TintaSiyasi.com -- Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183). Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka merubah nasib yang ada pada diri mereka sendiri (Ar-Ra'd: 11).
Alhamdulillah, Allah masih memberikan berbagai macam nikmat kepada kita semua, salah satunya adalah nikmat usia dimana kita masih bisa merasakan ibadah bulan suci Ramadhan 1444 H ini. Tak terasa, kita telah memasuki hari ke 20 yang artinya akan masuk sepuluh hari terakhir. Bagaiamana ? apakah kita dan keluarga kita telah mengalami proses transformasi menuju pribadi yang lebih baik dan juga menuju keluarga yang lebih bertaqwa ?.
Di hari ke 20 ini, marilah kita menjadikan keluarga sebagai ahli ilmu, yakni keluarga yang memiliki tradisi ilmu. Dengan bahasa sederhana, di bulan Ramadhan ini kita mentransformasi menjadi keluarga pembelajar, yakni senantiasa mempelajari hukum-hukum syariat-Nya, dengan cara menuntut ilmu yang bermafaat sepanjang hidup. Sebab, ilmu itu merupakan cahaya sekaligus petunjuk, sedangkan kebodohan adalah kegelapan dan kesesatan. Pelajarilah apa yang telah Allah turunkan berupa wahyu kepada Rasul-Nya. Sesungguhnya, ulama adalah pewaris para nabi. Adapun para nabi dulu tidak mewariskan uang dinar atau dirham, tetapi mereka mewariskan ilmu.
Maka, siapa yang mengambil ilmu tersebut, berarti ia telah mengambil bagian kekayaan yang besar dari warisan mereka. Pelajarilah ilmu, karena ia adalah kemulaiaan di dunia dan akhirat, serta akan memberikan pahala yang terus mengalir sampai hari kiamat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya:
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadilah :11)
Manusia dilahirkan dan datang ke dunia ini dalam keadaan polos, telanjang, buta ilmu pengetahuan, walaupun ia dibekali dengan kekuatan dan panca indera yang dapat menyiapkannya untuk mengetahui dan belajar. “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. An-Nahl : 78). Ayat ini mestinya menginspirasi bagi kedua orang tua untuk benar-benar menanamkan ilmu kepada anak keturunannya.
Maka pendengaran, penglihatan dan akal ialah alat-alat yang diberikan oleh Allah kepada manusia untuk digunakannya memperoleh pengetahuan dan merupakan jendela-jendela yang melaluinya orang dapat menjenguk ke alam yang luas untuk mengetahui rahasia-rahasianya, kemudian mengambil manfaat dari apa yang Allah telah mengisinya untuk kemakmuran, kebahagiaan dan kelestarian hidup manusia, makhluknya yang diamanatkan untuk menjadi khalifah-Nya di atas bumi ini.
Orang-orang yang tidak mengambil manfaat dari pemberian Allah itu dan tidak menggunakannya sesuai dengan fungsinya, patut digolongkan ke dalam bilangan binatang, karena mereka telah menyia-nyiakan pemberian Allah untuk mencari ilmu dan pengetahuan sebagai pembentuk kepribadian manusia. Dalam keluarga harus diciptakan lingkungan ilmu, seperti menyediakan perpustakaan keluarga. Dan yang lebih penting, orang tua menjadi teladan dalam kecintaan atas ilmu. Potensi hati, mata dan telinga dihidupkan dengan budaya ilmu di keluarga agar keluarga menjadi pembelajar sejati.
Allah swt. berfirman yang artinya:
“Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al-A’raf:179)
Islam mendorong dan menganjurkan para penganutnya mencari ilmu dan menuntut pengetahuan, karena dengan ilmulah orang dapat membedakan antara haq dan bathil, antara kebajikan dan kejahatan, antara yang salah dari pada yang benar, antara hidayah dan sesat, antara baik dan jelek, antara yang bermanfaat dan yang madharat. Dan ilmu itu bagi akal manusia umpama cahaya bagi mata, yang tanpa cahaya itu mata menjadi buta.
Ilmu itu sangat penting bagi kehidupan manusia. Dengan ilmu manusia dapat mengetahui segala hal termasuk mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah, sehingga dengan begitu manusia dapat selalu dekat dengan Sang Maha Penciptanya. Karena dengan ilmu itu manusia dapat mengetahui kedudukannya di hadapan Allah dan bagaimana ia harus berbuat. Disamping itu, dengan ilmu pula manusia dapat mengetahui rahasia-rahasia ciptaan Allah, sehingga ia dapat melaksanakan fungsi-fungsi kekhalifahannya di bumi, yakni memanfaatkannya untuk kesejahteraan hidup manusia di dunia dan akhirat.
