TintaSiyasi.com -- Menanggapi disahkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja 2022, Pakar Hukum dan Masyarakat Prof. Dr. Suteki, S.H.,M.Hum. menilai ini tindakan melawan dan makar terhadap konstitusi.
“Ini benar-benar tindakan bukan hanya melecehkan Putusan MK, melainkan juga tindakan yang melawan konstitusi, makar terhadap konstitusi,” ujarnya kepada TintaSiyasi.com, Ahad (26/3/2023).
Menurut Prof. Suteki ada tiga faktor yang jadi pertimbangan mengapa Pemerintah mengeluarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 atau Perppu Cipta Kerja salah satunya adalah adanya alasan mendesak untuk adanya sebuah ketentuan hukum dalam bentuk Perppu sebab menurutnya kalau dibuat dalam bentuk Undang-Undang akan memakan waktu lama.
Ia menambahkan, saat ini ada keadaan atau kebutuhan mendesak terbitnya Perppu Cipta Kerja, untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat sesuai Putusan MK No 138/PUU-VII/2009, yang saat itu di tandatanganinya selaku Ketua MK.
“Alasan ini menurut saya menunjukkan adanya mental menerabas Pemerintah yang maunya serba cepat tanpa memperhatikan prinsip negara hukum yang baik khususnya due process of law,” ujarnya.
Menurutnya, Sebuah produk hukum yang dinyatakan tidak Konstitusional maka pembuat Undang-Undang harus melaksanakan putusan MK tersebut. Bukan dengan menggugurkannya melalui Perppu.
Ia menambahkan, Jika memang tidak ada kegentingan yang memaksa karena adanya kekosongan hukum, maka tidak diperbolehkan Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
“Namun, tindakan Presiden ini bukanlah hal yang baru di negeri ini. Ingat, berdasarkan penelitian dosen Fakultas Hukum Trisakti 2019, ada sekitar 22,01% Putusan MK tidak dipatuhi. Jadi jangan heran Presiden mengeluarkan Perppu 2/2022 yang terkesan mengabaikan serta menganulir Putusan MK Inkonstitusional-nya Undang-Undang Ciptaker,” jelasnya.
Menurutnya, Perppu yang serampangan itu sebenarnya sebagai pertanda bahwa Pemerintahan sedang dijalankan secara otoriter dan adanya mental menerabas dari Pemerintah. “Apalagi Perppu dikeluarkan untuk menganulir Putusan MK yang agung penjaga Konstitusi, maka tindakan itu dapat dikatakan sebagai upaya pembuatan hukum (law making) yang ugal-ugalan kalau tidak boleh disebut bar-bar,” ujarnya.
Ia menjelaskan, terkait dengan penerbitan Undang-Undang Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat, ia menilai, mestinya Pemerintah benar-benar memperhatikan suara rakyatnya yang menuntut adanya perbaikan Undang-Undang melalui perintah MK bukan sebaliknya berusaha tetap nekat memberlakukannya dengan alasan kemendesakan soal investasi melalui tindakan menerabas (short cut) dalam pembuatan hukum melalui penerbitan Perppu Cipta Kerja No. 2 Tahun 2022.
Lebih lanjut menurut Prof. Suteki, penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja alias Perppu Cipta Kerja juga dapat dinilai sebagai tindakan pelecehan atau contempt of the constitutional court.
Menurutnya, Presiden telah melakukan pelecehan atas putusan dan kelembagaan Mahkamah Konstitusi (MK) karena Presiden terkesan mengabaikan bahkan tidak patuh pada Putusan MK. Menurutnya MK memutuskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Undang-Undang Cipta Kerja cacat secara formil pada 25 November 2021
“Melalui Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, Mahkamah menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan meminta pemerintah memperbaikinya paling lama 2 tahun. Perintahnya memperbaiki bukan memberlakukannya dengan membuat Perppu,” bebernya.
Menurutnya, tindakan Presiden tersebut berbahaya karena menerabas, otoriter dan pelecahan terhadap MK itu mengancam prinsip Indonesia sebagai negara hukum "yang baik" dan menjerumuskan Indonesia menjadi negara kekuasaan dengan memposisikan pemerintah sebagai extractive institution.
“Jika tindakan Pemerintah ini berbahaya, layakkah didiamkan? Layakkah dibiarkan? Atau perlukah mengajukan judicial review atas Perppu Cipta Kerja No. 2 Tahun 2022 ke MK? Yakinkah akan menang? Jadi, kepada siapa lagi kita berharap agar negeri ini selamat dari Pemerintah yang bermental menerabas, otoriter dan melecehkan lembaga yudikatif?” tutupnya. [] Aslan La Asamu
0 Komentar