilakukan oleh orang-orang musyrik dan kafir, yakni menjadikan Al Qur’an menjadi sesuatu yang ditinggalkan dan diabaikan,” jelasnya.
Oleh karena itu, ketika seseorang menolak untuk beriman kepada Al Qur’an, menolak mendengarkan, bahkan berpaling kepada yang lain, maka sudah tentu dia tidak mungkin mengamalkan isinya, tidak mungkin mendakwakannya dan memperjuangkan isinya, juga tidak mungkin bertaqim kepadanya (Al Qur’an).
Tindakan Pengabaian
Ustaz Labib menjelaskan bahwa ada beberapa tindakan dan perbuatan yang termasuk katagori meninggalkan Al Qur’an. Sebagaimana menurut Imam Ibnu Taimiyah yang dikutip oleh Dr. Muh. Ali Ash Shabuni dalam kitabnya At- tibyan Fi Ulumil Qur’an, beliau mengatakan, “Barang siapa yang tidak membaca Al Qur’an, maka sungguh dia telah meninggal Al Qur’an,”
Menurutnya, Al Qur’an adalah petunjuk dari Allah SWT. Dari Al Qur’an, orang tahu tentang Allah, tentang akidah, hukum, halal dan haram, perbuatan yang diridhai maupun yang dimurkai-Nya dan tahu tentang perbuatan yang dapat mengantarkan kepada surga atau neraka.
“Bagaimana mungkin orang bisa menjadikan Al Qur’an sebagai petunjuk hidupnya, jika tidak mau membaca. Maka membaca menjadi kunci. Sungguh, jika tidak membaca Al Qur’an, berarti meninggalkan Al Qur’an,” tuturnya.
Selain itu, tidak cukup hanya dengan membaca, tapi juga harus mentadaburi kandungan Al Qur’an.
“Barang siapa yang membaca Al Qur’an, tidak mentadaburi apa maknanya, apa kandungan isinya, maka dia sungguh telah meninggalkan Al Qur’an,” jelasnya.
Selanjutnya, ia menyebutkan bahwa tidak cukup dua hal tersebut, tetapi juga harus mengerjakan, mengamalkan Al Qur’an. Jika tidak dilakukan, maka bisa dikatakan orang tersebut telah meninggalkan Al Qur’an.
“Membaca Al Qur’an itu berpahala. Mentadaburi isi Al Qur’an juga pahala. Allah SWT memberikan celaan kepada siapa pun yang tidak mau mentadaburi, merenungi, memikirkan apa yang ada di dalam Al Qur’an. Tetapi tidak cukup, jika akhirnya tidak dikerjakan,” tegasnya.
Ia mencontohkan, ketika membaca tentang ayat riba, maka orang tersebut berpahala. Kemudian memahami kandungan ayat tersebut, maka juga berpahala. Tetapi ketika orang tersebut tetap melakukan riba, maka tetap berdosa karena melanggar ketentuan Al Qur’an.
Terakhir, ustaz Labib menyebut, tidak mau berhukum dan meminta hukum dengan Al Qur’an dalam perkara Ushuluddin, dalam perkara aqidah, perkara cabang dan syariah termasuk perbuatan yang meninggalkan Al Qur’an.
“Maka, jelaslah ayat Al Qur’an wajib diterapkan dalam kehidupan. Ayat tentang hudud, jinayat, jihad, perekonomian, pemerintahan, pendidikan, bukan hanya sekedar untuk dibaca berulang-ulang, tetapi diterapkan di dalam kehidupan,” pungkasnya.[] Mustaqfiroh
0 Komentar