Menuntut ilmu sangat diwajibkan bagi setiap muslim tanpa terkecuali, baik laki-laki, perempuan, tua maupun muda. Menuntut ilmu disini mengandung makna yang sangat luas, yaitu mencari ilmu pengetahuan melalui proses belajar dibawah bimbingan ahli ilmu (ulama/guru). Adapun Belajar secara mandiri dapat dilakukan dengan membaca, mengamati dan mempelajari suatu ilmu tanpa bantuan orang lain (guru).
Tetapi harus diingat, tidak semua ilmu itu dapat dipelajari secara sendiri. Hal itu di samping karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki individu itu sendiri sehingga butuh bantuan orang lain yang lebih ahli, juga dikarenakan adanya ilmu yang dalam mempelajarinya harus melalui bimbingan guru/mursyid, terutama dalam belajar membaca Al-qur’an, aqidah, hukum-hukum Islam dan ubudiyah.
Kewajiban menuntut ilmu bagi setiap umat Islam itu berlaku sepanjang hayat. Rasulullah memerintahkan untuk menuntut ilmu sejak masih dalam ayunan / buaian (ibu) sampai ke liang lahat (meninggal). Sehingga hanya kematianlah yang mampu menghentikan kewajiban seorang muslim dalam menuntut ilmu. “Carilah ilmu itu sejak dari ayunan sampai masuk ke liang lahat.”(HR. Muslim)
Dengan demikian, dalam menuntut ilmu tidak ada istilah “sudah tua”. Boleh saja pendidikan formal lewat bangku sekolah atau kuliah telah selesai, tetapi kegiatan belajar kepada siapapun dan dimanapun harus tetap dilaksanakan hingga akhir hayat, baik di keluarga, pengajian di masjid, majlis-majlis taklim, dan lain sebagainya.
Selain niat yang kuat, ulet, mandiri, dan kerja keras, hal lain yang tidak boleh dikesampingkan dalam menuntut ilmu adalah hormat dan berlaku baik kepada guru sebagaimana yang tersebut dalam sabda Rasulullah SAW berikut:
”Belajarlah kamu semua, dan mengajarlah kamu semua, dan hormatilah guru-gurumu, serta berlaku baiklah terhadap orang yang mengajarkanmu.” (HR. Tabrani)
Menurut Imam Az-Zarnuji dalam Kitab “Ta’limul Muta’allim” salah satu penyebab tidak manfaatnya ilmu yang dimiliki oleh para generasi sekarang adalah kurang tawadhu’ atau kurang hormatnya siswa kepada guru. Indikasi tidak bermanfaatnya ilmu itu adalah ilmu yang dimilikinya itu tidak mampu mendekatkannya kepada Allah dan tidak melahirkan kepatuhan kepada-Nya, bahkan semakin menjauhkannya dengan Allah, serta tidak dapat mendatangkan kemanfaatan bagi orang banyak, bahkan sebaliknya seringkali malah merugikannya orang lain. Akibatnya seperti yang dapat kita lihat di negeri ini, banyak orang pinter yang pada akhir karirnya tidak selamat akibat ulahnya sendiri. Na’udzu billahi min Dzalika.
Oleh sebab itu kita sudah semestinya meningkatkan pemahaman ilmu aqidah Islam dan menjadikan aqidah sebagai tolok ukur perbuatan kita sebagai Muslim, baik dalam kehidupan individu, keluarga, bermasyarakat, berbudaya, berpolitik, dan aspek kehidupan lainnya. Jadilah keluarga pembelajar seumur hidup dengan menguasai berbagai bidang ilmu, baik fardhu ain maupun fardhu kifayah. Ilmu akan jadi bekal dalam dakwah dan perjuangan menegakkan Islam di muka bumi.
Demikianlah, dengan begitu banyaknya ayat qur’an dan hadits yang menjelaskan tentang kewajiban dan keutamaan menuntut ilmu ini sebagai bukti bahwa ilmu sangat penting untuk kehidupan manusia. Semoga kita termasuk golongan orang yang haus ilmu, sehingga tidak akan pernah merasa lelah untuk menuntut ilmu baik ilmu agama seperti aqidah, ibadah, al Qur’an, , hukum-hukum Islam maupun ilmu umum demi kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Apakah sudah siap menjadikan keluarga pembelajar selama Ramadhan ini ? Semoga dengan momentum Ramadhan 1444 H ini kita mampu menjadikan keluarga pembelajar dan terus berlangsung hingga pasca Ramadhan nanti. Insyaallah.[]
Oleh: Dr. Ahmad Sastra, M.M.
Dosen Filsafat
0 Komentar